|
saat Dumbledore (dalam serial Harry Potter) menarik ingatannya untuk disimpan dalam pensieve |
SEORANG sahabat mengirim pesan yang besisi
pertanyaan bagaimana kiat memenangkan lomba menulis blog. Sahabat itu tahu
kalau beberapa tulisan saya sering memenangkan lomba menulis di skala nasional.
Ia merasa penasaran. Dipikirnya saya menulis berdasarkan pola-pola atau panduan
tertentu.
Padahal, saya hanya menulis berdasarkan
kesenangan saja. Kalaupun menang, maka itu hanyalah efek samping dari hobi
menulis hal-hal tidak penting. Kepadanya saya menjelaskan bahwa menulis buat
saya adalah sebuah kanal untuk melepaskan gagasan yang bertumpuk di kepala.
Menulis bagi saya adalah cara untuk mengingat sesuatu agar tidak lupa.
Bagi saya, menulis serupa dengan proses
ketika Prof Albus Dumbledore, dalam serial Harry Potter, mengeluarkan benang-benang
ingatan, yang kemudian disimpan dalam baskom bernama pensieve. Kata Dumbledore,
pensieve menyimpan pengalaman dan rekaman-rekaman kejadian. Ketika ia hendak
mengingat, maka ia akan melihat pensieve. Demikian pula ketika ia sedih, maka
ia akan mencari hal-hal bahagia dalam pensieve yang kemudian mengobati segala
sedihnya. Indah khan?
Sayangnya, sahabat itu tak mau menerima
penjelasan saya. Ia tetap memaksa untuk menjelaskan kiat-kiat itu. Baiklah.
Saya akan coba menuliskan beberapa strategi demi menulis yang bagus, setidaknya
dalam pahaman saya. Kalaupun tulisan itu menang lomba, maka itu hanyalah efek
samping atau dampak lain dari aktivitas menulis ebagai proses pendewasaan dan
pematangan diri.
Mulailah dari Ide
Hal paling penting dalam dunia kepenulisan
adalah ide atau gagasan. Ide ibarat ruh yang menjadikan satu tulisan bisa
bertenaga, bergerak, dan berpengaruh. Tanpa ide yang kuat, maka satu tulisan
akan kehilangan tenaga. Ide adalah langkah pertama dalam perjalanan menulis.
Penulis-penulis hebat selalu memulai
dengan ide-ide yang berputar-puar di kepala, kemudian mencari ruangnya untuk
dituliskan. Penulis JK Rowling, mendapat ide untuk menulis Harry Potter ketika
sedang dalam perjalanan dengan kereta api. Tiba-tiba saja, imajinasinya menemukan
gagasan tentang seorang anak yang nampak biasa, urakan, namun kemudian menjadi
penyihir besar dan menantang Lord Voldemort, sang penguasa kegelapan.
Pertanyaannya, bagaimanakah cara menemukan
ide-ide atau gagasan tersebut? Apakah ia datang sendiri atau dicitakan?
Jawabannya adalah sering-sering berkhayal atau berimajinasi. Ide bisa diasah
dengan cara membaca atau melihat-lihat banyak hal. Sering-sering saja
berselancar di Facebook, perhatikan topik-topik diskusi. Bisa pula dengan cara
membaca banyak majalah atau buku. Bisa juga dengan membaca fiksi. Temukan
inspirasi lalu tuliskan. Simpel khan?
Berpikir Out of The Box
Maksudnya adalah berani berpikir beda
dengan orang lain. Bayangkan, dalam sebuah lomba menulis, ada ratusan orang
yang mengirimkan naskah. Ketika anda menulis sebagaimana orang lain menulis,
maka yakinlah tulisan anda akan jadi nampak biasa. Meskipun tulisan itu bagus,
namun kalau tidak unik, alias biasa-biasa saja, maka tulisan itu akan
kehilangan momentum.
|
ilustrasi |
Saya punya pengalaman ketika ikut lomba
menulis di Kompasiana yang berhadiah Iphone 4. Jumlah pesertanya adalah ratusan
orang dari seluruh Indonesia. Waktu itu, lombanya bertajuk Ngeblog Seharian.
Dalam waktu sehari, semua blogger di seluruh Indonesia mengirim tulisan hingga
terkumpul 667 tulisan. Pada saat itu saya berpikir, jika saya menulis tema-tema
yang sedang dibahas di televisi, maka pasti tulisan itu akan biasa. Demikian
pula ketika saya menulis catatan perjalanan. Saya membayangkan ada ratusan
orang yang berpikir sama.
Saat itu, saya sedang di kampung halaman,
di Pulau Buton. Demi menemukan ide, saya lalu berjalan-jalan di dekat dermaga.
Saya melihat bocah-bocah kecil yang berperahu. Saya melihat betapa cekatannya
mereka berenang dan menyelam hingga 20 meter, ketika orang-orang melempar koin.
Saya teringat media televisi nasional yang sering menyebut anak-anak itu
sebagai pengemis lautan, padahal anak-anak itu adalah putra para pemilik kapal.
Bermain di laut adalah cara bagi mereka untuk menyiapkan diri untuk jadi pelaut
hebat di masa mendatang.
Bingo!! Saya tiba-tiba mendapatkan ide. Saya
serupa fisikawan Isaac Newton yang kejatuhan apel. Ketimbang menulis apa yang
terjadi di kota-kota atau layar televisi, mengapa saya tidak mengeksplor
sesuatu yang dekat dengan diri saya. Sesekali, Indonesia harus dilihat dari
pinggiran, harus dlihat dari titik paling jauh, demi mendapatkan gambaran
tentang bangsa secara utuh. Indonesia tak harus dilihat dari cara pandang
Jakarta. Bagi saya, tema tentang anak kecil itu serupa cara untuk memahami
Indonesia dari sisi yang terabaikan, namun amat penting untuk memahami wajah
bangsa ini. (tulisan itu bisa dibaca DI SINI)
Segera Lakukan Riset
BANYAK penulis yang langsung menuliskan
apa yang disaksikannya. Namun, jauh lebihbaik jika kita melakukan riset lebih
dahulu. Riset sangat penting untuk mengetahui kalau-kalau tulisan serupa pernah
dibuat. Nah, setelah itu, yang kita lakukan adalah melakukan fill the gap, atau
mengisi celah-celah kosong yang belum dilakukan orang lain.
|
saat Ara menulis. kok pakai tangan kiri? |
Riset juga penting untuk memperkaya
gagasan. Ketika menulis tentang seorang tokoh, sebaiknya kita punya sedikit
background tentang tokoh itu, ada gambaran tentang masyarakat dan budaya, serta
sebaiknya kita bisa memahami big picture atau gambaran besar tentang satu
persoalan. Ini sangat penting untuk memahami sesuatu dari banyak sisi. Saya
suka memakai istilah kamera yakni zoom in dan zoom out.
Ketika menulis tentang satu hal atau satu
hal menarik, kita akan berusaha mendekati sesuatu itu secara dekat sehingga
kita bisa merasakan degup jantung dan getar urat nadinya (zoom in). Namun, kita
juga harus bisa memahami sesuatu dari kejauhan, agar bisa melihat satu orang
dengan orang lain serta masyarakat luas (zoom out). Nah, kita harus
pandai-pandai menempatkan diri, kapan masuk dari jarak paling dekat, dan kapan
sedikit melihat dari jauh.
Saatnya Menulis
SETELAH ide ditemukan serta riset
dilakukan, maka selanjutnya adalah rancanglah bangunan tulisan, atau sering
disebut plot. Biasanya, sebelum menulis, saya sudah mereka-reka ke mana arah
satu tulisan. Saya mulai membuat gambaran kasar di kepala saya, bahwa tulisan
itu akan dimulai dari A, dan berakhir ke B. Biasanya, gambaran ini sangat
penting bagi pemula. Bagi yang sudah ahli, biasanya tak perlu bangun rancangan
tulisan. Ia akan menyerahkan kejutan-kejutan itu pada proses menulis serta ke
mana angin mengarahkan pena. Makanya, bagi sebagian orang, menulis adalah
perjalanan.
Nah, bagaimana proses menuliskan gagasan?
Ini memang tak mudah. Banyak orang yang hendak menulis, namun tak bisa
menuliskan satu lembar pun gagasan. Benar kata novelis Dewi Lestari, bahwa
musuh utama seorang penulis adalah halaman kosong. Bagi saya, yang pertama kita
taklukan dalam menulis adalah diri kita. Mengapa? Sebab serigkali kita terlalu
membebani aktivitas menulis.
Kadang kita takut tulisan itu jelek? Kita
takut dilecehkan orang lain, takut dianggap ngawur, takut dibilang idenya biasa
saja, atau takut dibilang tulisan yang tidak menarik. Sering pula kita ingin
dianggap hebat, ingin dianggap terpelajar, ingin dikira kontemplatif, atau
macam-macam. Jika ini menghinggapi pikiran kita saat menulis, maka yakinlah,
sampai kapanpun kita tidak akan bisa menulis.
|
menulis apa yaa? |
Yang
terbaik adalah biarkan aktivitas
menulis mengalir secara bebas. Tulis apapun yang ada di pikiran kita.
Jangan
terlalu banyak membebani sebuah tulisan. Kalaupun tulisan tu dianggap
jelek
oleh orang lain, jangan pernah patah semangat. Sebab dalam dunia
menulis,
penilaian baik dan buruk lebih sering diberikan oleh orang yang tak pernah
menulis. Baik dan buruk dalam dunia menulis adalah soal sudut pandang.
Ketika anda menghakimi satu tulisan sebagai tidak baik,
maka saat itu anda menggunakan satu sudut pandang. Tapi di sisi lain,
boleh jadi tulisan itu punya kekuatan, yang tidak dipahami oleh orang
lain. Iya khan?
Seorang penulis sejati akan menghargai
semua tulisan yang dibuat, sebab ia tahu bahwa membuat tulisan tidak mudah.
Seorang penulis sejati akan selalu menghargai keberanian serta keihlasan orang
lain untuk menulis dan berbagi pengetahuan. Sebab hanya dengan menghargai tulisan
orang lain, kita bisa belajar dari orang tersebut, lalu menyempurnakan tulisan
setahap demi setahap.
Nah, bagaimana proses memulai tulisan
dahsyat? Nampaknya akan saya uraikan pada tulisan lain. Maafkan saya yang terpaksa
harus mengakhiri tulisan ini.
Athens, 15 Maret 2013