KOMPAS (5/12) hari ini menampilkan tulisan tentang kapal pesiar Oasis of the Seas. Saya membacanya sampai tuntas dengan semangat besar. Liur saya menetes dan menunjukkan betapa inginnya saya agar kelak bisa menumpang pada kapal pesiar terbesar di dunia tersebut.
Lewat penelusuran di internet, saya menemukan testimoni bahwa waktu sebulan tidaklah memadai untuk menelusuri keindahan kapal ini. Ada serasa tidak berada di laut, melainkan berada di sebuah hotel berbintang setinggi 17 lantai, yang di dalamnya ada bar, banyak kolam renang, gedung opera, pedestrian untuk jalan-jalan, hingga hutan kecil.
Yup.. Baiklah!! “Biar kamu tidak penasaran. Saya akan tampilkan tulisan itu secara utuh. Lengkap dengan beberapa foto. Siapa tahu bisa menambah daftar impianmu kelak..”
Oasis of the Seas, Resor Modern Terapung di Laut”Oooh, my God,” ujar perempuan tua kulit putih asal New York, Amerika Serikat, dengan suara
membahana saat masuk ke kapal pesiar raksasa, Oasis of the Seas, di Fort Lauderdale, Miami, Florida, AS.
Suara membahana perempuan tua itu mewakili perasaan sebagian orang yang masuk ke kapal pesiar raksasa yang punya 2.700 kamar di 17 lantai. Semua orang yang memasuki kapal raksasa itu terbengong-bengong menyaksikan bagian dalam kapal ini. Seperti masuk sebuah kota supermodern.
Hari itu, Selasa pagi, 24 November 2009. Sekitar 11.000 orang masuk ke kapal di lantai lima. Bagian ini berfungsi sebagai lobi kapal. Bagian ini disebut Royal Promenade. Di situ ada puluhan toko dan restoran, serta sebuah bar yang bisa bergerak naik turun dari satu lantai ke lantai lain. Namanya Rising Tide Bar.
Tamu yang masuk ke kapal, yang dibuat di Finlandia selama tiga tahun, itu adalah para undangan yang terdiri dari 500 wartawan dari sejumlah media massa 48 negara di dunia, anggota keluarga karyawan dan pimpinan perusahaan Royal Caribbean International (pemilik kapal pesiar ini), serta sekitar 10.000 orang dari agen biro perjalanan.
Kapal terbesar dan tertinggi di dunia ini hari itu berlayar selama tiga malam dua hari di Laut Karibia, di antara negara-negara pulau, yakni Kuba, Puerto Riko, Bahama, dan seterusnya.
Perjalanan kapal yang memiliki puluhan gedung teater ini dimulai sekitar pukul 21.00 waktu setempat ketika ribuan orang di tempat berkumpul, di sebuah gedung di salah satu ujung lantai empat, menyaksikan penampilan kelompok band ABBA imitasi. Kapal berlayar tanpa terasa. Bukan karena sebagian besar penumpang asyik menyaksikan wanita cantik yang melantunkan lagu ”Fernando”, tetapi karena besarnya ukuran kapal itu.
Bahkan, hujan deras dan ombak besar yang terjadi di Laut Karibia, malam itu, tidak sedikit pun menggoyang kapal berbobot 225.280 ton yang dibangun dengan biaya sekitar 1,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 12 triliun.
Ruang kelab malam
Di depan gedung teater di lantai empat itu ada ruang kasino besar yang menyediakan 450 mesin
judi (slot machine) dan 27 meja judi (gaming table). Di lantai ini juga terdapat sebuah ruang kelab malam yang setiap malam menggelar musik jazz dan blues serta komedi.
Di sini (dek 4) hadir pula rumah makan besar, Opus 4, yang menyajikan makanan-makanan yang cocok untuk lidah orang Asia, termasuk Indonesia. Di rumah makan ini ada empat dari 200 karyawan asal Indonesia yang bekerja di Oasis of the Seas. Empat orang itu adalah Seno Manggola Sampurno (asal Salatiga, Jawa Tengah), Jumai (Bali), Suriawan (Lubang Buaya, Jakarta), dan Dani Kusnandi (Cibubur, Bogor).
Menurut Dani Kusnandi, salah seorang pimpinan rumah makan Opus 4, Oasis of the Seas membawa 2.158 awak kapal (asal 71 negara di dunia) yang dipimpin Kapten Senior William Wright. Awak kapal terbanyak berasal dari Filipina dan India. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai pegawai mekanik. ”Ini bisa dimaklumi karena sebagian besar dari dua negara itu fasih berbahasa Inggris dan Spanyol,” ujar Dani.
Menurut para karyawan Royal Caribbean asal Indonesia, 21 kapal pesiar raksasa milik perusahaan ini tidak ada yang berlayar ke perairan Indonesia karena masalah keamanan. Namun, ketika Kompas bertanya kepada William Wright soal kemungkinan berlayar ke Indonesia, pria gagah berperawakan tinggi yang juga menjabat senior vice president di Royal Caribbean ini mengatakan, ”Suatu saat nanti, karena saat ini kami juga menjelajahi wilayah Timur Tengah.”
Sejuta kata yang bisa dituangkan dalam tulisan ini untuk menggambarkan kehebatan dan keunikan kapal ini. Akan tetapi, itu tidak mungkin. Untuk menikmati seluruh bagian kapal ini dalam waktu tiga malam empat hari juga tidak mungkin.
Seperti di mal
Bila kita sebagai penumpang mencoba mendatangi tempat ini di bagian dalam kapal selama satu bulan, tanpa satu hari pun muncul di dek 17 atau 16, kita akan merasa tidak di dalam kapal. Atau jika kapal itu terus berlayar di laut, kita tidak akan merasa sedang berada di atas lautan. Kemungkinan besar kita hanya merasa sedang menikmati atau menyaksikan suasana kehidupan hotel dan mal selama 24 jam per hari. Atau jika hobi berjudi, kita seperti hidup di salah satu tempat di Las Vegas.
Kapal ini dibangun untuk orang berusia dari enam bulan sampai 90 tahun. Para wartawan Taiwan yang ikut dalam pelayaran ini mengatakan, ”Kapal ini hanya untuk orang kaya atau orang yang dibiayai orang kaya.”
Selama berlayar, penumpang bisa makan sesuka hati setiap saat. Bila salah pesan, kita bisa mengembalikan makanan tersebut tanpa dicemberuti karyawan penyaji makanan itu. Penumpang hanya membayar minuman yang mengandung alkohol.
”Reuni orang-orang yang suka berwisata paling baik adalah kapal ini,” kata Budi Darmawan Gani, Direktur PT Multi Alam Bahari Internasional (perwakilan dari Royal Caribbean International di Indonesia).
Salah satu tempat menarik yang perlu dicatat dari kapal ini adalah Aqua Theater. Ini merupakan wilayah pergelaran dengan media air yang berada di bagian belakang kapal. Di situ ada kolam renang yang bisa ditutup secara otomatis. Di kolam renang ini para atlet bisa mempergelarkan seni drama tari dan gerak atletik menawan.
Malam terakhir, dari pelayan, di tempat itu dipertunjukkan sendratari air mengenai penciptaan air. Di tengah adegan itu seorang atlet renang melakukan loncat indah dari menara setinggi 20 meter. Sendratari air ini ditutup dengan pertunjukan tarian air mancur dari kolam air itu. Air mancur bisa melenggak-lenggok setinggi 30 meter yang bisa membuat basah penonton.
Untuk sampai ke teater air (kawasan ini juga diberi nama The Boardwalk) ini, penumpang harus masuk lewat dek atau lantai delapan. Di dekat kolam teater air itu juga ada bagian untuk panjat tebing. Sebelum sampai ke kawasan panjat tebing ini bisa ditemukan wilayah untuk anak-anak bermain, seperti kuda putar (carousel atau dermolen) yang dibuat dari kayu buatan tangan.
Di bagian tengah dek ini ada taman dengan ribuan tanaman, termasuk pohon-pohon besar seperti bambu dan trembesi. Juga ada puluhan tanaman lidah mertua.
Bila berada di kamar di lantai (dek) sebelas dan memandang taman ini, kita serasa berada di sebuah hotel di tengah hutan. Sulit untuk membayangkan kita berada di tengah laut atau di kapal.
Bila ingin menikmati angin laut dan memandang laut luas, kita harus naik ke dek 16 atau 17. Di sana ada bar dan kelab malam besar untuk dansa-dansi.
Keluar dari bar dan kelab malam besar itu akan dijumpai sejumlah kolam renang dengan berbagai variasinya, seperti kolam ombak, jacuzzi, kolam pantai, dan seterusnya. Kesetiaan kita untuk menikmati pemandangan laut luas dan angin laut bisa sirna apabila saat itu matahari bersinar terang mengingat ada puluhan perempuan dari usia tua sampai remaja berjemur dengan pakaian minim.
Untuk dapat menikmati berlayar dengan kapal raksasa Oasis of the Seas selama 70 hari, seseorang harus mau mengeluarkan uang paling tidak 5.000 dollar AS. (J Osdar)