HARI ini, Sabtu (12/9), aku menjalani puasa yang terberat.Semalam, aku tertidur amat pulas, hingga lupa bangun sahur. Pukul 01.00 dini hari, aku kembali dari kampus Unhas untuk me-layout buku. Mungkin karena lelah, aku langsung berbaring dan menyalakan beker. Pikirku, jam 3 subuh, pastilah terbangun karena beker sudah dipasang.
Saat membuka mata, aku tersentak karena sinar matahari masuk di sela-sela jendela di kamar. What...!! Ternyata sudah jam delapan pagi dan aku sama sekali belum sahur. Aku bimbang, apakah meneruskan puasa ataukah tidak. Seorang teman pernah bercerita tentang Nabi Daud yang bisa puasa sampai berhari-hari.
Kisahnya bikin merinding. Namun aku bukan Nabi Daud. Aku hanyalah manusia di abad moderen yang punya riwayat penyakit mag, dan bisa sakit kalau perut lama tak terisi. Nggak mungkinlah jika diriku yang doyan makan ini harus dibandingkan dengan Nabi Daud --yang mungkin pada masanya, makanan belum melimpah seperti sekarang. Iya nggak?
Nyaris saja puasaku batal. Tetapi tiba-tiba saja ada semacam bisikan kebaikan yang membatalkan niat itu. Seolah ada bisikan bahwa betapa bodohnya jika harus membatalkan puasa hanya karena tidak sahur. Toh, aku sudah pernah mengalami situasi lapar yang jauh lebih parah dari itu. Masak, cuma nggak makan sehari saja sudah harus panik?
Akhirnya aku memutuskan lanjut puasa. Seharian, tak keluar rumah dan cuma menonton film saja di kamar. Untungnya, di kamar masih ada serial Smallville, season 8, yang belum tuntas kutonton. Berjam-jam nonton film, selanjutnya tidur pulas. Saat buka mata, ternyata udah sore. Aku kembali masuk kampus untuk lanjut layout buku, kemudian meluncur ke Bumi Tamalanrea Permai (BTP) dan buka puasa di kedai es teler.
Pelajaran berharga hari ini, jangan terlalu yakin bahwa dirimu sanggup bangun jam 3 subuh. Jika suatu saat lelah, akan lebih baik jika menghubungi beberapa kawan agar nantinya membangunkan kita.(*)
0 komentar:
Posting Komentar