TOPIK hangat yang tengah dibahas majalah Time terbaru adalah tentang prajurit Amerika Serikat (AS) yang mati
karena bunuh diri. Time sangat jeli
karena memilih angle liputan dari sisi keluarga yang ditinggalkan, kemudian
masuk pada big picture atau gambaran
besar tentang sisi lain dari peperangan.
Headline majalah ini adalah One A Day. Kemudian tertera tulisan “Every day, one U.S. soldier commits
suicide. Why the military can’t defeat its most insidious enemy.” Tulisan
ini dibuat oleh Mark Thompson, seorang jurnalis peraih Pulitzer dan berpengalaman
menulis liputan tentang peperangan.
Mataku dibuka lebih terang untuk melihat sisi-sisi lain dari
dinamika informasi yang tak pernah tersampaikan di tanah air. Bahkan bagi warga
Amerika sekalipun, sisi lain dari peperangan ini tak banyak diketahui. Mereka
hanya tahu bahwa peperangan adalah sesuatu yang heroik, dan mereka yang gugur
di medan laga adalah para patriot yang mengorbankan nyawa demi kejayaan negara.
Liputan ini cukup mengejutkan saya. Betapa tidak, Time memaparkan statistik bahwa angka bunuh diri semakin naik di kalangan prajurit. Jika di tahun 2003
hanya 80 prajurit, maka di tahun 2012, jumlahnya mencapai 186 orang yang tewas.
Mereka tidak tewas dalam peperangan, mereka sengaja membunuh diri dengan cara
menembak diri dengan pistol atau menggantung diri.
Apakah gerangan yang dibayangkan para prajurit itu? Apakah
keputusasaan ataukah depresi karena perang tak kunjung berakhir? Jawabannya
kompleks. Aku hanya membatin bahwa di manapun juga, manusia selalu menginginkan
situasi yang serba damai di mana mereka memiliki waktu untuk mencurahkan kasih sayang
pada keluarganya. Dan alangkah kejamnya kata ‘patriot’ atau kata ‘nasionalis’
yang memaksa manusia untuk menjadi tentara, atau rela berkorban demi Negara,
rela melepas nyawa untuk sesuatu yang sering susah dijelaskan.
Mungkin aku susah memahaminya. Aku hanya tercenung sesaat, saat
membaca surat dari seorang prajurit bernama Michael McCaddon, seorang pilot helicopter
Apache. Sebelum bunuh diri, ia sempat menulis pesan pada istrinya, “Please always tell my children how much I
love them, and most importantly, never let them find out how I died. I love
you. Mike.”
Athens, 17 Juli 2012
0 komentar:
Posting Komentar