Membingkai Ide yang Berserak Catatan yang Menolak Lupa

Creator.Inc


Buku Creator. Inc ini cocok dibaca saat sedang santai sambil menyeruput kopi di sore hari. Isinya tentang mereka yang kekinian, mereka yang hidup dari hobinya. Di antara mereka ada penulis, pembuat animasi, blogger, fotografer, jasa EO, pengembang start-up, marketer, konsultan, hingga video editor.

Saya suka membaca kisah-kisah mereka yang mengaku sebagai independent worker atau mereka yang tidak punya bos, namun punya relasi dan network kuat hingga bisa hidup nyaman di situ.

Di abad ini, definisi bekerja dan berkantor memang sudah lama bergeser. Kantor bisa di mana saja. Bisa di co-working space. Bisa pula di warung kopi. Malah, aktivitas kantor bisa dilakukan sembari camping di satu bukit. Saat menikmati pemandangan, bisa memandang laptop dan menyelesaikan pekerjaan.

Buku ini membagi tiga tahapan yang harus dilalui mereka yang ingin berkarier di dunia kreatif. Pertama, merintis jalan dan tapaki. Kedua, tunjukkan karyamu. Ketiga dari kreator menjadi perusahaan.

Jujurly, tahapan pertama dan kedua yang dianjurkan buku ini sudah pernah saya lalui. Pernah ada masa di mana saya belajar menulis banyak hal, lalu rajin membagikan catatan itu ke mana-mana. 

Beberapa tulisan mengena di hati banyak orang, sehingga berujung pada silaturahmi, pertemuan-pertemuan, lalu berbuah kesepakatan bisnis. Selama belasan tahun, saya hidup dari kemampuan menulis, juga kemampuan membual, di antaranya adalah les piano dan melatih kucing.

Makanya, saya tak pernah khawatir kehilangan pekerjaan. Sebab jejaring dan pertemanan sudah terbentuk. Brand juga sudah kuat. Tinggal merawat jaringan dan terus produktif.

Satu hal yang belum saya jalankan dari buku yakni tahapan ketiga, bagaimana melakukan transformasi dari kreator menjadi perusahaan. Bagaimanapun juga, seseorang harus pindah ke tahapan bagaimana membuat sistem, mencari rekan sevisi, lalu perlahan menambah cashflow.

Buku ini memberi penjelasan menarik. Mendesain, menulis, memotret, membuat program, bikin aplikasi, ataupun merekam dengan kamera merupakan keterampilan teknis, yang merupakan fundasi dari produk atau jasa seorang kreator. 

Namun, kita dituntut untuk mengembangkan keterampilan bisnis, membangun brand, relationship, networking, mengelola sumber daya manusia, menetapkan harga, dan menyusun strategi pasar.

Untuk soal ini, saya mesti belajar banyak. Pernah, saya punya staf yang berprofesi sebagai fotografer. Saat dia menggarap proyek memotret di luar kantor, dia sering dibayar murah. Rupanya, banyak orang di luar sana yang menganggap kerja kreatif adalah kerja gratisan. 

“Kan cuma motret2, kok harus dibayar mahal?” katanya menirukan ucapan seorang klien.

“Itu sih masih mending. Saya pernah dibayar 3 M,” kataku.

“Apaan tuh?”

“3M itu adalah singkatan dari Makasih, Makasih, dan Makasih.”

“Sambarang kau,” logat Makassar-nya keluar.


Selamat Jalan Nirwan Ahmad Arsuka


Serasa baru kemarin saya terkesima membaca catatanmu di Kompas berjudul Bumi Langit Karaeng Pattingalloang. Selanjutnya saya membaca dan mengoleksi esaimu, yang kemudian jadi bahan penting untuk menyusun buku berjudul Semesta Manusia.

Di mata saya, dirimu adalah pembaca dan penulis yang tekun. Sebagaimana halnya gurumu Goenawan Mohammad, tulisanmu menjadi peta jalan untuk berjumpa dengan para filsuf, ilmuwan, sastrawan, dan para penyair. Tulisanmu mendekatkan semua orang dengan Stephen Hawking, Galileo, Amartya Sen, hingga Colliq PujiE, penyalin kitab sastra La Galigo yang masyhur.

Tulisanmu serupa gelora di mana kata-kata saling bertaut lalu menjadi pedang yang menorehkan jejak di hati anak bangsa. 

Dirimu tak sekadar penulis, tapi juga aktivis yang memantik ide cemerlang agar buku-buku tidak hanya beredar di kota, tetapi mengalir hingga pelosok-pelosok. Dirimu membuat Pustaka Bergerak, satu gerakan sosial yang menggerakkan literasi hingga titik terjauh tanah air. 

Berkat kata, pengetahuan hadir di relung terjauh anak bangsa, menemukan potensi terbaik anak bangsa, serta memberi cerah dan terang bagi bangsa kita yang tanpa buku akan selalu berada di alam kegelapan.

Selamat jalan senior, sahabat, guru, dan teman diskusi. Ada rasa sesal karena hanya sekali mengabadikan pertemuan kita di Jakarta. Padahal kita beberapa kali jumpa. Innalillahi.



Buku Terbaru Yuval Noah Harari


Di akhir pekan, saya membaca buku Unstoppable Us: How Humans Took Over the World yang ditulis sejarawan Yuval Noah Harari di tahun 2022. Buku ini ditujukan untuk kanak-kanak, makanya dikemas menarik. Ada ilustrasi komik dan gambar-gambar untuk melengkapi narasi yang dituturkan dengan ringan.

Saya membelinya via kindle seharga 10 dollar atau sekitar 155 ribu rupiah. Lumayan murah dari versi cetak, yang harganya 22 dollar. Selain itu, kalau memesan versi cetak, entah berapa lama buku bisa tiba di tangan.

Bagi yang pernah membaca buku Harari, tentunya paham kalau buku ini tidak menawarkan kebaruan informasi. Semua topik yang dibahas, bisa dtemukan di buku Sapiens. 

Kekuatan buku ini adalah bisa menyederhanakan berbagai penjelasan tentang arkeologi, sejarah, dan geografi dalam bahasa yang mudah dipahami siapapun. Ide-ide dalam buku Sapiens tidak lagi secara eksklusif untuk orang dewasa, tapi juga dipahami anak-anak.

Saya pikir anak-anak perlu mendapatkan bacaan ilmiah, tapi mudah dipahami. Kita tak bisa lagi menjawab pertanyaan anak-anak hanya dengan menunjuk langit. Sedari dini, anak-anak sudah harus diperkenalkan dengan penalaran serta fakta-fakta ekologis.

Di buku ini, dia membahas hal-hal yang agak berat, misalnya bagaimana cerita-cerita telah menyatukan manusia dan membuat manusia bisa bekerja secara kolektif. Dia juga membahas spesies manusia lain, sebelum akhirnya bumi hanya dikuasai oleh spesies manusia sekarang.

Saya menemukan sosok Harari dalam buku ini serupa kakek yang mendongeng pada cucunya mengenai alam semesta. Dia mengajukan pertanyaan yang kemudian menjadi kemudi untuk berlayar di lautan argumentasi.

Saya kutipkan pertanyaan di bab awal. Dia mengatakan: “Kita manusia tidaklah sekuat singa. Kita tidak bisa berenang selincah dolphin, kita tidak punya sayap seperti elang. Lantas, bagaimana kita bisa menjadi makhluk yang memimpin planet ini? Jawabannya ada pada kisah paling aneh yang akan kamu dengar. Yuk, kita ikuti ceritanya.”

Nah, pertanyaan ini memancing rasa ingin tahu untuk masuk ke bab berikutnya yang berjudul “Humans are Animal,” “The Sapiens’Superpower”, How Our Ancestors Lived”, hingga “Where did All the Animals Go?”.

Bagian akhir dari buku ini menampilkan distopia. Manusia digambarkan sebagai makhluk paling kuat, sekaligus paling berbahaya. Kita telah menghancurkan separuh anggota animal kingdom. Kita telah menjajah seluruh daratan, lalu berperang dengan sesama. Kita perlahan menghancurkan bumi.

Semuanya berkat kemampuan nenek moyang dalam menciptakan cerita-cerita, yang menyebabkan kita bisa bekerja bersama dalam skala besar.

Tentunya, buku ini tidak setebal Sapiens. Tapi, pertanyaan-pertanyaan dalam buku ini bisa memandu anak-anak untuk menemukan jawabannya di buku selanjutnya. 

Seusai membaca keseluruhan bab, saya melihat Youtube. Rupanya, ada konten di mana Harari membahas buku ini di hadapan guru-guru sejarah, anak-anak, dan remaja. Mereka menanyakan hal-hal substantial, termasuk mengenai tantangan ekologi, kecerdasan buatan, hingga apa yangbharus dilakukan untuk menghadapi masa depan.

Saya rasa ini tontonan yang sangat edukaif. Di tanah air, kita amat jarang melihat ilmuwan dan penulis buku serius bisa menyederhanakan tulisannya mejadi renyah dan mudah dipahami kanak-kanak. 

Saya bayangkan sejarawan senior kita seperti Profesor Taufik Abdullah bercerita pada kanak-kanak tentang sejarah Indonesia dalam beberapa tahapan, mulai dari tahap purba, tahap terbentuknya etnik, lalu negara bangsa, hingga abad satelit.

Tapi saya juga bayangkan betapa sulitnya menjelaskan banyak peristiwa, mulai dari pemberontakan DI/TII, pemberontakan PKI, hingga berbagai kudeta dalam sejarah bangsa.

Lebih sulit lagi menjelaskan bagaimana ilmuwan sampai mengeluarkan kata dungu, juga makian “bajingan tolol” pada seorang pemimpin negara.

Sepertinya, ilmuwan kita lebih suka mengumpat, ketimbang menulis hal-hal bermakna bagi peradaban hari ini. Entahlah.



Siasat dan Jebakan TESLA untuk INDONESIA

Anwar Ibrahim, Elon Musk, dan Jokowi

Saat Tesla mengumumkan akan berinvestasi di Malaysia, banyak anak bangsa mencibir Jokowi dan Luhut yang telah jauh-jauh ke Amrik untuk melobi Elon Musk. Banyak orang memuji PM Malaysia Anwar Ibrahim yang sukses melobi, meski hanya via zoom selama 25 menit.

Padahal, di media sosial, netizen Malaysia malah menilai Indonesia maju selangkah di banding negaranya yang hanya dijadikan dealer. Belum lama ini, media Jepang, Asia Nikkei, membuka tabir apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana tarung lobi antara Jokowi versus Anwar Ibrahim, serta kegigihan Indonesia untuk membuat Tesla tunduk pada kepentingan bangsa.

Ada apakah?

*** 

DI Kuala Lumpur, Presiden Jokowi jumpa PM Anwar Ibrahim dalam suasana penuh kekeluargaan. Anwar menyebut Indonesia sebagai “Abang besar” yang kemudian banyak diprotes parlemen Malaysia. Anwar mengajak Jokowi untuk blusukan di Pasar Chow Kit.

Kedua kepala negara menandatangani perjanjian tapal batas, yang telah lama menjadi ganjalan diplomasi selama bertahun-tahun. Semuanya baik-baik saja hingga Jokowi meninggalkan negara itu. Saat itulah, Anwar mengumumkan kesepakatan dengan Tesla yang hendak menanamkan investasi ke Malaysia. 

Publik Indonesia terkejut. Sejak tahun 2020, Indonesia melobi Tesla, namun perusahaan itu memilih Malaysia. Tentu, Anwar tak salah apa-apa jika Tesla melirik negaranya. Sebagai kepala negara, dia mengutamakan kepentingan Malaysia. Dia tahu, Indonesia telah lebih dulu melobi, namun dalam bisnis, tak ada kawan abadi. 

BACA: Di Balik Rencana Tesla


Jokowi dan Anwar sama-sama punya ambisi besar untuk bangsanya. Jokowi berambisi untuk menjadikan Indonesia sebagai powerhouse produksi kendaraan listrik global. Bagi Jokowi, untuk mencapai visi Indonesia emas 2045, Indonesia harus memaksimalkan sumber daya alam dengan cara mengolahnya dulu sebelum dijual ke bangsa lain. Dia menyebutnya hilirisasi.

Anwar pun setali tiga uang. Bisa mendatangkan Tesla masuk Malaysia adalah prestasi besar yang akan mendapat publikasi luas berbagai media. Ini memberinya keuntungan pada pemilihan penting di enam negara bagian Malaysia pada 12 Agustus 2023. Dia ingin membungkam kalangan oposisi dengan memberi banyak bukti pelaburan (investasi) masuk negara itu, sesuatu yang dulu dikritik keras Najib Razak di era Muhyiddin Yasin dan Ismail Sabri.

Saat Jokowi dikritik banyak pihak di dalam negeri karena dianggap gagal melobi, Anwar pun juga mendapat kritik dari netizen Malaysia. Banyak netizen negeri itu yang mempertanyakan kesepakatan dengan Tesla. Pengumumannya demikian heboh, padahal yang dibangun hanya dealer dan pusat penjualan mobil. 

Ada yang mengatakan, Indonesia tidak dilirik karena memiliki nilai buruk dalam aspek tata kelola sosial lingkungan (ESG), yakni seperangkat standar yang digunakan oleh perusahaan untuk menyaring potensi investasi. Masih banyak isu yang belum cukup dipatuhi Indonesia, terutama aspek ESG di sektor pertambangan nikel.

Laporan Nikkei

Dalam banyak kesempatan, pemerintah Indonesia tidak pernah terang-terangan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Baik Jokowi maupun Luhut, atas nama pemerintah Indonesia, mematuhi kesepakatan Non Disclosure Agreement (NDA) untuk tidak membuka apa saja syarat dan kondisi dalam bisnis kedua belah pihak.

Namun keduanya telah memberikan isyarat kalau pihak perusahaan asing terlalu banyak menuntut. Perusahaan asing hanya datang berbisnis, cari untuk bagi diri sendiri, tanpa memberi nilai tambah bagi negeri pemilik sumber daya alam. Mereka ingin untung sepihak. Jokowi dan Luhut tidak merinci siapa yang dimaksud.

Hingga akhirnya media Jepang, Asian Nikkei, mengeluarkan artikel mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Dalam publikasi berjudul Tesla's move into Malaysia should be a wake-up call for Indonesia, kolumnis A. Lin Neumann, membuka berbagai hal yang selama ini menjadi misteri.

Media itu mencatat, sangat sedikit yang diketahui publik tentang apa yang dicari Tesla dari Jakarta atau apa yang ditawarkan Indonesia, tetapi dari garis besar kesepakatan Malaysia, apa yang diinginkan pembuat mobil tampaknya cukup mudah.


Di Malaysia, Elon Musk mendapat jaminan bahwa Tesla tidak perlu berbagi keuntungan dengan mitra lokal. Dengan impor bebas tarif, Tesla mulai menjual mobilnya bulan lalu di Malaysia dengan harga di bawah $50.000 -- atau sekitar seperempat harga eceran di Singapura atau Indonesia.

Seorang netizen di Malaysia mengkritik investasi Tesla dalam beberapa poin. Di antaranya adalah: (1) Membenarkan 100% pemilikan asing, (2)  Tidak perlu ada rakan niaga tempatan termasuk dealer dengan orang tempatan, (3) Tiada apa-apa agenda bumiputera, (4) Tiada keperluan ada apa-apa kandungan tempatan, (5) pengecualian 100% cukai import, cukai eksais dan cukai jualan kereta yang kesemuanya diimport dari kilang Tesla di Shanghai.

Bagi otoritas Malaysia, menggratiskan Tesla untuk segala hal gak rugi-rugi amat. Sebab kehadiran brand besar ibarat membuka katup untuk masuknya brand-brand besar lainnya. Setelah Tesla, negeri jiran itu mengincar Amazon, Google, lalu Apple. Ibarat dagang, gratis satu, tapi dua berbayar.

Namun kritik tetap saja mencuat. Netizen lain menyebut Indonesia maju selangkah sebab tidak mengincar dealer, tetapi pabrik. Indonesia ingin Tesla membangun pabrik mobil, agar bisa lebih banyak menyerap tenaga kerja, menggerakkan ekonomi, serta bisa jadi sentrum untuk memasarkan mobil ke wilayah lain di Asia, khususnya Asean.

Indonesia juga menuntut agar Tesla bermitra dengan pengusaha lokal sehingga keuntungan bisa diraup bersama. Kedua belah pihak bisa sama-sama untung, yang diharapkan bisa menggerakkan ekonomi lokal. Di Asean, Indonesia dan Vietnam adalah negeri yang selalu mendesak perlunya pengusaha asing bermitra dengan pengusaha lokal.

Selain itu, Indonesia juga mengenakan tarif impor 50% pada mobil listrik untuk mendorong investasi manufaktur lokal. Beberapa perusahaan mengharapkan Jakarta untuk menawarkan pembebasan pajak, seperti yang telah dilakukan Malaysia untuk Tesla. Tetapi Indonesia sangat terikat dengan banyak aturan yang menghargai kepentingan lokal dan mempersulit kesepakatan dengan investor. 

Asian Nikkei menilai, kesepakatan Tesla dengan Malaysia menjadi semacam kritik bagi Indonesia yang selalu mendesak perlunya kerja sama dengan mitra lokal di banyak aspek, termasuk produk obat-obatan hingga ponsel. Indonesia diharapkan bisa mengubah beberapa aturan yang mengharuskan perusahaan asing bermitra dengan pengusaha lokal.

BACA: Fantasi Elon Musk


Namun jika di lihat dari kepentingan dalam negeri, Indonesia maju selangkah dari Malaysia. Adalah hal yang wajar jika pemerintah mengharuskan kebijakan ‘local content.’ Selama sekian lama, Indonesia tidak mendapat manfaat dari kekayaan sumber daya alamnya. 

Saatnya Indonesia berdaulat dan menentukan aturan main dalam hal ekspor sumber daya alam. Dunia harus mengikuti aturan di Indonesia jika ingin akses ke pasarnya yang berkekuatan 270 juta, terbesar di Asia Tenggara.

Siasat Bisnis

Saya menduga kuat, ini adalah permainan bisnis. Tesla selama ini dikenal sebagai zero budget dalam hal marketing. Perusahaan ini bisa menjadi salah satu perusahan terkaya, tanpa biaya marketing. Perusahaan ini sering membuat peristiwa atau drama yang membuat publik membicarakannya.

Bisa jadi, Malaysia hanyalah sasaran antara bagi Tesla untuk menundukkan Indonesia dalam kesepakatan bisnis. Perusahaan asal Amerika itu ingin membuat Indonesia terpojok, setelah itu menemui Elon Musk untuk memperbaharui kesepakatan bisnis. Siasat itu hampir berhasil sebab Menteri Luhut lalu mengontak Elon Musk untuk membicarakan kembali niat investasi Tesla.

Namun, bangsa ini tak perlu panik. Di peringkat global, Tesla bersaing ketat dengan beberapa brand asal Cina. Tahun lalu, Tesla malah kalah dari mobil listrik BYD asal Cina. Perlahan, beberapa merk asal Cina mulai menguasai penjualan mobil listrik. Elon Musk sendiri mengakui kalau Cina punya ekosistem mobil listrik yang mengalahkan Tesla.

Elon Musk

Saat ini, para pesaing Tesla itu sudah masuk Indonesia. Selain Hyundai dan Wuling yang sudah membuat pabrik, dalam waktu dekat raksasa mobil listrik BYD juga akan masuk pasar Indonesia. Kesemua brand ini bersedia mengikuti aturan pemerintah, dan memberi nilai tambah bagi bangsa.

Tak hanya itu, industri baterai kita mendapatkan investasi senilai US$ 15 miliar atau sekitar Rp 225 triliun (kurs Rp 15.000) hasil kerja sama PT Industri Battery Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) dengan perusahaan China, PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) dan LG Energy Solution asal Korea Selatan (Korsel).

Malaysia menang selangkah. Namun ini belum final. Belum ada pemenang antara Jokowi dan Anwar Ibrahim. 

Pertarungan selanjutnya adalah memperebutkan investasi pabrik mobil listrik. Indonesia masih punya peluang besar sebab memiliki semua sumber daya yang dibutuhkan. Indonesia punya sumber daya dan posisi tawar yang tinggi.  

Kalaupun negosiasi itu gagal, Indonesia harus berani tinggalkan Tesla. Jika kita mampu, mari kita kelola sendiri agar bisa memberi manfaat besar bagi semua anak bangsa, sebagaimana dicatat dalam konstitusi: “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah milik negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Indonesia.”



Duel MEGAWATI versus JOKOWI

Prabowo dan para pendukungnya di Museum Proklamasi

TAK ada yang berubah dari pria itu. Prabowo Subianto masih dengan baju yang sama dikenakannya tahun 2009, tahun 2014, juga tahun 2019, saat menyatakan maju di palagan pemilihan presiden. 

Dia juga masih berhadapan dengan mikrofon klasik, yang dulu digunakan Bung Karno saat berpidato. Suaranya pun masih mengguntur, meskipun mulai serak karena dekapan usia. 

Minggu, 13 Agustus 2023, dia menerima pernyataan dukungan sebagai calon presiden dari Partai Golkar dan PAN. Kini, dia menjadi dirigen dari koalisi besar bersama dua partai lainnya, yakni Gerindra dan PKB.

Di media sosial Twitter, seorang relawan Ganjar langsung menulis cuitan kalau situasi kemarin mengingatkannya pada situasi tahun 2014, saat Jokowi-Kalla dikepung koalisi besar. Saat itu, Jokowi menang pilpres. Partai di koalisi besar itu perlahan memilih bergabung dengan pemerintah.

Relawan itu lupa, kalau situasi hari ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi di tahun 2014. Kali ini, Prabowo lebih full power. Bukan karena dukungan koalisi besar, tetapi dukungan dari Presiden Jokowi, sosok yang dahulu mengalahkannya.

Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi ikut hadir sewaktu partainya mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Dalam banyak kesempatan, Jokowi selalu hadir dalam momen partai bersama Ganjar.

Namun publik melihat kalau dia mengerahkan infrastruktur politik yang bergabung ke pemerintah untuk mendukung Prabowo. Di tambah lagi, Prabowo menyebut nama Jokowi saat menerima pernyataan dukungan dari PAN dan PKB. 

”Kita di sini juga tidak malu-malu mengatakan bahwa kita adalah bagian dari tim pemerintahan yang dipimpin oleh Bapak Joko Widodo. Kita bagian daripada Tim Jokowi yang harus kita berani mengatakan berhasil dalam membawa bangsa dan negara ini sampai sekarang,” kata Prabowo. 

Di atas kertas, orang hanya melihat pilpres ini sebagai pertarungan antara koalisi pemerintah, dalam hal ini Ganjar dan Prabowo, versus Anies Baswedan sebagai figur dari koalisi perubahan.

Namun, pertarungan sesungguhnya adalah Jokowi versus Megawati. Keduanya adalah king maker yang sedang mengarahan bidak catur untuk memenangkan calon yang diusungnya.

Betul, Jokowi lahir dari rahim PDIP dan berhasil menang pilpres berkat dukungan partai banteng. Namun suara yang diraupnya berasal dari banyak kalangan, bukan hanya partai banteng. Kekuatan Jokowi adalah memiliki barisan relawan yang kuat dan mulitan sehingga bisa membawa dirinya di titik sekarang. 

Peristiwa kemarin ibarat menabuh genderang pilpres sekaligus penanda dari kian berjaraknya hubungan antara Jokowi dan Megawati. Dalam berbagai forum, keduanya terlihat akur. Megawati selalu dominan, hingga dengan entengnya menyebut Jokowi sebagai petugas partai. 

Prabowo Subianto

Namun situasi pilpres 2024 memperlihatkan sisi lain dari Presiden Jokowi. Saya menduga, Jokowi membelah kekuatannya menjadi dua. 

Satu bagian dirinya adalah petugas partai yang tunduk pada semua keputusan partai, termasuk dalam mencalonkan presiden. Satunya lagi, Jokowi sebagai king maker yang ingin memastikan para kontestan yang bertarung di Pemilu 2024 adalah all jokowi’s man. 

Jokowi ingin memastikan siapapun yang menang akan melanjutkan program dan agenda pembangunannya. Dia ingin legacy-nya sebagai pemimpin tetap berjalan sehingga Indonesia bisa menggapai banyak kemajuan yang diidam-idamkannya. 

Dengan mengamati berbagai peristiwa politik, terlihat jelas Jokowi ingin perlahan keluar dari bayang-bayang Mega. Setelah lengser, dia ingin tetap signifikan dalan percaturan politik di tanah air. Itu bisa terjadi jika dirinya memiliki parpol yang bisa dia kendalikan, bisa mendukung agenda-agenda politik dinastinya, serta bisa memastikan agenda-agenda pembangunannya akan berjalan.

Jokowi berbeda dengan presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono, yang ketika lengser masih memiliki partai yang cukup besar sehingga perannya tetap signifikan dalam percaturan politik nasional. Di PDIP, Jokowi bukanlah pengendali. 

Di semua acara PDIP, bintangnya adalah Mega, sementara Jokowi hanyalah tamu yang tak punya kuasa menentukan apapun, termasuk dukungan pada Ganjar. Dia tunduk patuh dan tegak lurus pada semua kebijakan Megawati. Untuk berkomunikasi dengan Ganjar, dia harus melalui Megawati sebagai pemilik partai.

Di saat bersamaan, Prabowo Subianto menawarkan kesetiaan serta tegak lurus pada Jokowi. Untuk berkomunikasi dengan Prabowo, Jokowi tak perlu melalui figur lain. Dia bisa saja setiap saat memanggil Prabowo. Di kalangan lingkar inti Jokowi, Prabowo adalah sosok yang bisa dipegang kata-katanya. Dia bukan politisi yang gampang berubah. 

Prabowo menawarkan kemewahan yang tak diterima Jokowi di partai asalnya. Bahkan jika Prabowo melenggang sebagai presiden, Jokowi bisa menguasai Gerindra. Situasi Gerindra juga sedang tidak baik-baik saja. Jika suatu saat Prabowo meninggalkan partai itu, maka dipastikan akan terjadi konflik antara klan Djojohadikusumo melawan figur baru yang mencuat, misalnya Dasco. Jokowi bisa menjadi pengendali yang menjadi titik simpul pertemuan semua kelompok.

Namun, kita juga bisa melihatnya dari sisi lain. Jika politik kita adalah drama dan para politisi adalah aktor yang sedang memainkan perannya masing-masing, maka kita bisa menafsir kalau Jokowi memainkan politik dua kaki untuk meloloskan kedua figur yang mendukungnya.

Saya menduga, Jokowi menerapkan strategi politik dua kaki agar Prabowo dan Ganjar lolos di putaran pertama dan berhadapan langsung di putaran kedua. Selama berbulan-bulan, berbagai jajak pendapat yang kredibel menunjukkan bahwa tidak satu pun dari tiga kandidat utama—Prabowo, Ganjar, atau Anies—akan menjadi pesaing dominan yang menyapu lebih dari 50 persen suara nasional. 

Dengan menggembar-gemborkan Ganjar dan Prabowo sebagai calon penerus, Jokowi mungkin berharap keduanya akan dengan mudah melaju ke putaran kedua. Anies Baswedan, yang mencalonkan diri sebagai kandidat perubahan dan kurang disukai Jokowi, diperkirakan akan kalah dalam pertarungan tiga arah.

Mengingat popularitasnya, dukungan Jokowi terhadap Ganjar atau Prabowo tentu akan memengaruhi hasil pilpres 2024. Dua lembaga survei terkemuka, LSI dan SMRC, baru-baru ini melaporkan penerimaan publik terhadap Jokowi telah mencapai 82 persen. 

Dengan strategi dua kaki itu, Ganjar dan Prabowo sama-sama lolos di putaran kedua. Namun peluang terbesar untuk menang tentunya ada di tangan Prabowo. Sebab pemilih Anies akan bedol desa mendukung Prabowo.

Jika kader partai banteng kalah di pilpres, Jokowi akan tetap signifikan dalam politik Indonesia. Namun dia akan dicap sebagai kader yang tidak setia, membangkang, juga dianggap ‘Malin Kundang’ yang dibahas dalam berbagai perbincangan di partai itu.

Entah, takdir mana yang dipilihnya.



Bisnis Media


Beberapa hari lalu, saya menerima audiensi dari stasiun televisi CNN Indonesia. Mereka datang dengan formasi lengkap. Ada Managing Editor atau Redaktur Pelaksana, Manager Marketing, dan seorang marketing cantik yang tatapannya -entah kenapa- bikin saya deg-degan.

Mereka presentasi tentang aset digital dan keunggulan medianya. Mereka berharap kami bisa saling berjejaring, dan siapa tahu ada hal yang bisa dikerjasamakan. Mereka pikir saya punya relasi bagus dengan politisi, juga sedang ‘memegang’ calon presiden. Padahal aslinya sih cuma pelatih kucing.

Saya menggunakan momen ini untuk belajar banyak dari mereka, khususnya mengenai media siber. Kata mereka, media-media siber punya dua jenis pendapatan. 

Pertama, dari iklan programatik. Media biasanya punya talenta digital yang mumpuni untuk memonetasi konten, melakukan bidding, menemukan ceruk pasar, dan mencari cuan di ekosistem digital. Mereka mengubah traffic, melakukan pertukaran leverage di antara sub domain, dan berbagi pendapatan di ruang digital.

Kedua, pendapatan door to door ke pemerintahan. Tim pemasar membangun link dengan pemerintahan, mulai dari kementerian, lembaga, badan, polisi, hingga TNI. Mereka mengincar proyek jangka panjang yang bisa menjaga napas media. Biasanya sih proyek penunjukkan langsung.

Kata mereka, hampir semua media-media besar di Jakarta hidup dari jaringan dengan kementerian dan lembaga pemerintah. Kue iklan programatik makin berkurang karena penetrasi platform digital seperti Google dan Facebook yang kian massif. 

Media-media berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada platform digital. Sebab dalam mata rantai digital, media tak punya kuasa. Media tunduk pada pemilik platform. Jangan salahkan media yang clickbait, sebab itu tuntutan platform digital. 

Platform digital jadi semacam middle man atau perantara, bisa juga disebut calo, yang memasarkan berita media ke para netizen. Nah, media-media tidak punya akses untuk mengetahui bagaimana cara kerja platform digital dalam distribusi konten. Media hanya terima laporan, yang entah sejauh mana akurasinya masih diperdebatkan.

Upaya membangun jejaring dengan kementerian dan berbagai lembaga ini tidak mudah. Kalau Anda bukan media yang sangat terkenal, Anda harus punya orang dalam. Minimal orang yang bisa menghubungkan dengan berbagai pengambil kebijakan. Anda juga harus punya portofolio yang menunjukkan keahlian serta produk-produk apa yang bisa dijual.

Strategi marketing juga terus berkembang. Sebab yang dijual bukan lagi iklan baris. Biasanya, tim marketing melakukan audiens, lalu menyerap apa yang diinginkan calon klien, setelah itu mulai merancang proposal bisnis. Jadi bukan datang menawarkan sesuatu, tapi berdiskusi mendalam demi menemukan apa yang diharapkan klien.

Pantasan, tim CNN yang saya hadapi ini punya kecerdasan di atas rata-rata. Harus punya visi kuat dan tahu apa yang dibutuhkan klien. Tak sekadar cantik, tapi juga paham trend dan berbagai isu sehingga diskusi bisa mengalir. Di situ, mereka mencari titik temu untuk menawarkan peluang bisnis.

Media-media seperti Kompas Gramedia berinvestasi besar pada sumber daya manusia. Bagi Kompas, SDM adalah aset penting. Pasukan media harus smart sebab yang dijual adalah gagasan. 

“Gimana Bang? Apa kita bisa deal?” tanya salah seorang dari tim CNN di hadapan saya.

“Hmm. Gimana yaa?” jawabku.

Tiba-tiba marketing cantik itu merespon,” Kalau kita deal, saya akan sering ke sini untuk diskusi dengan Abang. Kita juga bisa ketemu di kafe atau tempat lain,” katanya sembari menatap lurus.

OMyGod. Saya tidak kuat dengan tatapan itu. Sepertinya saya hampir masuk perangkap.