suasana di Pantai Kuta |
Apa
sih yang istimewa dari pantai-pantai di Bali?
Bapak itu mengajukan pertanyaan yang
menohok. Ia berasal dari Kabupaten Maluku Barat Daya. Pulau-pulau di sana amat
menawan, dipenuhi pasir putih yang paling halus, serta alam hijau yang masih
perawan. Ia juga menunjukkanku gambar-gambar tentang pulau-pulau terluar di
daerahnya. Semuanya nampak sangat indah.
Lantas, mengapa Bali lebih populer?
Barangkali bapak itu tak paham beberapa hal. Pertama, pentingnya promosi yang dilakukan
secara kontinyu. Meminjam kata-kata Hitler, promosi yang dilakukan
berulang-ulang bisa menghasilkan kebenaran. Dalam konteks promosi, Bali telah
lama diiklankan di majalah-majalah luar negeri sejak zaman kolonal hingga masa
kini. Dalam buku karya Robert Cribb, aku melihat iklan penari Bali setengah
telanjang di majalah yang terbit di Eropa pada tahun 1800-an.
Kedua, akses transportasi di Bali banyak
dan mudah terjangkau. Bali bisa dengan mudah dijangkau dari bandara manapun. Sementara
transportasi ke pulau-pulau di kawasan timur amatlah mahal. Aku pernah ke Raja
Ampat. Biayanya sama dengan menjangkau Thailand ataupun Vietnam. Para turis
berpikir simpel. Kalau bisa menjangkau satu tempat yang lebih tertata, ngapain
mencari yang jauh?
Ketiga, infrastrukturnya relatif baik. Ada
banyak pilihan hotel, penginapan, ataupun kendaraan. Semuanya bisa dipilih dan
disesuaikan dengan isi kantong. Bahkan, kalau membawa uang pas-pasan, ada
banyak kamar-kamar yang disewakan dengan biaya sangat murah. Aku banyak
bertemu para backpacker yang ke Bali dengan modal pas-pasan, serta bersendal
jepit. Mereka menggelandang dengan bir murah. Dan selalu ada tempat bermalam
yang sesuai budget.
turis di Pantai Kuta |
Keempat, pilihan wisata di Bali lebih
banyak. Jika tak suka pantai, bisa bergerak ke pegunungan. Malah, pedesaan Bali
lebih magis dan unik. Semua juga tahu, kalau wisatawan kaya selalu ingin
mengunjungi Ubud. Mereka ingin merasakan harmoni dengan semesta, sebagaimana
nampak di sana. Tarian dan atraksi budaya menjadi denyut nadi orang Bali.
Ekonomi kreatif tumbuh baik. Banyak souvenir dan benda-benda seni menarik.
Lantas, jika Bali punya semuanya, apa yang
harus dilakukan pulau-pulau kecil di kawasan timur Nusantara yang keindahannya
jauh melebihi Bali? Bagaimana mengemas wisata pulau sehingga lebih atraktif dan
menarik ketimbang Bali?
Selama beberapa hari di Bali, aku ikut
diskusi membahas ini. Aku menangkap optimisme serta pengharapan yang kuat dari
semua peserta. Kenyataan tidaklah sesimpel lembar kerja para akademisi. Ada
relasi sosial, ekonomi, dan politik yang harus diperhitungkan secara cermat.
Baru kutahu kalau Kabupaten Maluku Barat
Daya itu adalah salah satu pulau terluar, yang berbatasan langsung dengan
Australia. Ternyata, negeri kanguru itu beberapa kali datang ke kabupaten itu
demi memberi iming-iming bergabung. Di situ, ada blok Marsela, yang
disebut-sebut memiliki cadangan gas terbesar, yang diperkirakan gak akan pernah
habis. Lebih banyak dari lapangan gas tangguh, yang selama ini jadi andalan
pemerintah Indonesia.
Yang pasti, pemerintah mesti hadir di
pulau-pulau terluar. Elite politik kita saatnya berhenti saling menyalahkan.
Ada tanggung awab besar yang menanti di sana. Sikap saling kritik dan mencari
celah tak ada gunanya. Seluruh energi harus diarahkan untuk menyelamatkan semua
khasanah kekayaan bangsa. Tunjukkan kehadiran negara di pulau-pulau terluar.
Kehadiran yang tidak hanya berupa bendera merah putih yang berkibar, melainkan
pada adanya tangan lembut negara untuk membantu kesejahteraan warga di sana.
bersiap-siap untuk surfing |
Aku membayangkan di pulau-pulau lapis
terluar kita memiliki industri pariwisata yang sekelas Bali. Aku membayangkan di sana ada banyak aktivitas
yang bisa mendongkrak ekonomi masyarakat. Ada kemeriahan, keceriaan,
serta kebahagiaan warga pulau yang dihinggapi rezeki dari industri pariwisata.
Lebih membahagiakan lagi kalau ada tangan-tangan lembut negara yang senantiasa
membantu masyarakatnya. Bukankah itu tanggung jawab sejarah kita?
Denpasar, 25 Oktober 2013