Tarian Sakti Baramasuwen

SEORANG pria paruh baya membakar dupa dan kemenyan. Ia lalu mengangkat gulungan dupa (yang berbentuk mirip hio) ke sebatang bambu yang dipegang tujuh pria dewasa. Diiringi teriakan keras “Baramasuwen” dan mantra-mantra, bambu itu lalu bergerak liar. Ketujuh pria itu mati-matian berusaha memegang bambu, namun mereka tidak kuasa. Bambu itu seolah punya kehendak, bergerak semaunya, dan tidak ada satupun yang sanggup mengatasinya.

walikota bau-bau Amirul Tamim (berbaju hitam) sedang bermain bambu gila (foto: yusran darmawan)

Saya sedang menyaksikan permainan Baramasuwen, permainan tradisional yang sangat kondang di Maluku Utara. Beberapa warga setempat yang saya tanyai, hanya menjawa singkat kalau ini adalah permainan Bambu Gila. Tapi setelah ditanya sejarah kapan persisnya permainan ini dikenal, warga tersebut tak memahaminya.

Untunglah, seorang master of ceremony (MC) menjelaskan secara panjang lebar mekna permainan ini. Katanya, permainan ini dikenal sejak masa pemerintahan Sultan Baabullah pada tahun 1580.  Pada masa ketika gendering perang ditabuh melawan Portugis, banyak peralatan berat yang harus diangkut seperti meriam, dan amunisi berat lainnya. Melalui mantra mistik, warga Ternate sanggup mengangkat semua meriam tersebut. Melalui mantra Baramasuwen, mereka tiba-tiba menjadi perkasa dan seolah punya kekuatan hebat sehingga sebuah meriam yang beratnya sekian ton, bisa diangkat dengan mudah.

Kini, tak ada lagi perintah mengangkat meriam seperti dahulu. Tapi, aktivitas tersebut mengalami transformasi dalam bentuk tarian tradisional yang dipentaskan para laki-laki demi menyambut tamu dan keramaian lainnya. Permainan ini menjadi atraksi dan pesta rakyat untuk menghibur siapapun yang datang. Permainan ini menampilkan cirri kegotong-royongan dan keakraban di kalangan warga Maluku Utara. Apalagi, bambu adalah salah satu jenis tumbuhan yang paling banyak ditemukan di sekitar Ternate. Pantas saja jika permainan Baramasuwen menjadi sangat popular.

Sayangnya, tak banyak yang paham sejarah dan maknanya. Mungkin, ini tantangan bagi para budayawan untuk menerjemahkan makna ke dalam bahsa rakyat awam sehingga lebih mudah dipahami.(*)

0 komentar:

Posting Komentar