HAL unik yang saya temukan saat menjelajahi Kecamatan Sampolawa adalah nama-nama desa yang tidak lazim dalam lidah setempat. Entah siapa yang memulai, namun nama-nama desa di Sampolawa kebanyakan diambil dari nama-nama dalam bahasa Indonesia, misalnya Desa Gunung Sejuk, Desa Gerak Makmur, Sandang Pangan, Jaya Bakti, ataupun Bahari.
Nama-nama ini agak berbeda dengan nama desa di Pasarwajo, ibukota Kabupaten Buton, yang terletak tidak jauh dari Sampolawa. Di Pasarwajo, hampir semua nama desa diambil dari nama lokal, yang biasanya diawali La atau Wa, misalnya Lapodi, Lapanda, Wagola, Wabula, dan Wasuemba.
Tapi, berdasarkan observasi di lapangan, banyak warga setempat yang lebih suka menggunakan nama lokal yang lebih dulu ada dan sesuai dengan lidah setempat. Misalnya saja, banyak warga yang lebih suka menyebut nama Desa Lande ketimbang nama Desa Gerak Makmur. Demikian pula dengan nama nama desa lainnya seperti Wapulaka (yang nama kerennya adalah Desa Bahari), Rongi (nama kerennya adalah Sandang Pangan), dan Mambulu (nama kerennya adalah Jaya Bakti).
Hingga kini, saya masih bertanya-tanya, mengapa nama lokal yang lebih populer itu harus diganti dengan nama lain yang ‘aneh’ dalam lidah setempat? Jangan-jangan, ini adalah bagian dari penetrasi pemerintahan Orde Baru. Pada masa ini, negara menjadi institusi yang amat kuat dan mengendalikan segala hal. Bahkan, untuk penamaan desa pun, orang Sampolawa seolah tidak punya hak untuk memberi nama.
Andaikan pemberian nama itu dibarengi dengan pembenahan infrastruktur serta fasilitas, barangkali tak mengapa. Ternyata, infrastruktur yang dibangin di wilayah ini justru biasa saja. Jalanan banyak yang rudak parah, serta masih banyak desa yang tidak terjangkau listrik. Apalah artinya memaksakan nama tatkala tidak diikuti pembenahan fasilitas?
2 komentar:
Seharusnya nama-nama lokal itu harus dimunculkan kembali. saya sangat setuju kalau nama2 tersebut dikembalikan seperti semula, misalnya desa bahari dikembalikan menjadi desa 'wapulaka', karena nama tersebut lebih kren dibandingkan dengan nama2 yang baru. nama lokal tersebut punya historis tersendiri sehingga harus dibudayakan sampai kapanpun.
by
Raufun
bung raufun.. thanks atas komentarnya
Posting Komentar