Puasa dan Kesadaran yang Mengaliri Timbunan Dosa

Puasa itu bukanlah ibadah untuk menahan lapar dan haus. Puasa itu untuk mengendalikan hawa nafsu, mengendalikan amarah dalam diri kita. Pandangan ini sudah kudengarkan sejak masih kecil. Setiap bulan ramadhan, aku selalu diingatkan hal yang sama. Aku sudah cukup hafal di luar kepala bahwa selama puasa, tidak boleh marah, harus menjaga lisan, dan memperbanyak ibadah. Kalimat itu sudah kuhafal mati. Namun, belakangan ini aku sadar bahwa betapa susahnya mewujudkan apa yang sesungguhnya disebut puasa.

Aku terlampau sering melakukan kesalahan-kesalahan ‘kecil’ yang sering kutolerir. Aku berpikir bahwa kesalahan itu adalah hal yang seolah-olah wajar saja. Sedemikian seringnya meakukan kesalahan sehingga kesalahan itu menjadi budaya dalam diriku, menjadi daging, darah, serta sumsum di tubuhku. Kesalahan itu menjadi kewajaran dan tak sedikitpun rasa bersalah.

Hari ini begitu banyak kesalahan yang kulakukan. Saat menulis postingan ini, aku baru saja marah-marah sama petugas cleaning service di Mal MTC. Dia melarangku ambil air wudhu di dalam kamar mandi, sementara tempat yang disediakan untuk wudhu amatlah sempit, hanya ada satu kran air, dan orang-orang harus antri satu per satu. Aku marah-marah. Tapi tiba-tiba saja aku sadar bahwa aku sedang puasa. Sayang sekali, kesadaran itu muncul belakangan saat sang petugas ngeloyor pergi. Aku tak sempat minta maaf pada petugas itu. Sesuatu yang kusesali hingga detik ini

Melalui puasa, aku tiba-tiba disadarkan tentang kesalahan itu yang mungkin sepele itu. Meskipun sungguh berat mengubah sesuatu yang sudah terlanjur menjadi budaya, setidak-tidaknya aku tahu bahwa itu adalah kesalahan, dan usai melakukannya, seolah ada embun yang mengucur dan membasahi kesadaranku. Ada semacam pengetahuan yang reflektif, yang lahir dari upaya mempertanyakan ulang secara terus-menerus apa-apa saja yang sudah pernah dilakukan. Melalui puasa, kita tiba-tiba sadar bahwa apa yang kita lakukan itu adalah kesalahan dan --alangkah baiknya—jika muncul komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut.

Melalui puasa, ada keinginan yang menyelusup di antara semua timbunan dosa-dosa kita. Tertoreh harapan agar ada sesuatu yang berubah. Teriring harapan agar dosa-dosa yang berkarat itu masih bisa dibersihkan. Semoga saatnya belum telat...


Makassar, 5 September 2009
Pukul 17.16 Wita

0 komentar:

Posting Komentar