Renungan Sembilan Bulan


arena bersepeda di Athens

DI tengah libur musim panas ini, saya sungguh nyaman tinggal di Athens. Bangun pagi, saya tak lagi bergegas. Saya tak dikejar-kejar oleh tugas-tugas perkuliahan yang sedemikian mencekik. Di musim panas ini, saya hanya berdiam di apartemen sambil membaca beberapa buku serta merencanakan untuk menulis sesuatu.

Saya kangen dengan rutinitas. Juga dengan aktivitas perkuliahan. Saya menginginkan kuliah yang santai tapi menantang. Saya menginginkan kuliah-kuliah yang inspiratif, di mana para dosen tidak hanya mentransfer pengetahuan, tapi juga memberikan inspirasi serta pencerahan.

Buat saya, inspirasi adalah sesuatu yang amat mahal. Insprasi adalah kepingan-kepingan kesan atas setiap inchi jejak kita di padang kehidupan. Saya beranggapan bahwa inspirasi adalah satu-satunya hal yang tersisa dalam setiap perkuliahan. Ketika kuliah tak menyisakan inspirasi, maka kuliah itu gagal total.

Apakah sulit kuliah di Amerika? Demikian tanya seorang kawan. Selama sembilan bulan belajar, saya belum menemukan kesulitan berarti. Seorang teman menganggap saya seolah tidak aktif dalam perkuliahan. Ia tidak tahu kalau dari tiga quarter yang saya lewati, saya selalu mendapatkan nilai sempurna pada semua kuliah yang saya ambil. Malah, direktur program studi menyebut pencapaian saya melebihi pencapaian semua teman-teman lain.

Mungkin dia hanya bercanda. Terlepas dari itu, mendapatkan nilai sempurna tidaklah istimewa. Di sini, amat mudah mendapatkan nilai sempurna. Anda cukup mengenali karakter serta apa yang diinginkan sang dosen. Kebanyakan dosen menginginkan kita hadir dengan ide-ide yang unik, ide-ide yang lain dari yang lain. Orisinalitas adalah kata kunci yang menjadi pegangan di dunia akademik. Sepanjang anda bisa menghadirkan orisinalitas, maka gagasan anda akan mewarnai diskursus yang dipelajari di kelas.

Padahal, saya tiba di sini dengan membawa segala kesulitan. Sampai kini, bahasa Inggris saya masih pas-pasan. Saya sering tidak paham apa yang dimaksudkan oleh pengajar dan teman-teman di kelas. Saya lebih banyak diam, namun tidak benar-benar diam. Pikiran saya berusaha menalar apa saja yang dibahas, serta apa saja yang sedang dipolemikkan. Sering saya berhasil memahami apa yang dibahas, namun jauh lebih sering saya tak paham. Inilah tantangan yang mesti diatasi.

Apapun itu, saya tak boleh kehilangan keriangan serta kebahagiaan karena berumah di tempat jauh ini. Saya mesti tetap memelihara energi, menyuburkan rasa ingin tahu akan sesuatu, serta tetap fokus pada apa yang sebelumnya saya inginkan. Betapa bahagianya saya karena bisa bertemu banyak mahasiswa yang membantu segala kesulitan-kesulitan tersebut.

Di sini, saya masih tetap produktif untuk memelihara catatan di blog ini. Mungkin ada yang menganggapnya sebuah kesia-siaan. Buat saya justru amatlah berguna. Saya menulis blog ini untuk diri saya sendiri, mengalirkan segala ide, gagasan dan keresahan. Menulis blog ini adalah sbeuah terapi untuk jiwa. Juga sebentuk meditasi atas segala pengalaman serta apapun yang saya jalani. Sungguh ajaib ketika sebuah penerbit besar tiba-tiba saja mempublikasikan catatan di sini, dengan bayaran yang professional pula.

Hari ini, saya mulai memikirkan tantangan lain. Saya ingin berbagi kebahagiaan bersama keluarga. Misi terbesar adalah sesegera mungkin mendatangkan keluarga ke sini. Saya tak ingin egois dengan bertahan di sini, sementara di belahan bumi sana, ada istri serta bayi mungil yang mestinya saya penuhi jiwanya dengan kasih sayang. Saya menyadari tanggungjawab itu. Mudah-mudah tak ada aral melintang utuk kedatangan mereka ke sini demi menemani saya untuk melewati segala sunyi serta resah di sini.

Semoga tulisan ini bisa menjadi tekad untuk berbuat sesuatu. Semoga setiap huruf yang tertulis di sini menjadi beribu doa yang bak kupu-kupu memberikan harapan pada setiap inchi gerak langkah. Amin.



0 komentar:

Posting Komentar