foto: Rashmi Sharma |
DULUNYA saya menyangka bahwa mudik adalah tradisi khas Indonesia. Ternyata, bule-bule Amerika Serikat (AS) pun memiliki tradisi yang serupa dengan mudik. Namanya adalah thanksgiving. Pada hari ini, seluruh warga yang berumah di tanah rantau akan berusaha kembali demi makan kalkun (turkey) bersama keluarga, menguatkan kembali hubungan kekeluargaan, serta kembali menghangatkan api kasih di antara sesama.
Menurut banyak sahabat di Athens, Ohio, thanksgiving jauh lebih penting dari acara natal. Jika natal bernuansa religius dan dipayungi ajaran kasih sebagaimana tercatat dalam kitab, maka thanksgiving lebih bermakna kultural, sebagai tradisi yang berdenyut di masyarakat dan dirayakan setiap tahun. Acara ini dirayakan di Amerika Serikat setiap kamis keempat di bulan November. Biasanya, acara ini diadakan jelang musim dingin.
Seminggu silam, saya menerima banyak ajakan untuk merayakan thanksgiving. Menurut beberapa teman di Athens, thanksgiving menguatkan fakta bahwa masyarakat Amerika pada dasarnya adalah masyarakat agraris yang menjadikan pertanian sebagai ujung tombak. Meskipun belakangan Amerika telah bertransformasi sebagai negeri industri yang fokus ke jasa, namun warganya tetap merayakan tradisi ini sebagai bentuk kebahagiaan serta ucapan terimakasih pada semesta yang telah menganugrahi panen serta makanan yang berlimpah buat mereka.
Belakangan, tradisi ini kian meriah karena menjadi arena yang menguatkan hubungan kekeluargaan, mempererat buhul solidaritas sosial, serta hasrat untuk kembali ke native, mendengarkan kembali musik khas Amerika, makanan, ataupun saling bertukar kabar antar warga komunitas. Yup, acara ini identik dengan kembali ke asal, makan kalkun bersama keluarga, cowboy, ataupun musik country khas Amerika.
Saya beruntung karena bisa ikut dalam perayaan thanksgiving di Milford, desa kecil di Cincinnati, yang terletak di negara bagian Ohio, AS. Bersama beberapa sahabat dari Indonesia dan India, saya mengunjungi rumah Emily, seorang ibu berusia 70-an tahun. Ia amat bahagia sebab anak dan cucu-cucunya yang tnggal di California, ikut datang merayakan thanksgiving. Ekspresi bahagianya terpancar jelas dari raut wajahnya yang selalu tersenyum dan menyediakan smeua makanan buat kami.
bersama Emily sekeluarga (foto: Rashmi Sharma) |
Emily mengajak saya dan teman-teman menghadiri jamuan makan malam di desa kecil dekat Milford yang terletak di Little Miami. Rumah yang saya hadiri untuk makan malam ini ditinggali oleh sebuah keluarga yang memiliki ranch atau peternakan kuda. Pantas saja ketika masuk rumah ini, saya melihat banyak lukisan, foto, atau ornamen yang berhubungan dengan kuda. Bahkan majalah di atas mejapun adalah majalah Cowboy. Saya serasa berada di dalam setting film Tombstone, Bonanza atau Wild Wild West. Ini menjadi pengalaman berharga buat saya
Pemilik rumah bernama Paddy. Saat makan malam, ia mengundang seluruh kerabatnya, termasuk kedua orang tua, serta semua saudaranya. Sebelum makan malam, kami berdiri melingkari meja makan, kemudian mendengarkan Paddy menyampaikan kebahagaiaannya karena telah mengundang banyak orang. Beberapa kali ia melemparkan harapan agar kelak rumahnya bisa lebih lebar dari sekarang. “Tahun lalu, sewaktu thanksgiving, rumah ini kecil. Mudah-mudahan tahun depan, rumah ini bisa lebih besar,” katanya.
Paddy (berkacamata) sebelum makan bersama (foto: Rashmi) |
acara menyanyi bersama (foto: Rashmi) |
Usai makan malam, kami banyak berbincang-bincang. Setelah itu, kami membentuk lingkaran. Dua anaknya yang masih remaja lalu mulai bernyanyi. Suaranya sangat merdu. Usai anak itu bernanyi, Paddy lalu meminta saya dan teman-teman memberikan persembahan. Meskipun saya bukan penyanyi, saya bersama dua teman yakni Yuyun dan Eka lalu maju ke depan. Sahabat Yazid memetik gitar dan selanjutnya kami menyanyikan lagu Ibu dari Iwan Fals. Dengan suara yang fals, saya pun ikut bernyanyi. Apalagi, lagunya memang syahdu. Sayang, suara kami tak seindah Iwan Fals. Tapi setidaknya kami sudah mencoba. Setelah itu kami menyanyikan lagu Mari Berjoged dari Koes Plus.
Elizarni bersama bayi Juliet |
saat saya mengamati kuda kekar bernama Tornado |
Meski dengan suara pas-pasan, semua orang bertepuk tangan usai bernyanyi. Emily memeluk kami semua sambil membisikkan kalimat penuh motivasi. Semuanya lalu bergembira dan melanjutkan obrolan. Saya lalu memilih duduk di dekat perapian sambil mencatat dalam hati betapa indahnya kebersamaan. Tiba-tiba saja, dalam keramaian itu saya dicekam kesunyian dan bertanya dalam hati, bagaimanakah kabar keluarga besar di tanah air sana? Apakah bayi Ara sedang merindukan diriku di sini?
Athens, Ohio, 29 November 2011