"Writing is a path to meet ourselves and become
intimate.”
PERNAHKAH
anda mengalami kebuntuan ketika hendak menulis? Pernahkah anda mengalami stuasi
ketika tiba-tiba saja Anda kehilangan semua ide-ide yang hendak dituliskan?
Jika anda mengalami hal tersebut, sebaiknya Anda berguru pada Natalie Goldberg,
seorang guru yang mengajarkan teknik menulis bebas yang tinggal di New Mexico,
Amerika Serikat (AS).
Writing Down the Bones karya Natalie Goldberg |
Seharian
saya membaca dua buku karya Natalie Goldberg yakni Writing Down the Bones serta buku Wild Mind. Kalau tak salah, buku pertama telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, dan diterbitkan oleh Mizan dengan judul Alirkan Jati
Dirimu, Esai-Esai Ringan untuk Meruntuhkan Tembok Kemalasan Menulis.
Yang
menarik buat saya adalah Natalie tak menawarkan satu rumusan baku tentang kiat
menulis, baik menyangkut cara, gaya, teknik, format ataupun style. Bagi
Natalie, menulis adalah upaya untuk melepaskan gagasan-gagasan yang bersarang
dalam benak kita, upaya untuk mengalirkan diri kita, ide-ide yang berkelebat
dalam pikiran, lalu dituangkan melalui medium tulisan.
Semua
individu memiliki keunikan. Semua individu pasti memiliki cara pandang atau
opini yang berbeda atas sesuatu. Dengan cara menuliskan sesuatu secara bebas,
maka setiap orang memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat serta apa
yang dirasakannya. Menulis hanyalah jembatan untuk membantu seseorang untuk
mengekspresikan diri.
Nah,
kebanyakan kita adalah selalu takut untuk memulai sebuah tulisan. Ada di antara
kita yang takut dikira bodoh, takut
dikira tolol, ataupun takut dianggap tidak berpengalaman. Di saat bersamaan,
seringkali kita merasa diri kita hebat, pintar, sehingga seakan-akan kita telah
memiliki satu standar tersendiri di dunia kepenulisan.
Kata
Natalie, semua sikap-sikap itu adalah sebuah penjara bagi siapapun yang hendak
menulis. Seseorang yang hendak menulis harus berani menyingkirkan semua
perasaan itu. Menulis harus dilihat sebagai upaya untuk mengalirkan sesuatu
yang sedang dipikirkan. Menulis adalah upaya untuk bercerita atau menyampaikan
sesuatu, tanpa harus terpenjara oleh keinginan untuk dipuji, atau ketakutan
kalau-kalau orang akan menganggap bodoh.
Makanya,
kita tak butuh banyak buku untuk menemukan cara menulis. Sebab yang paling
penting adalah keberanan untuk melepaskan apa yang ada di pikiran kita secara
bebas, tanpa harus terikat pada banyak konvensi atau aturan kepenulisan.
Aturan-aturan dalam kepenulisan dan berbahasa hanya akan menjadi pemjara yang
membuat kita tak akan pernah bisa menulis.
Yang
harus dilakukan adalah lupakan semua aturan. Labrak semua konvensi tentang cara
menulis. Kemudian mulailah menulis secara bebas. Tak usah peduli apa kata
orang. Toh, kita menulis untuk diri kita sendiri yang didasari niat tulus untuk
berbagi.
Kalaupun
ada yang mengatakan tulisan kita jelek, maka yakinlah kalau si penghina itu
bukan seorang penulis. Sebab para penulis akan menyadari betul bahwa melahirkan
tulisan bukan sesuatu yang mudah. Para penulis akan paham betul bahwa menulis
membutuhkan nyali dan keberanian. Sehingga apresiasi akan terus diberikan
kepada mereka yang memiliki keberanian untuk menuangkan gagasan, seperti apapun gagasan itu, bukan malah
menjatuhkannya.
Toh, apa yang disebut baik dan buruk dalam menulis selalu bersandar pada kriteria yang bisa diperdebatkan. Buat saya, tak ada kriteria baik dan buruk dalam menulis. Yang ada hanyalah satu bentuk kepenulisan yang lebih bisa diterima khalayak dan satu lagi belum diterima. Bukan berarti yang belum diterima itu buruk. Ini hanya soal waktu dan cara kita memandang tulisan itu.
Saya sering mengutip pelukis terkenal Van Gogh. Di masa hidupnya, ia melukis dan menjualnya ke mana-mana. Lukisan-lukisan karyanya tak pernah laku. Tapi ia tak pernah berhenti melukis hingga lukisannya disimpan di satu gudang. Beberapa tahun setelah ia meninggal, adiknya coba menjual satu lukisan. Ternyata malah laku jutaan dollar. Mulailah ia dikenal. Mulailah lukisannya diburu, sesuatu yang tak dinikmatinya saat masih hidup.
Toh, apa yang disebut baik dan buruk dalam menulis selalu bersandar pada kriteria yang bisa diperdebatkan. Buat saya, tak ada kriteria baik dan buruk dalam menulis. Yang ada hanyalah satu bentuk kepenulisan yang lebih bisa diterima khalayak dan satu lagi belum diterima. Bukan berarti yang belum diterima itu buruk. Ini hanya soal waktu dan cara kita memandang tulisan itu.
ilustrasi |
Saya sering mengutip pelukis terkenal Van Gogh. Di masa hidupnya, ia melukis dan menjualnya ke mana-mana. Lukisan-lukisan karyanya tak pernah laku. Tapi ia tak pernah berhenti melukis hingga lukisannya disimpan di satu gudang. Beberapa tahun setelah ia meninggal, adiknya coba menjual satu lukisan. Ternyata malah laku jutaan dollar. Mulailah ia dikenal. Mulailah lukisannya diburu, sesuatu yang tak dinikmatinya saat masih hidup.
Boleh jadi, anda adalah Van Gogh. Pada hari ini, tulisan anda dianggap tidak baik. Namun, tak ada satupun yang bisa memastikan masa depan. Boleh jadi, tulisan anda adalah berlian yang tak ternilai harganya. Boleh jadi, apa yang anda tuliskan adalah emas yang tengah dinanti banyak orang. Makanya, jangan pernah berhenti menulis. Jangan pernah berhenti untuk membagikan keping demi keping inspirasi untuk dibaca banyak orang. Bukankah setiap tulisan menyimpan keunikan sendiri-sendiri?
Sebagaimana diajarkan dalam Zen, saat menulis, kosongkan pikiran kita. Lupakan berbagai teori menulis. Langsung gerakkan tangan untuk menulis baris-demi baris. Kita akan terkejut saat menyadari bahwa kita telah melahirkan lembar demi lembar. Kita telah mengalahkan satu musuh utama dalam menulis yakni halaman kosong. Kita sukses mengisinya dengan kata demi kata.
Sebagaimana diajarkan dalam Zen, saat menulis, kosongkan pikiran kita. Lupakan berbagai teori menulis. Langsung gerakkan tangan untuk menulis baris-demi baris. Kita akan terkejut saat menyadari bahwa kita telah melahirkan lembar demi lembar. Kita telah mengalahkan satu musuh utama dalam menulis yakni halaman kosong. Kita sukses mengisinya dengan kata demi kata.
Natalie
juga mengajarkan agar kita tak perlu meniru-niru gaya orang lain ketika
menulis. Dengan meniru orang lain, maka kita terpenjara dengan cara seseorang
menulis. Yang jauh lebih penting adalah menjadi diri sendiri dengan cara
melepaskan ide itu secara bebas dan lepas, sehingga tulisan kita bisa mengalir.
Natalie Goldberg |
Saya
menikmati buku yang ditulis Natalie. Saya akhirnya berkesimpulan bahwa praktik
menulis adalah praktik meditasi. Menulis adalah upaya untuk menjadi diri
sendiri, upaya menemukan keheningan lalu mengalirkan keheningan itu dalam kata
demi kata. Menulis adalah upaya untuk menangkap makna, mengikatnya, lalu
mengabadikannya.
Menulis
adalah upaya untuk menjelmakan diri kita sebagai sungai jernih yang mengalir
lepas, menghindari bebatuan dan karang yang menghadang, hingga akhirnya
menemukan danau tenang untuk berdiam. Danau tenang itu adalah diri kita
sendiri, sisi terdalam diri kita yang seringkali tak kita temukan.
Berikut,
beberapa kutipan yang saya ambil dari buku Natalie Goldberg:
“If everything you sat down, you expected
something great,
writing would always be a great
disappointment.”
“In writing, when you are truly on,
there’s no writer, no pen, no thoughts.
Only writing does writing –everything else is
gone.”
“We must continue to open and trust in our own
voice and process.”
“Let your whole body touch the river you are
writing about,
so if you call it yellow or stupid or slow, all
of you is feeling it.
There should be no separate you when you are
deeply engaged.”
19 komentar:
Mantap bgn resensinya bang. Sangat bermanfaat dan berisi. Bekal lagi untuk saya nih. Tks for sharing
mantap senior...hal ini pernah saya jalani semasa mahasiswa sangat membantu dalam penyusunan laporan sekarang ketika bekerja, apalagi dulu dikaitkan dengan famplet gelap, agak mengasyikkan dan menyentil beberapa pihak..., mestinya lembaga mahasiswa hal ini yang dibudidayakan dari bicara ke menulis...he 3x
saya lagi mencari2 buku ini. dimana bisa membelinya baik yang edisi bahasa inggris atau bahasa indonesia. saya sudah mencoba cari di gramedia di bekasi tapi stoknya kosong. coba di toko buku online juga rata2 ga punya stok.
buku ini emang keren.
Alhamdulillah, bukan hanya renyah, tetapi lezat dan sangat inspiratif. tulisan yang penuh gizi
makasih atas semua komentar di sini.
oku suka tulisannya...dan minta ijin di share..GBU
oku suka tulisannya...dan minta ijin di share..GBU
makasih atas semua komentar
silakan di-share
sepakat. mestinya lembaga mahasiswa bisa berbuat banyak.
coba pesan lewat online. kalo tak salah, mizan pernah menterjemahkan buku ini dan menerbitkannya.
silakan di-share
Menulis memang harus menggunakan hati dan melupakan semua teori penulisan yang kadang justru membuat frustrasi dan mati kutu di depan.
Tulis apa yang ada di kepala dan jangan dulu diedit, begitu kata Stephen King suatu kali.
Resensi yang mencerahkan. Thanks.
makasih atas masukannya.
mantap bang, pelajaran baru bagi saya, ijin share ^__^
Trimakasih Resensinya menambah wawasan saia Bung Yusran, salam
Kerennn!! :D
udah lamaaaa bgt vakum nulis. jd rindu berkomoetisi dan nulis lagi hihi ..
keren banget..
nyari buku ini ga dapet2 (kurang usahanya kali ya, hehe)
Setiap artikel (tulisan) yang kita tulis, harus ada gagasan di dalamnya. Itu kata2 bung Yusran kepada saya, ketika suatu hari saat ketemu di satu acara blogger di Jakarta. Pesan itu masih saya ingat dan selalu saya coba setiap kali menulis. Tentu saja masih garing dan tdk "serenyah" tulisan bung Yusran. Selamat ya dan selalu ditunggu tulisan berikutnya....
Salam
Nur Terbit
Posting Komentar