SALAT Jumat di Masjid Agung Keraton Buton ramai dengan manusia. Mungkin karena hari ini adalah Jumat terakhir di bulan Ramadhan, makanya banyak warga yang berduyun-duyun untuk salat Jumat di masjid tersebut. Saya pun ikut datang ke masjid tersebut. Datang pukul 11.45 wita, saya tidak kebagian tempat di dalam masjid. Akhirnya saya menggelar sajadah di dipan yang terletak di depan masjid tersebut.
Salat di masjid ini punya nuansa magis yang berbeda buat saya. Bentuk arsitektur bangunan masjid yang masih sangat tradisional, tembok masjid yang tebal dan tidak rata karena dibangun dengan kasar, justru menjadi unsur-unsur yang memberi rasa magis. Saya seolah sadar bahwa di sini pernah ada tangan-tangan manusia yang ikhlas membangun masjid. Di sini ada harapan bahwa kelak syiar Islam bisa bergema dan menjadi detak jantung masyarakat Buton. Saya bisa merasakan harapan itu tatkala menyaksikan masjid tua yang bangunannya kasar, namun memberi kekuatan.
Hal unik yang tidak saya temukan di sini adalah tata cara penyelenggaraan salat Jumat yang masih mengadaptasi tata cara di masa Kesultanan Buton. Mungkin tata cara seperti ini hanya bisa ditemukan di Tanah Buton. Tradisi ini pulalah yang membuat rindu dan selalu menggerakkan kaki untuk kembali salat Jumat di sini. Mungkin tradisi ini pulalah yang menggerakkan para perantau Buton untuk kembali ke kampung halaman dan sembahyang di tempat ini.(*)
0 komentar:
Posting Komentar