SEUSAI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan
diri akan maju ke pemilihan Gubernur DKI Jakarta melalui pintu partai politik
sembari tetap menyertakan relawannya, dunia media sosial langsung heboh. Lalu
lintas informasi di facebook dan twitter langsung meninggi. Sejumlah seleb
twitter bersahut-sahutan dan memberikan respon positif ataupun negatif. Kita sedang menyaksikan satu peristiwa yang
langsung direspon secara riuh di media sosial. Kita pun menyaksikan bagaimana
informasi dikemas serupa hujan yang mengguyur dan menentukan opini publik.
Kita sedang menyaksikan kerja-kerja para Spin
Doctor yang hendak mengendalikan opini. Jika hari ini semua informasi di media
massa bernuansa positif dan memberikan rating tinggi kepada Ahok, maka boleh
jadi itu adalah buah dari para Spin Doctor atau pengendali informasi di era
modern. Demikian pula ketika informasi itu negatif.
Bagaimanakah memahami alur kerja para Spin Doctor ini? Apa yang mereka lakukan untuk mengubah arus wacana di dunia politik? Siapa sajakah para pengendali informasi ini? Bagaimanakah menilai keberhasilan dan kegagalan satu tim kampanye politik? Saatnya mengenali siapa dan kerja-kerja para Spin
Doctor itu.
Bagaimanakah memahami alur kerja para Spin Doctor ini? Apa yang mereka lakukan untuk mengubah arus wacana di dunia politik? Siapa sajakah para pengendali informasi ini? Bagaimanakah menilai keberhasilan dan kegagalan satu tim kampanye politik?
***
WAJAH lelaki bermata sipit itu penuh semangat.
Di hadapan relawan dan perwakilan partai politik, ia menyatakan akan maju di
pilkada DKI Jakarta melalui jalur partai politik. Respon di media sosial
berunculan. Di hari pertama, pernyataan Ahok menjadi trending topic di twitter.
Tagar #tetapahok menjadi trending topic dunia pada hari itu.
Namun, pernyataan itu juga memicu penolakan. Tagar
#BalikinKTPGue terpantau memuncaki Tren Twitter Indonesia, kemarin. Tagar itu
memuat sejumlah sentimen negatif kepada Ahok, dalam usahanya mempertahankan
kursi Gubernur DKI Jakarta, di Pilkada 2017.
Sebelumnya, Ahok sudah memastikan akan
menggunakan kendaraan partai politik dalam Pilkada 2017. "Kami harus
menghargai parpol yang sudah mendukung. Ya sudah, kami pakai parpol sajalah,"
kata Ahok, dalam acara halal bihalal yang diselenggarakan Teman Ahok, seperti
dikutip Kompas.com, Rabu (27/7).
Boleh jadi, keputusan itu bikin kecewa sejumlah
orang, yang menginginkan Ahok maju melalui jalur independen. Lagi pula, selama
beberapa bulan terakhir, Ahok telanjur digembar-gemborkan akan menempuh jalur
independen. Ikhtiar politik juga sudah dilakukan, dengan mengumpulkan 1 juta
KTP untuk memenuhi syarat calon independen.
Perjalanan Ahok memang unik. Ia selalu meniti
di sentimen negatif, lalu berubah menjadi sentimen positif. Dalam banyak kasus,
ia bisa membalikkan tuduhan, yang sebeumnya banyak dibahas media, menjadi
sentimen positif. Ia juga punya barisan yang rela bekerja siang malam untuknya.
Tagar #BalikinKTPGue itu semalam menjadi bahan perbincangan. Betapa tidak,
Teman Ahok men-tracking kalau pihak yang membuat tagar ituternyata banyak
berasal dari luar Jakarta. Sebegitu pedulinya pada Ahok, sampai-sampai gubernur
dan bupati di daerah lain terlupakan.
Minggu lalu, Ahok juga menjadi trending topic.
Ia menjadi saksi di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia tak
menunjukkan gentar sedikitpun. Ia menghadapi sidang dengan tenang. Padahal, sidang
ini bisa menjerat dirinya kapan saja. Di sidang itu, ia disorot kamera dari
berbagai sisi, semua keterangannya akan dicatat dan disaksikan semua warga
Indonesia. Ia bisa saja keseleo lidah dan idak paham aturan, yang bisa berujung
pada jeruji besi. Namun, tak ada yang berubah dengan sikap dan caranya bicara.
Ia tetap lugas, sebagaimana biasa.
Di dunia maya, persidangan ini menjadi topik
yang menarik dibahas. Banyak netizen yang mencuit tentang Ahok lalu mendiskusikan
banyak hal tentang dirinya. Banyak yang mengira, beberapa isu korupsi akan menjadi
kuburan bagi Ahok. Yang terjadi, Ahok meladeni smeua tudingan secara terbuka.
Tak hanya lolos, ia malah mengambil banyak point pencitraan dari berbagai
tuduhan yang siang malam dibahas oleh para politisi.
Yang saya amati, Ahok adalah politisi yang paling
piawai dalam hal mengelola informasi. Ia bisa memperhitungkan timing yang tepat
kapan harus mengeluarkan sikap dan pernyataan. Dia bisa menghitung kapan harus
bersuara dan kapan harus diam. Pernyataannya megikuti garis kurva yang dimulai
dari rendah, lalu perlahan naik, setelah itu turun, dan naik lagi.
Sebelum bulan puasa, isu paling hangat mendera
Ahok terkait dugaan korupsi rumah sakit sumber waras. Ahok membiarkan semua
wacana yang membahas itu. Siang malam, semua televisi membahas dugaan krupsi
itu dari berbagai perspektif. Beberapa anggota DPRD DKI Jakarta ikut terlibat
membicarakannya, yang tanpa disadari justru menempatkannya ke dalam terang
cahaya yang disorot publik.
Pada saat yang tepat, ia muncul di KPK
sembari membuka wacana publik baru yang meragukan hasil investigasi BPK,
lembaga yang sekian lama dianggap selalu bersih. Hingga akhirnya KPK membuat
pernyataan tidak menemukan indikasi kerugian negara di situ. Para ahli hukum
pun terbelah dalam menyikapi perbedaan perspektif antara KPK dan BPK. Di titik
ini, ia telah selangkah lebih maju dalam memenangkan pertarungan informasi di
berbagai kanal media.
Di bulan puasa, dirinya terkesan lebih banyak
diam. Barangkali ia tahu kalau di bulan suuci itu, gairah religiusitas sedang
tinggi-tingginya, yang bisa mempersatukan banyak pihak. Ia memilih untuk tidak
berwacana, dan menahan diri selama bulan itu. Tapi seusai puasa, wacana tentang
dirinya kembali marak. Ia tampil ke hadapan media. Ia mendatangi ruang sidang,
lalu menjelaskan posisi politiknya. Jika dianalogikan sebagai pertandingan
sepakbola, ia mencetak banyak skor penting selama pertandingan wacana ini.
Seusai puasa, isu rekamasi ini semakin mencuat.
Kembali ia membiarkan semua debat publik berlangsung terbuka, yang telah berlarut-larut
itu sebelum akhirnya tampil ke depan dan menjawab semua tuduhan di persidangan
tipikor. Sepertinya, ia menunggu momen resmi untuk menyampaikan versi
kebenarannya.
Saya menduga, setelah isu reklamasi mendingin,
dan menyeret banyak pihak, akan ada lagi isu baru yang akan semakin memberi
panggung bagi kian berkibarnya namanya di media. Barangkali, perseteruan
dengan Rizal Rami akan semakin memanas (publik sudah tahu apa ending-nya). Atau barangkali perseteruan dengan
Jokowi. Kita tak bisa menebak apa yang terjadi. Yan pasti, akan ada isu atau
wacana yang akan terus meghangat lalu menempatkan dirinya di tengah pusaran
informas, dan kelak akan mencuatkan namanya ke permukaan. Kita tunggu saja.
***
JIKA dunia politik ibarat dunia yang penuh
pertempuran wacana, maka setiap politisi memerlukan seorang jenderal lapangan
yang bisa mengendalikan semua arus informasi, sekaligus menggempur lawan dengan
berbagai informasi tersebut. Para “jenderal” ini membangun benteng informasi
yang mengolah semua data lalu meng-counter
semua isu. Jika diperlukan, mereka sesekali melempar wacana tentang politisi
atau partai lain. Dalam ranah akademis, mereka kerap disebut Spin Doctor.
Dahulu, Spin Doctor hanya menjelajah semua
media massa, memiliki jejaring dan klik untuk mengatur wacana. Kini, arenanya
menjadi lebih lebar dan lebih menantang. Mereka beroperasi di media sosial yang
amat luas dan tak bertepi, mengatur ritme kapan mengalihkan informasi, menata
saat tepat untuk menyetel pencitraan seseorang, sembari mengumpulkan data dan
fakta kalau-kalau ada serangan dari pihak lain. Belakangan ini, semua Spin
Doctor memiliki sehimpunan arsenal persenjataan yang setiap saat bisa
menggempur media sosial dan media massa.
Dalam hal Ahok, para Spin Doctor itu muncul
dalam berbagai isu tentang dirinya, menggiring wcaana, lalu mengatur ritme
wacana itu. Yang menarik, para Spin Doctor itu tidak bekerja di kanal-kanal resmi
media sosial yang dikelola Ahok dan timnya. Para Spin Doctor menggunakan banyak
kanal warga biasa yang secara kontinyu membentuk citra Ahok.
Cara kerjanya adalah gempur semua media dengan
berbagai informasi. Gunakan para seleb fasebuk dan twitter, yang dengan mudah
dikenali, lalu jejali publik media sosial dengan berbagai informasi.
Keberhasilan kerja Spin Doctor akan muncul dari hadirnya trending topic atau
saat satu postingan menjadi wacana publik. Kegagalannya dilihat saat informasi
menjadi negatif, saat publik melihatnya tidak dengan kacamata positif.
Informasi terus dihadirkan serupa hujan
Dilihat dari sisi akademik, wacana Ahok di
media sosial itu selalu saja menarik untuk diamati. Sebagai orang yang belajar
Ilmu Komunikasi, saya bisa menyaksikan bagaimana wacana politik bekerja,
bagaimana politik dikendalikan melalui wacana, bagaimana upaya mempersuasi,
mempromosikan, atau malah membuat citra negatif tentang seorang aktor. Saya
bisa menyaksikan bagaimana kerja seorang Spin Doctor dalam mengendalikan
informasi.
Terminologi Spin
Doctor mengacu pada bagaimana mengelola media (media management technique) di mana seorang pewarta media dianggap
bisa menghalangi reportase yang obyektif dan transparan terhadap informasi yang
ada. Seorang Spin Doctor adalah
sesorang yang menempatkan informasi secara spin
(berputar) untuk mempengaruhi opini publik dengan cara membiaskan informasi
yang ditujukan untuk menaikkan citra seseorang, atau menjatuhkan citra orang
lain.
Dalam satu riset, saya temukan kepingan
informasi bahwa karakteristik spin adalah
pertukaran atau perebutan antara informasi yang ada dengan publisitas. Istilah spin ini tidak muncul dari akademisi,
melainkan berasal dari olahraga yakni permainan baseball dan cricket, di
mana pelempar bola (pitcher) melempar bola ke arah penerima bola dengan teknik
tertentu. Seringkali, bola itu dilempar dengan cara diplintir (spin) hingga arah
bola berubah. Di sinilah awal munculnya istlah spin itu.
Meskipun istilah ini kurang akademis, istilah
ini tetap digunakan untuk menggambarkan bagaimana New York Times melakukan rekayasa pemberitaan saat pemilihan
Presiden Amerika Serikat pada tahun 1984. Sejak saat itulah, istilah ini
digunakan untuk menyebut para Spin Doctor atau konsultan media management dalam
mengendalikan agenda media. Kerja-kerja para Spin Doctor adalah ‘moulding the image’ atau merancang
serangkaian kata-kata untuk didengar dan dilihat.
Para politisi hebat memerlukan seorang Spin
Doctor untuk mengolah semua informasi. Di lapangan, namanya bisa berbeda-beda.
Ada yang menyebutnya tim citra, konsultan poitik, tim media, ataupun tim
sukses. Kerjanya pun bisa berbeda-beda, tetapi semuanya mengarah pada upaya
menampilkan citra terbaik di hadapan publik, melalui media massa dan media
sosial. Posisinya di tengah-tengah antara kandidat atau politisi dan media massa
serta media sosial.
Sayangnya, kerja-kerja tim media dan konsultan
politik di tanah air lebih ke arah kerja-kerja yang sifatnya jangka pendek
yakni spin dan counter spin. Kerja mereka adalah mengarahkan informasi yang
sifatnya positif, serta bagaimana mengatasi informasi negatif. Saya nyaris
belum menemukan satu tim Spin Doctor
yang bekerja secara sistematis dengan target-target angka menengah dan jangka
panjang. Padahal, kerja-kerja seperti ini mudah dilakukan, hanya saja
membutuhkan kesabaran dan ketelatenan tinggi.
Seminggu silam, seorang kawan menunjukkan
software pengolah data kualitatif terbaru. Ia menunjukkan bahwa semua informasi
dengan mudahnya bisa dipetakan. Kita bisa mengetahui bagaimana informasi itu
bermula, selanjutnya seperti apa informasi itu berkembang hingga akhirnya
seperti apa akhir dari pergerakan informasi itu.
***
SEORANG ahli psikoanalisis pernah mengatakan
bahwa persepsi tentang diri seseorang dibentuk dari himpunan informasi mengenai
orang tersebut. Dalam dunia politik, citra seorang politisi terkait erat dengan
sejauh mana informasi tentang orang tersebut yang dikonstruksi oleh media dan
berbagai kanal komunikasi lainnya.
Dalam hal Ahok kita bisa belajar bagaimana
mengelola informasi lalu mengemasnya menjadi kekuatan. Memang, ia kerap juga
dihajar media besar seperti Tempo dalam banyak kasus. Yang menarik, para warga
melakukan investigasi sendiri, menelusuri berbagai dugaan, lalu mengeluarkan
argumentasi yang bisa mendiskreditkan media itu. Pelajaran yang bisa dipetik, di
era sekarang, semua orang bisa menggugat citra media, kemudian membangun
sendiri citra yang diinginkannya dengan kerja-kerja Spin Doctor.
Terkait Ahok, kita bisa membuat beberapa
catatan.
Pertama, nampaknya Ahok memiliki tim analis
media yang canggih. Dirinya bisa memetakan wacana apa yang harus ditampilkan ke
publik, dan mana saja yang harus diabaikan begitu saja. Hampir setiap hari,
kita menyaksikan berbagai wacana tentang dirinya, yang selanjutnya publik akan
membandingkan dengan apa-apa saja yang telah dilakukannya. Banyaknya wacana itu
adalah pra-kondisi untuk terus memunculkan namanya hingga pilkada DKI Jakarta
dimulai.
Kedua, desain besar untuk mengendalikan informasi
tentang Ahok itu justru menjadi bumerang bagi semua elite politik dan
lawan-lawannya. Mereka sibuk berdebat, dan lupa satu hal penting bahwa untuk
mengalahkan Ahok harusnya dilakukan melalui langkah-langkah substantif yang
bisa memikat hati publik. Berwacana tak selalu efektif dalam politik.
Orang-orang ingin melihat sesuatu yang lebih nyata. Itu yang tak banyak
terlihat.
Ketiga, Spin
Doctor yang selama ini menopang Ahok tidak menggunakan akun resmi Ahok.
Mereka tersebar di banyak akun, memiliki jejaring media sosial sendiri, yang
suatu saat bisa digunakan untuk mengendalikan informasi. Kerja-kerja mereka
cukup teorganisir dengan baik, bisa dilihat dari ritme atau fluktuasi informasi
yang cukup terkendali. Kerja mereka cukup sistematis dan menggunakan smeua
kanal media.
Keempat, dunia politik kita serupa panggung
media sosial yang riuh dan ramai. Wacana yang ramai ini hanya bertujuan untuk
sejenak membuat publik melupakan substansi dari perdebatan itu sendiri. Para
politisi menggunakan Spin Doctor untuk mengendalikan arus informasi ke arah
substansi pemberitaan yang positif untuk client-nya. Pada titik ini politik
serupa pasar yang di dalamnya ada penawaran dan penjualan, lalu suara-suara
pengiklan yang memberi bujuk rayu. Bahkan di situ ada suara yang isinya mendiskreditkan
produk lain di pasar yang sama.
Keempat, pelajaran besar bagi semua gerakan
sosial adalah bagaimana mendorong satu isu menyangkut publik menjadi wacana
luas yang tersebar di banyak orang. Hanya dengan cara menemukan saluran yang
tepat, agenda publik akan lebih bergema sehingga akan begaung dan membawa
dampak berupa tekanan atas kebijakan publik. Pola-pola yang digunakan para Spin Doctor bisa diterapkan untuk menjadikan satu isu sebagai wacana publik, yang diharapkan bisa mengubah kebijakan publik.
Kelima, fenomena Spin Doctor ini bisa menjadi positif
ketika informasi didudukkan sesuai proporsinya, namun bisa menjadi negatif tatkala
publik diposisikan sebagai penonton yang dikendalikan apa yang hendak ditonton
serta ditentukan dengan cerdik apa yang kesan yang ada di benak mereka. Pada
titik tertentu, yang terjadi adalah pencitraan yang tak membawa maslahat apapun
bagi publik.
Nah, terkait wacana Ahok, kita menyimpan banyak
catatan.
Bogor, 26 Juli 2016
BACA JUGA: