poster film The Amazing Spiderman |
SETIAP
tempat senantiasa merepoduksi para pahlawannya sendiri-sendiri. Di sela gedung
pencakar langit kota New York, sosok berkostum biru merah bergelantungan sambil
menebar jaring. Ia berupaya memberantas kejahatan, mengalahkan para monster
hingga menjadi pahlawan kota yang dikenang sebagai ikon kebajikan.
Saya
sedang berkisah tentang sosok Spiderman. Dua hari lalu, saya menonton aksinya
dalam film terbaru berjudul The Amazing Spiderman, yang disutradarai Marc Webb
dan dibintangi Andrew Garfield, sosok yang memerankan Eduardo Saverin dalam The
Social Network.
Film
ini bukanlah kelanjutan dari tiga serial Spiderman yang dibintangi Tobey
Maguire. Film ini justru berkisah tentang awal mula atau masa remaja Peter
Parker yang kemudian memilih menjadi Spiderman, sosok bertopeng dengan
kemampuan laba-laba yang menjadi pahlawan kota.
Film
ini seakan ‘meluruskan’ apa-apa yang sebelumnya ditampilkan dalam film
Spiderman sebelumnya. Salah satuya adalah jarring laba-laba tidak keluar secara
alamiah dari lengannya, melainkan dari sebuah alat yang dibuatnya, lalu
dipasang di tangan, serupa jam tangan. Dugaan saya, film ini hendak bersetia
dengan apa yang ditampilkan dalam versi komiknya yang diciptakan oleh Stan Lee.
poster 2 |
Dengan
label "reboot", kisah dalam film ini ditarik mundur ke masa remaja
Peter Parker (Andrew Garfield) dan prosesnya menjadi manusia super berkekuatan
laba-laba. Webb pernah berujar untuk membuat film ini sesegar mungkin dan lepas
dari bayang tiga film pendahulunya. Sedangkan ada banyak pakem cerita yang tak
boleh ia hilangkan dari kisah Spiderman ini.
Film
ini lebih personal dalam menyoroti perjalanan hidup Peter Parker. Keinginan
untuk menjawab misteri siapa orang tua kandungnya, kemudian membawanya ke
kantor Oscorp. Di situ ia mengalami kecelakaan, digigit laba-laba radio aktif
dan akhirnya menjadi manusia berkekuatan super.
Tak
berhenti di situ, Parker yang kini sudah punya kekuatan super pun harus belajar
menggunakan kekuatannya dengan baik. Tidak semata-mata memuaskan hasrat dan
gejolak pubertas, ia harus belajar untuk lebih bertanggung jawab dengan
kekuatan barunya tersebut. Bukan hal mudah, mengingat Parker masih remaja.
the Lizard, musuh Spiderman |
Secara
umum, cerita yang ditampilkan dalam The Amazing Spiderman ini sangat datar.
Malah, saya menganggap kisahnya adalah pengulangan dari kisah Spiderman 1 dan
Spiderman 2 yang digarap Sam Raimi. Bagian yang diambil dari Spiderman 1 adalah
sosoknya yang remaja, kemudian tergigit laba-laba, cerita tentang Paman Ben
yang tertembak, hingga perkelahian di jembatan kota New York.
Sedangkan
bagian yang diambil dari Spiderman 2 adalah cerita tentang ilmuwan yang
kemudian menjadi korban dari eksperimennya sendiri. Jika di kisah Spiderman 2,
sang ilmuwan adalah Dr Otto Octavius yang menjelma menjadi Dock Ock, penjahat
bertentakel serupa laba-laba. Sedangkan dalam film terbaru, penjahatnya adalah
Dr Kurt Connors yang kemudian menjadi the lizards atau kadal raksasa.
Dari
sisi cerita, saya menganggap, film ini kehilangan daya kreatif. Dengan struktur
cerita yang berulang, maka film ini tak banyak menawarkan kejutan berarti.
Tanpa memperhatikan dengan detail, saya bisa paham apa kisah yang disajikan
dalam film. Saya menyayangkan mengapa kisahnya tidak dikembangkan menjadi lebih
dramatis. Sebagai penonton kita bisa merasakan kenyataan yang serba tidak
mudah, namun penuh drama, di mana seorang pahlawan adalah mereka yang tidak
sedang bergulat melawan musuh, namun juga melawan dirinya sendiri.
Kalaupun
ada yang menarik dari film ini adalah special effect yang dahsyat. Adegan
berloncatan dari satu gedung ke gedung lain dibuat sangat menarik sehingga saya
beberapa kali menahan napas saat menyaksikannya. Demikian pula dengan adegan
perkelahian antara Spider melawan Lizard. Yang paling saya senangi adalah
perterungan di gorong-gorong kota New York hingga akhirnya bertarung di dalam
air selokan, lalu pertarungan di menara Oscorp. Adegannya luar biasa.
kekasih Spiderman |
Yang
juga tak kalah menarik adalah chemistry atau daya tarik antara Peter Parker dan
kekasihnya Gwen Stephany (dalam film ini, Mary Jane belum ditampilkan).
Keduanya sukses berakting sebagai dua orang kekasih, yang setiap sorot matanya,
terpancar rasa sayang. Kisah kasih keduanya menjadi pemanis yang membuat rasa
film ini jadi kian bervariasi. Kita seakan disadarkan bahwa para pahlawan
adalah manusia biasa yang juga bisa mencintai, bisa semakin kuat karena cinta
yang berperan sebagai nutrisi atas romansa dan perjalanan hidupnya.(*)
Athens, 8 Juli 2012
1 komentar:
jadi males mau nonton pilmnya,hihihihi
Posting Komentar