Membingkai Ide yang Berserak Catatan yang Menolak Lupa

DEREK REDMOND


Dia diprediksi akan menjadi juara lomba lari 400 meter. Dia, Derek Redmond, pelari asal Inggris yang memecahkan rekor lari di tahun 1985. Bahkan tahun 1987, dia kembali memecahkan rekor tersebut. Tahun 1988, harusnya dia berlaga di Olimpiade Seoul, tapi batal karena cedera.

Olimpiade 1992 di Barcelona adalah kesempatan terbaiknya. Dia siap menjadi juara kembali. Dia berlari sekencang mungkin saat pistol ditembakkan ke atas. Dia mengejar target setelah latihan selama berbulan-bulan.

Baru 150 meter berlari, kakinya sobek. Dia mengalami cedera. Dia tak sanggup berlari sehingga terduduk di lapangan. Semua temannya telah jauh meninggalkannya lalu mencapai garis finish. Dia hanya bisa menangis kesakitan.

Tapi dia perlahan bangkit. Dia memang tak punya kesempatan menang. Tapi dia tidak ingin meninggalkan Olimpiade tanpa mencapai garis finish. Dalam keadaan terpicang-pincang dia mulai berlari.

Pelatihnya menerobos ke lapangan. Pelatih yang juga ayahnya itu mengabaikan larangan pihak sekuriti. Dia mendekati anaknya yang berlari dalam keadaan pincang.

“Kamu tak harus melakukan ini Nak?” katanya.

“Tidak Ayah. Saya harus menggapai garis finish,”

“Kalau begitu, mari kita lakukan bersama-sama.”

Sang Ayah memeluk anaknya kemudian sama-sama berlari kecil. Menjelang garis finish, sang ayah melepaskan rangkulannya, kemudian menyilahkan anaknya untuk menggapai finish. 

Sebanyak 65 ribu penonton sontak berdiri dan memberikan standing applause melihat adegan yang mengharukan itu. Pertandingan bukanlah soal siapa menang dan kalah. Terpenting adalah menyelesaikan pertandingan, menuntaskan apa yang sudah dimulai.

Derek Redmond memang tak membawa pulang medali. Ia tak juara. Tapi ia telah menunjukkan karakter juara, yakni mereka yang berusaha menggapai garis akhir. Para juara adalah mereka yang menyelesaikan semua tugasnya tanpa menyerah, meskipun menghadapi sakit dan luka. 

Ayahnya pun tak kalah hebat. Dia tak mau menyaksikan luka dan sakit yang dihadapi anaknya. Mulanya dia ingin anaknya keluar lintasan agar cederanya tidak semakin parah. Namun melihat sikap mental anaknya yang tetap bertanding, dia memberi dukungan penuh. Dia berlari sambil memegang anaknya, dan membantunya ke garis akhir.

Jika kehidupan adalah arena di mana setiap orang menumbuhkan karakter, maka selalu saja ada karakter pemenang dan karakter pecundang. Para pecundang adalah mereka yang mudah mengeluh, suka mencari alasan dan menyalahkan orang lain. Sementara para pemenang adalah mereka yang selalu berlari hingga akhir, menginspirasi, dan punya karakter menggerakkan orang lain.

Orang hebat bukanlah mereka yang selalu menggapai kemenangan. Tapi mereka yang setiap kali jatuh, selalu bisa bangkit dan berlari. 

Kisah Derek Redmond menginspirasi banyak orang. Penyanyi Josh Groban bersenandung: 

You raise me up, so I can stand on mountains

You raise me up to walk on stormy seas

I am strong when I am on your shoulders

You raise me up to more than I can be

Puluhan tahun setelah apa yang terjadi di Barcelona tahun 1992, publik hanya mengenang nama Derek Redmond, bukan juara di lomba lari 400 meter. Karakter hebat akan terus melintasi zaman dan abadi dalam ruang indah di hati semua orang.


NYONG AMBON


Dia tak banyak bicara. Dia hanya senyam-senyum di Tik Tok. Sesekali bibirnya menggumam saat bernyanyi. Tapi, itu sudah cukup membuat banyak gadis cantik histeris dan klepek-klepek. Banyak perempuan mengunggah video duet bersamanya. 

Lelaki itu Marlon Abraham. Dia sering disebut sebagai pria paling manis dari Ambon Manise. Ada yang menyebut manisnya bisa bikin diabetes. Kulitnya tidak putih. Dia coklat agak gelap. Kumis tipis berbaris. Rambut keriting. Tapi senyumnya bikin orang jatuh hati. 

Penampilan Marlon beda jauh dengan para personel boyband Korea yang punya rahang lembut, rambut lurus, kulit putih bak pualam dan bibir merah bergincu. Wajah personel boyband Korea seperti kanak-kanak. Tampak polos, tak berdosa.

Marlon adalah anti-tesis. Dia menampilkan sosok lelaki timur yang punya rahang kokoh. Nyong Ambon ini tampil apa adanya. Dia seorang laki-laki matang yang dadanya bidang dan sedikit kekar. Dalam beberapa video, dia tampak kelelahan dan berkeringat. Kancing bajunya terbuka. Bulu dadanya tampak. Gadis2 histeris. Please Marlon, marry me!

Daya tariknya ada pada kulit gelap, rambut keriting, serta senyum manis yang sungguh menawan. Lesung pipinya mengingatkan pada Shahrukh Khan. Dia menjadi ikon kegantengan. Para selebriti mengidolakannya. Dia diundang masuk televisi dalam berbagai format siaran, ada talskhow, komedi, dan juga musik.

Tidak mengejutkan jika selebriti Nikita Mirzani membikin acara televisi di mana dirinya bersandar di kasur bersama Marlon. Baru beberapa menit tayang, ada adegan sejumlah gadis menghambur ke ranjang. Semua ingin bersama Marlon, nyong Ambon yang ganteng ini.

Saya tertarik melihat ketampanan, juga kecantikan khas timur. Sayangnya, makna ketampanan itu ditenggelamkan oleh kolonialisme. Puluhan tahun dalam cengkeraman kolonialisme, orang Indonesia melihat cantik dan ganteng seperti melihat penjajahnya. Ganteng dan cantik adalah berkulit putih, bermata biru, berambut pirang.

Konsep-konsep ini yang kemudian dieksploitasi oleh kapitalisme, di mana banyak produk pemutih, pelurus rambut, pemirang rambut, hingga lipstik merah merona. Berbagai produk kecantikan ibarat hamba yang melayani semua titah para pemodal. 

Konsep-konsep ini kian menyingkirkan mereka yang tinggal di timur. Kulit gelap terpinggirkan. Padahal sebelum kedatangan orang Eropa sebagai penjajah, kulit gelap pernah menjadi standar kecantikan dan kegantengan, sebagaimana tercatat dalam banyak naskah-naskah kuno.

Di timur, mereka yang berkulit gelap sering kali minder saat datang ke barat. Malah sering dicurigai. Komika Arie Kriting, yang berasal dari Wakatobi,  bercerita pengalamannya saat kuliah di Jawa. Semasa kuliah, setiap kali ada penyusunan panitia kegiatan, orang-orang timur selalu jadi seksi keamanan.  “Mereka lihat orang timur selalu seram dan mata melotot,” katanya.

Berkat internet, proses pembalikan anggapan itu sedang terjadi. Saya kagum melihat banyaknya orang timur yang tampil di Youtube dan Tik Tok yang segera populer ke mana-mana. 

Bukan hanya Marlon yang jadi standar kegantengan, saya tertarik melihat anak muda Papua yang membikin lagu-lagu Papua dalam kemasan rap atau hip hop. Mereka menampilkan sisi timurnya dengan penuh gembira. Bahkan mereka menyampaikan suara-suara perlawanan serta sisi lain Papua melalui musik. 

Jangan terkejut, konten anak Papua itu menyebar ke mana-mana, bahkan ada konten yang viral di India, Myanmar, dan Thailand. (Saya akan bahas di tulisan lain).

Berkat internet, publik tanah air lebih mengenal karakter pria timur selalu mempesona. Kulit gelap itu menjadi berkilau. Rambut keriting itu jauh lebih orisinal dari rambut keluaran salon-salon ternama. Jangan lupa, pria timur selalu romantis. Lihat saja lagu Kaka Main Salah yang dinyanyikan Marlon, yang bikin histeris cewek-cewek:

"Kaka su jaga nona

Dari dulu dulu e

Terpaksa kaka mundur

Jauh jauh e"


LATHI


Dalam bahasa Jawa, lathi bermakna lidah. Dalam percakapan, lathi sering menjadi kiasan dari ucapan. Selama beberapa bulan terakhir, lathi menjadi kosa kata bahasa Jawa yang sangat populer di dunia maya. What?

Lathi adalah judul lagu yang dibuat kelompok music Weird Genius yang dinyanyikan rapper asal Surabaya, Sara Fajira. Satu bait lagu ini memakai bahasa Jawa yakni: "Kowe ora iso mlayu saka kesalahan. Ajining diri ana ing LATHI.” Maknanya: “Kamu tidak bisa lari dari kesalahan. Kehormatan diri ada pada ucapannya.”

Lagu ini menjadi fenomena musik di tahun 2020. Di Youtube, video klip lagu ini ditonton sebanyak 95 juta orang dalam waktu 7 bulan, satu capaian yang fantastis. Lagu ini memecahkan rekor di Spotify Indonesia sebagai lagu lokal yang menjuarai tangga lagu Indonesia Top 50 dengan durasi terlama. Voice of America (VOA) mencatat, lagu Lathi telah di-download sebanyak 150 juta kali di berbagai platform digital.

Popularitas Lathi pun dilaporkan berhasil memuncaki sejumlah tangga lagu di negara lain, mulai dari Singapura, Malaysia, Hong Kong, hingga Taiwan. Bahkan di luar negeri, lagu itu juga masuk dalam jajaran Global Viral 50 Spotify dan mencapai peringkat ke-2.

Popularitas Lathi menjalar hingga Tik Tok. Banyak orang ikut dalam apa yang disebut Lathi Challenge, yakni membuat video ala klip Lathi yang menampilkan wajah seram. Video itu menjadi semacam wabah yang melanda muda-mudi Malaysia sehingga seorang ustad menyebut ada kalimat pemanggil setan di lagu itu. Lagu itu dianggap haram. Ramai pula perdebatan di Malaysia, namun semuanya mengakui betapa kreatifnya orang Indonesia mencipta seni yang mendunia.

Puncaknya, wajah para personel Weird Genius dipampang di billboard yang berada di Times Square New York. Mereka adalah Reza Arap, Eka Gustiwana, dan Gerald Liu. Lihat wajah mereka. Mereka bukan bule. Mereka asli orang Indonesia yang menulis lirik dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa, menampilkan gamelan, wayang, kuda lumping. Mereka menggabungkan musik elektronik dengan gamelan dalam varian Electronic Dance Music (EDM).

Mereka mendunia. Banyak DJ dan musisi dunia ingin bekerja sama. Mereka sukses go international, menyusul beberapa penyanyi lain seperti Anggun dan Agnez Mo. Bedanya, mereka tak perlu ke luar negeri dan bekerja sama dengan label asing. Mereka berkarya di Indonesia, menggabungkan unsur-unsur tradisional Indonesia, lalu menggunakan media sosial sebagai tools untuk membawa karya mereka mendunia.

Lagu Lathi menjadi salah satu ikon budaya Indonesia yang mendunia. Para personel Weird Genius tahu bagaimana membuat sesuatu viral di ranah global. Mereka mencipta lagu dalam bahasa Inggris, memasukkan unsur tradisi yang eksotis bagi bangsa luar, juga membuat musik yang kekinian.

Lagu Lathi dinyanyikan ulang atau di-cover oleh penyanyi luar negeri. Betapa serunya menyaksikan para penyanyi bule berusaha melafalkan bahasa Jawa dengan tepat. Selama ini, orang bule yang menertawakan kita yang berusaha belajar bahasa Inggris dengan pengucapan yang aneh. Kini, kita balik yang menilai pronounciation mereka saat melafalkan bahasa Jawa.

Selama ini, kita yang berusaha meniru barat. Internet telah membuat situasi perlahan berbalik. Kini, ada masanya barat yang berusaha menjadi diri kita. Dalam konteks budaya, tidak selalu yang dominan mempengaruhi minoritas, ada masanya dominan justru berusaha meniru minoritas. Lihat saja fenomena Korean Wave saat banyak warga dunia menjadi follower lagu-lagu hingga drama Korea, padahal bahasa Korea hanya dituturkan sebanyak 51 juta orang di semenanjung Korea.

Namun apakah kita memang minoritas? Guys.. Lihatlah Youtube dan semua platform digital hari ini. Warga paling heboh selalu netizen Indonesia. Populasi Indonesia adalah keempat terbanyak di dunia. Penduduk kita 260 juta orang, dibandingkan Malaysia yang hanya 30-an juta.

Banyak artis luar yang mengincar pasar Indonesia. Di dunia digital, tidak penting dari mana Anda berasal, sebab setiap klik atau follower bernilai sama, dari mana pun itu. Apa yang viral di Indonesia akan menjadi trending global. Kita bisa paham mengapa banyak penyanyi Korea yang meng-cover lagu Indonesia. Demikian pula para vlogger Malaysia dan Filipina yang selalu membuat konten tentang Indonesia. Bahkan penyanyi Malaysia terobsesi untuk menembus pasar Indonesia, sebagaimana dilakukan Sitti Nurhalizah.

Di bandingkan Korea, kita tidak punya peta dan arahan apa yang harus dilakukan untuk menembus pasar global. Beda halnya dengan Korea yang dalam buku The Birth of Korean Cool, digambarkan Euny Hong, tentang tekad pemerintahnya menembus budaya global, lalu melakukan riset, kemudian berkoordinasi dengan industri kreatif apa yang harus dilakukan.

Namun tak perlu menunggu negara. Kita gembira dengan munculnya talenta hebat yang bisa mendunia, bisa memaksa warga global untuk belajar bahasa kita. Pada para seniman hebat seperti Weird Genius atau pada Alif Ba Ta, anak muda yang bermain gitar dari kamar kusam, kita letakkan harapan tentang mimpi Indonesia merebut pentas global di dunia tanpa sekat.

Kita bisa perlahan menjemput cita-cita besar yang tertera pada lagu karya Ismail Marzuki: “Indonesia sejak dulu kala. Tetap di puja-puja bangsa.”



Kembalikan Ibu Susi !!

Susi Pudjiastuti

Menteri itu baru saja ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seorang menteri yang dikelilingi tenaga ahli dan pakar perikanan, bahkan didukung pula pakar komunikasi komunikasi publik, justru dicokok bersama istrinya saat baru tiba di bandara.

Di media sosial, satu nama kemudian mencuat menjadi trending. Dia adalah perempuan lulusan SMP yang cintanya kepada keberlanjutan lautan Indonesia tak bisa ditakar. Da adalah perempuan yang pernah dipandang sebelah mata, tapi menjadi benchmark yang sukar digapai siapa pun. Maka ramailah orang berteriak: “Kembalikan Susi Pudjiastuti!”

Susi hanya menjabat satu periode. Tapi, dia meninggalkan legacy yang banyak untuk dunia kelautan Indonesia. Kalimatnya “Tenggelamkan!” terpatri di dasar hati publik Indonesia. Banyak yang tidak menyangka, perempuan yang disoroti karena bertato dan merokok itu justru punya nyali setinggi langit.

Keberanian memang tak membutuhkan banyak analisis risiko. Keberanian hanya butuh sebening keyakinan, bahwa apa yang sedang dikerjakan itu benar. Keberanian serupa api yang membakar seseorang dan bersedia untuk melakukan apa pun.

Perempuan yang memulai karier dari rakyat jelata tak berpunya itu tahu persis, dunia kelautan Indonesia serupa surga yang diperebutkan para maling dari banyak benua. 

Dia juga tahu kalau para maling itu punya akses pada kebijakan sehingga sering dilindungi.  Dia sering mendengar kisah para nelayan yang tangkapannya terganggu karena laut kita dijarah dengan kapal-kapal besar, yang tak menyisakan apa pun. 

Ketika menjadi menteri, dia fokus menghajar yang besar-besar. Dia tenggelamkan kapal-kapal asing penjarah lautan Indonesia. Dia abai dengan suara-suara protes dari pengusaha. Lautan adalah milik kita yang harus diselamatkan. Lautan harus diwariskan untuk anak cucu, lengkap dengan sumber daya hayati yang kaya. Lautan hanya untuk bangsa, juga untuk masa depan.

Dia pun melindungi nelayan kecil dengan asuransi. Dia dorong agar semua pelaku perikanan peduli pada sumber daya alam yang berkelanjutan. Bahkan dia melarang ekspor benih lobster yang hanya memberi keuntungan pada sejumlah orang. Cukup sedikit bersabar, maka benih atau bayi itu akan besar lalu bisa dijual berlipat-lipat harganya.

Apa daya, dia dianggap tidak pro bisnis. Kebijakannya bikin banyak orang kehilangan berlian. Dia dijegal oleh partai-partai politik yang kesemuanya mengajukan keberatan kepada presiden. Dia pun diganti dengan menteri berlatar partai yang disebut-sebut pro bisnis dan pengusaha.

Yang dilakukan menteri baru hanya sibuk mengkritik, bahkan mengungkit celah Susi. Menteri baru hanya sibuk nyinyir, tanpa menunjukkan satu kerja yang punya orientasi untuk hari ini dan hari depan. Menteri baru hanya jadi bayang-bayang. Dia mengganti semua kebijakan Susi hanya untuk menunjukkan dirinya jauh lebih baik dari menteri lulusan SMP.

Bahkan demi positioning yang kuat, menteri baru membentuk barisan tenaga ahli berupa para profesor dan pakar komunikasi publik. Susi yang hanya bisa bersuara parau di media sosial, ditentang habis-habisan. Kebijakannya dianggap hanya selevel SMP. 

Lautan kembali menjadi bancakan banyak kelompok. Petinggi partai burung bersorak-sorai dan berpesta dengan kuota ekspor benih sumber daya laut kita. Tak henti-hentinya menteri baru menyebut dirinya tak punya bisnis. Padahal laporan lembaga terpercaya menyebut kekayaannya terus melonjak.

Lautan kita tidak diam. Lautan kita menjadi saksi atas apa yang diakukan manusia. Dalam kearifan tradisional kita, lautan serupa semesta yang menjadi rumah bagi makhluk laut juga bagi manusia. 

Jika mengelola dengan baik, lautan akan berlimpah memberikan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun jika mengelolanya dengan niat memenuhi hasrat, mala lautan juga akan memberikan bala. Lautan punya banyak cara untuk menghukum keserakahan manusia.

Bau busuk dari pesta pora itu tercium media. Satu media besar memajang gambar menteri itu dengan benih lobster memenuhi mulutnya. Dunia kelautan kita yang sebelumnya sarat prestasi dan pujian kini penuh dengan sorotan. Jejaring di sekitar menteri pun diungkap satu per satu. 


Maka, bandara itu menjadi saksi. Menteri itu ditangkap bersama istri saat baru tiba. Dia tidak mewariskan apa pun selama menjabat. Dia hanya dikenang sejarah sebagai seorang menteri yang membuka keran ekspor benih, menghancurkan mata rantai keseimbangan di laut kita, serta mewariskan banyak sengkarut dan masalah untuk generasi mendatang.

Dia gagal menorehkan jejak di samudera kita. Dia menjadi bayang-bayang dan pengkritik menteri sebelumnya yang tadinya dipandang sebelah mata.

Pelajarannya adalah kehebatan retorika dan ketinggian ilmu seseorang bukanlah jaminan untuk menghasilkan kebijakan yang baik dan punya manfaat lintas generasi. Terpenting bukan sehebat apa kamu mengkritik mencaci orang lain, namun tampilkanlah sisi baik darimu yang kelak akan menjadi buah segar untuk dinikmati semua orang.

Dunia kelautan kita memang unik. Pernah dipimpin profesor, tapi malah tersandung. Saat dipimpin seorang lulusan SMP malah melejit dan sukses, serta menggetarkan para penjarah. Begitu dipimpin politisi pro-bisnis, kok malah kembali porak-poranda. Kalau gitu, kita memang butuh orang biasa dengan nyali luar biasa.

Makanya, marilah kita teriakkan tagar #KembalikanIbuSusi



DORAEMON, Imajinasi, dan Rasa Lapar Teknologi



Akhirnya, film Doraemon: Stand by Me 2 tayang di Jepang, pada 20 November 2020. Para penggemar kisah robot kucing itu menyebarkan kabar gembira itu ke seluruh dunia. Lima puluh tahun lalu, komik Doraemon pertama dirilis. Kini, film itu hadir untuk menghangatkan ingatan tentang kisah yang keren dan inspiratif.

Seorang sahabat di Jepang, Yukina Ishikawa, mengontak saya via Twitter. Dia girang sekali mengabarkan pengalamannya menonton film terbaru itu. Dalam film itu, ada tiga kisah terpisah yang dijalin menjadi satu cerita. Yaitu, Nobita yang menemui neneknya, Nobita yang melihat saat dia dilahirkan, dan saat pernikahan Nobita.

Yukina merekomendasikan saya untuk mengunduh soundtrack film ini berjudul “Niji” di Spotify yang dibawakan Masaki Uda. “Lagunya bikin sedih,” katanya. Mendengar kata Niji, kok saya malah mikir Giring Ganesha yaa.

Saya lalu melihat trailer film di Youtube. Dalam trailer tersebut, Nobita terlihat pergi ke masa lalu untuk bertemu dengan neneknya, yang sebenarnya sudah meninggal dunia saat ia masih bayi. Ditemani Doraemon, Nobita mengamati dan mengikuti segala kegiatan neneknya tanpa diketahui.

Pada satu momen, Nobita diam-diam mendengar keinginan terpendam sang nenek, yakni bisa menyaksikan cucunya menikah di masa depan. Nobita pun pergi ke masa depan untuk menyaksikan hari pernikahannya dengan Shizuka. Namun, pada hari pernikahan itu, Nobita dewasa tiba-tiba kabur.

Bagi penggemar Doraemon, jangan berharap film ini akan serupa kartun yang tayang di RCTI. Kisah Stand by Me 2 melanjutkan film sebelumnya yang ditujukan untuk para penggemar Doraemon yang telah beranjak dewasa. Film ini menampilkan sisi emosional yang kuat untuk para penonton yang sudah mengenal baik semua karakter dalam kisah itu.

BACA: Lembar Terakhir Komik Doraemon


Banyak di antara kita yang mengenal Doraemon hanya sebagai robot kucing yang punya banyak alat canggih dari perutnya. Dia berteman dengan Nobita, seorang anak pemalas, yang selalu meminta banyak alat. Nobita bersahabat dengan Suneo, Jaian, dan Shizuka. Mereka kerap melakukan banyak petualangan berkat alat-alat ajaib Doraemon.

Jika membaca tulisan sosiolog Ng Wai Ming berjudul The Impact of Japanese Comics and Animation in Asia, kita akan mendapatkan nuansa lain. Karakter Doraemon dan karakter lain dari komik Jepang telah sukses menggantikan Amerika Serikat (AS) sebagai eksportir komik dan animasi. Saat ini, hampir semua negara-negara Asia memiliki terjemahan komik Jepang. Mereka juga menayangkan serial ini di televisi negara masing-masing.

Sebagaimana dicatat Ng Wai Ming, yang merupakan professor Kajian Jepang di China University at Hongkong, karakter Doraemon sukses mengubah persepsi banyak orang tentang bangsa Jepang. Remaja Asia tergila-gila pada segala hal tentang Jepang. 

Berbeda dengan orang tua dan kakeknya, generasi baru menyimpan gambaran positif tentang Jepang. Bagi mereka, Jepang adalah negeri tempat Hello Kitty, Pikachu, Doraemon, Ultraman, dan Final Fantasy.

Kisah ini sukses menjadi public relation yang mengubah image tentang bangsa Jepang. Sebelumnya, citra Jepang adalah citra pada perang dunia kedua yakni citra tentang peperangan. Tapi melalui Doraemon, citra itu tergantikan menjadi senyum bahagia serta romansa tentang persahabatan seekor kucing ajaib dan teman-temannya yang kadang nakal, namun sama-sama mencintai persahabatan. 

Serial ini sukses menjadi mesin pengubah citra yang amat efektif sekaligus memperlebar daya jelajah kapital bangsa Jepang ke seluruh Asia dan dunia.

Saya pun teringat pada tulisan akademisi Saya Sashaki Shiraishi dalam buku Network Power: Japan and Asia yang diedit oleh Peter J Katzenstein dan Takashi Shiraishi, dan diterbitkan Cornell University tahun 1997. 

Dalam tulisan berjudul Japan’s Soft Power: Doraemon Goes Overseas, Siraishi memaparkan analisis menarik tentang Doraemon sebagai bagian dari soft power Jepang. ia mengutip istilah soft power yang dipopulerkan akademisi asal Harvard, Joseph Nye, untuk menggambarkan bagaimana pengaruh budaya dalam dinamika politik.

BACA: Drama Korea, Soft Power, dan Imajinasi Masa Depan


Shiraishi menggambarkan persaingan antar negara di era pasca Perang Dunia kedua yang lebih mengarah pada persaingan ekonomi dan bisnis. Doraemon dan juga beberapa tokoh dalam komik seperti Astro Boy dan Dragon Ball telah menjadi bagian dari ikon Jepang saat melakukan penetrasi ke banyak negara. 

Melalui strategi budaya, yang diwakili sosok Doraemon, Jepang lalu membanjiri pasar dunia dengan berbagai produk Jepang. Inilah strategi budaya yang ampuh, efektif, dan terasa menyenangkan, namun secara perlahan diikuti oleh penetrasi ekonomi.

poster Stand by Me 2

Tak heran kalau saat Majalah Time menobatkan Doraemon sebagai Asian Heroes pada tahun 2002, penulis Pico Iyer menyebut karakter ini sebagai ‘the cutest hero in Asia’. Setiap orang bakal terpesona saat menyaksikan kisah hebat ini. 

Saat hal yang luput dari pandangan Pico Iyer bahwa kisah Doraemon ini lebih dari sekadar kisah. Kisah ini telah lama tumbuh dan mewarnai masa kanak-kanak yang penuh imajinasi. Kisah ini telah menguatkan karakter Jepang untuk menjadi penguasa di ranah sains dan teknologi. 

Sebagaimana dicatat Shiraishi, perilaku Nobita yang selalu membutuhkan alat itu adalah gambaran dari perilaku sebagai “konsumen kreatif” yang selalu haus dengan inovasi dalam teknologi. Seakan jadi formula baku, Nobita selalu menggunakan alat pemberian Doraemon di luar niatan awalnya.

Percobaan Nobita memang kerap berujung petaka. Tapi, keingintahuan dan rasa optimismenya yang meluap-luap tak akan pernah hilang. Shiraishi menyimpulkan, “Keingintahuan anak-anak, rasa bebas, dan pikiran jernih pada akhirnya akan menghasilkan beragam produk teknologi, sebagaimana alat yang dibawa Doraemon dari masa depan.” 

Inilah kunci serial Doraemon. Inilah kunci dari segala inovasi dan daya cipta serta kreasi anak-anak yang ketika tumbuh besar selalu ingin menggapai hal baru. Kisah Doraemon mengingatkan saya pada kalimat fisikawan besar Albert Einstein bahwa “Imagination is more important than science.”  Bahwa imajinasi jauh lebih penting daripada ilmu pengetahuan. 

Pantas saja, sekolah-sekolah dasar di luar negeri lebih menekankan pada kegembiraan, mengasah daya cipta lewat permainan, menciptakan kondisi yang memungkinkan lahirnya kebebasan dan sikap tanggung jawab. 

Sebab hanya dengan kebebasan, kegembiraan, dan kebahagiaan, imajinasi bisa melesat jauh ke langit tinggi, dan kelak akan memungkinkan lahirnya penemuan hebat dalam sejarah manusia.

Saat mengingat Doraemon, ada banyak tanya yang menghujam dalam benak saya.  Mengapa industri kreatif bangsa kita tak kunjung bisa menghasilkan satu ikon dan karakter yang menggambarkan karakter kita sebagai bangsa yang perkasa dan punya solidaritas tinggi? 

Saya dan Yukina, sesama penggemar Doraemon


Saya pikir, inovasi dan kreativitas hebat hanya lahir dari satu masyarakat yang saling toleran dan menghargai semua kultur. Inovasi dan daya imajinasi hebat, serta kreativitas tidak akan lahir pada kultur yang merasa hanya dirinya yang benar. Inovasi hanyalah tunas dari benih pikiran terbuka untuk menyerap banyak hal, dan menemukan terobosan baru.

Saat memikirkannya, saya menyaksikan televisi. Ada seseorang penceramah yang sibuk meneriakkan kafir. Ada ancaman-ancaman, dan berbagai kalimat negatif. Ada sikap nyinyir yang masuk ke ruang publik kita sehingga perlahan menjadi karakter. 

Pantasan kita amat jauh dari peradaban Doraemon!


Alif Ba Ta

 
Jika saja tak ada internet, maka hidupnya tak lebih dari seorang buruh yang bisa mengoperasikan kendaraan jenis forklift, truk garpu, di kawasan industri Pulo Gadung. Jika tak ada Youtube, dia hanya anak muda pemalu yang cuma berani saat menjadi sopir alat berat.
 
Nama lengkapnya Alif Gustakhiyat. Di ranah Youtube, pria usia 31 tahun asal Ponorogo ini kondang dengan nama Alif Ba Ta. Dari kamar kos yang kusam, dia mengejutkan dunia dengan permainan gitar aliran fingerstyle. Sentuhan jemarinya serupa dewa yang bisa mengubah setiap petikan menjadi melodi indah.
 
Jika saja dia hidup di masa belum ada internet, kemampuannya akan jadi bakat terpendam. Dia akan jadi intan yang terkubur di dasar lautan. Namun berkat internet, sentuhan bermusiknya yang dihasilkan dari kamar kos yang kusam telah menyentuh hati warga dunia.
 
Musisi dunia mulai membicarakannya. Brian May, dewa gitar yang bermain untuk Queen selama beberapa dasawarsa malah mengunggah video Alif Ba Ta saat meng-cover lagu Bohemian Rhapsody di akun Facebook miliknya.
 
Video Alif yang memainkan lagu Love of My Life juga pernah diunggah pada akun resmi Facebook Queen. Musisi dunia lain yang terkesan dengan permainan Alif adalah Synyster Gates. Gitaris grup band Avenged Sevenfold ini mengunggah aksi Alif tersebut di Instagram Stories miliknya, lengkap dengan kata-kata pujian.
 
Alif juga pernah mendapatkan pujian dari gitaris luar negeri lainnya seperti, Alexandr Misko, Fun Two, dan Igor Presnyakov. Di tanah air, dia dikagumi Addie MS, Dewa Budjana, Anji Drive, Ahmad Dani, Bimbim Slank, Iwan Fals, dan Ariel Noah.
 
Saya lihat di satu video di Youtube, banyak orang speechless menyaksikan bagaimana dia memainkan melodi pembuka lagu Sweet Child of Mine milik Guns N Roses hanya dengan satu tangan. Dia memainkan lagu Hotel California sama indahnya dengan lagu yang dimainkan grup musik Eagles dalam formasi lengkap. That’s incredible!
 
Dia tidak hanya meng-cover lagu berbahasa Inggris, dia pun memainkan Tum Hi Ho dan Kal Ho Na Ho yang segera dibahas para vlogger cantik di India. Lagu Kiss the Rain karya Yiruma, pianis asal Korea, bisa dimainkannya dengan menyayat hati sehingga mengundang tangis sejumlah gadis di negeri ginseng itu. Sebagai penggemar drakor, Kiss the Rain yang dimainkan Alif adalah favorit saya.
 
Setiap video yang diunggahnya, segera akan muncul banyak video reaksi dari para netizen di seluruh dunia. Di Youtube, kita sering menyaksikan banyak warga dunia membicarakan permainannya. Banyak orang termasuk para gitaris di luar negeri bisa menangguk likers dan untung hanya dengan membicarakan dirinya.
 
Dunia internet memang mengagumkan. Tidak saja membunuh televisi dan berbagai format media mainstream. Internet ibarat cahaya yang menyoroti mereka yang selama ini luput dari pandangan publik. Internet ibarat dewa keadilan yang memberi panggung yang sama bagi orkestra besar ratusan pemusik di gedung opera dengan seorang Alif Ba Ta yang bermain musik di satu rumah kos lusuh, di depan alat peraga abjad dan huruf alif ba ta.
 
Ada banyak perusahaan penyedia konten di kota-kota besar. Banyak selebriti hadir di internet dengan kostum mahal, serta panggung yang megah. Namun tidak semua bisa mendapatkan like dan subscriber apresiasi sebagaimana Alif Ba Ta. Tidak semua punya power sebagaimana Alif.
 
Kontennya memang sederhana. Di semua videonya, dia tidak pernah bicara. Malah dia tidak pernah menatap kamera. Dia hanya bermain gitar di satu kamar kusam. Background-nya hanyalah tembok dan alat peraga abjad serta huruf hijaiyah. Justru konten sederhana itu menjadi kekuatannya.
 
Kekuatannya ada pada konten yang orisinil, keberanian mencoba hal baru dari berbagai genre, serta permainan gitar sekelas dewa yang memukau. Di tangannya, gitar menghasilkan bunyi-bunyi yang bisa mengaduk-aduk emosi mereka yang mendengarnya.
 
Alif orangnya humble. Dia tidak pernah berniat pamer. Jika niat pamer, dia akan mendatangi para siswa sekolah musik yang coba sok-sokan di hadapan orang yang tak bersekolah musik.
 
Andai itu terjadi, saya bayangkan, adegan dalam film Good Will Hunting ketika seorang mahasiswa pascasarjana mempermalukan seorang pembersih lantai di depan seorang gadis melalui kutipan2 buku ekonomi. Tiba2 datang pembersih lantai lain yang ternyata jauh lebih memahami semua buku ekonomi dan membuktikan betapa plagiatnya mahasiswa pasca itu. “You wasted $150,000 on an education you coulda got for $1.50 in late fees at the public library.”
 
Dengan potensi dan talenta seperti itu, saya berharap dia tidak ikut-ikutan demo yang lagi marak. Cukup demo musik, dunia akan mengaguminya. Semoga selalu sehat agar bisa menghibur warga dunia yang ekonominya sedang megap-megap.
 
Selamat pagi Indonesia.