Spiritualitas Pasang Surut

SPIRITUALITAS itu seperti lautan yang mengenal istilah pasang surut. Hari ini kita bisa jadi sangat alim dan rajin sembahyang. Tapi keesokan harinya, bisa jadi kita jadi sangat kafir dan atheis. Seperti itulah yang terjadi pada diri saya di bulan ramadhan ini.

Bulan ini, saya sangat rajin ibadah. Tidak cuma salat wajib, namun saya juga mengisi malam dengan membaca doa-doa seperti tawassul, kumayl di malam jumat, atau membaca surat yasin. Tetangga saya mengira saya sangat alim karena rajin berdoa dengan suara yang dikeraskan. Tadi pagi, usai salat subuh, saya membaca doa tawassul, yang isinya adalah ungkapan kecintaan kepada Allah serta harapan agar semua hajat bisa terpenuhi. Selesai baca doa, selanjutnya adalah tidur sampai jam 10 pagi, kemudian bangun dan mandi.

Saat mandi, saya merenungi rutinitas harian. Kadang, saya merasa aneh dengan diri saya sendiri. Kok, saya tiba-tiba jadi alim ya? Mungkin jawabannya karena ini adalah bulan Ramadhan. Di bulan ini, spiritualitas kita lagi di puncak-puncaknya. Apalagi, mama di kampung sedikit-sedikit kirim sms dan mengingatkan agar rajin sembahyang. Setelah Ramadhan usai, mungkin setelah itu kembali lagi ke ‘selera awal.’ Spiritualitas itu kan juga musiman seperti buah. Hehehehe...

Namun, setelah dipikir-pikir, mungkin bukan itu alasannya. Mungkin karena keadaan saya saat ini sangat membutuhkan Tuhan. Posisi saya saat ini tidak sedang mapan dan masih mencari di mana kelak tempat berlabuh. Dalam keadaan ekonomi yang morat-marit dan serba susah begini, saya gampang ingat Tuhan. Makanya, saya jadi sering berdoa dan berharap agar Tuhan membukakan pintu langit buat saya.

Andaikan saat ini saya sudah kaya, mungkin situasinya akan berubah. Mungkin saya akan kembali malas sembahyang dan kembali jadi atheis. Tapi, saya berharap semoga tidak demikian. Semoga...

0 komentar:

Posting Komentar