Selingkuh Lelaki Jawa dan Gadis Cina

SIAPA sih yang tidak mengenal sosok Pangeran Diponegoro? Sejarah kita mencatatnya sebagai Ratu Adil yang mengobarkan perang suci di jalan Allah. Ia memantik lahirnya Perang Jawa yang menjadi tanda dari perlawanan dahsyat bangsa Jawa terhadap kehadiran VOC. Ia menjadi sosok paling ditakuti VOC yang ditangkap dengan cara dijebak. Namun, tahukah kita bahwa ulama yang digambarkan suci tersebut ternyata beberapa kali berselingkuh dengan perempuan keturunan Cina? Tahukah kita bahwa Pangeran Diponegoro sendiri yang pertama membangkitkan kebencian pada etnis Cina di Jawa dan menuduh perempuan Cina dibalik kekalahannya?



Sejarah kita memang sering tidak utuh mencatat sesuatu. Kita sering disodorkan satu sosok pahlawan yang seolah jatuh dari langit, tanpa mengenali sang pahlawan secara utuh. Kadang kita hanya mengetahui kenyataan sepenggal-sepenggal, dan kenyataan yang sepenggal itulah yang kemudian membanjiri kesan kita atas satu tokoh sejarah. Dalam hal Pangeran Diponegoro, yang disebut sebagai pengobar perang di jalan Allah, persepsi kita banyak dipengaruhi puisi Chairil Anwar yang berjudul Diponegoro. Dalam satu kalimatnya, Chairil mengatakan "Dan bara kagum menjadi api// Di depan Sekali Tuan Bersaksi.......// Pedang di kanan // Keris di kiri // ...... Sekali berarti sudah itu mati...”

Di luar kisah-kisah dan puisi yang heorik itu, seberapa tahukah kita tentang sosok Ratu Adil yang menggetarkan orang Jawa ini? Tahukah kita bahwa sosok ini adalah ulama sekaligus pemain seks yang hebat hingga beberapa kali selingkuh tanpa sepengetahuan istrinya?

Majalah Tempo edisi 1-7 Maret 2010 ini, menurunkan laporan tentang pementasan Opera Diponegoro yang disutradari Sardono W Kusumo. Digambarkan bahwa di tengah letusan Gunung Merapi tahun 1822, di tengah-tengah teriak panik penduduk Jawa yang hendak mengungsi, Diponegoro justru menolak mengungsi. Di tengah panik itu, ia malah mengajak istrinya untuk melakukan seks. What? Kita bisa menuduh Sardono seorang pembual. Masak, di tengah kepanikan itu, tokoh sekaliber Diponegoro justru melakukan seks. Kita mungkin menuduh Sardono sebagai pembual. Tapi, kata Sardono, --sebagaimana dicatat Tempo-- ia terinsprasi oleh Babad Diponegoro, sebuah otobiografi Pangeran Diponegoro yang ditulis saat ditahan Belanda di Manado, tahun 1830.

Sayang sekali, liputan Tempo itu amat singkat. Hanya sedikit saja menyinggung ikhwal perselingkuhan dengan gadis Cina. Tapi jika kita membaca buku yang ditulis sejarawan Peter Carey yang judulnya Changing Javanese Perceptions of the Chinese Communities in Central Java, kita bisa menemukan perspektif yang lebih jelas tentang kegandrungan seks sang pangeran, yang kemudian menjadi benih awal prasangka orang Jawa terhadap gadis Cina. Studi Carey didasarkan atas telaah yang mendalam terhadap Babad Diponegoro yang dilakukannya selama 40 tahun.

Menurut Carey, Catatan-catatan itu menunjukkan sisi manusiawi Diponegoro yang tidak banyak diketahui orang. Catatan ini berkisah sesuatu dengan amat jujur dalam aksara Pegon, modofikasi aksara Jawi yang diadopsi dari huruf Arab. Ternyata sang pangeran yang dekat dengan para kiai pesantren ini adalah penggemar anggur Afrika, Grand Constantia. Meski Islam mengharamkan alkohol, Diponegoro berdalih bahwa anggur itu adalah obat. Bagi saya sendiri, catatan ini menunjukkan bahwa Dipengoro bukanlah seorang yang taat dalam menjalankan syariat. Pada banyak sisi, ia justru tunduk patuh pada hasrat duniawinya. Termasuk dalam soal selingkuh dengan gadis keturunan Cina.

Selingkuh dengan Gadis Cina

Catatan yang lebih mencengangkan adalah perselingkuhan dengan gadis Cina. Diponegoro mengatakan, ia terbius kecantikan seorang Gadis Cina yang ditemuinya sebelum perang besar di Gowok, di bulan Oktober 1826. Perempuan Cina itu lalu dijadikannya sebagai pemijat yang melayani hasrat nafsu sang pangeran. Kemolekan gadis Cina pada masa itu tersohor hingga membuat sang pangeran mabuk kepayang. Pada masa ini, banyak warga keturunan Cina perlahan-lahan mendominasi ekonomi di Jawa khususnya penarikan pajak gerbang tol, dan juga penjualan candu. Banyak pula gadis Cina yang dipekerjakan di tempat hiburan malam, sebagai pemijat para pangeran Jawa, termasuk Diponegoro.

Pada malam sebelum pertempuran, Diponegoro sempat-sempatnya berhubungan seks hingga subuh menjelang. Babad Dipnegoro juga mencatat episode perselingkuhan Diponegoro dengan seorang dukun bernama Asmaratruna. Ia menjalin hubungan seks berulang-ulang, sesuatu yang membuatnya malu pada istrinya sendiri.

Dan gara-gara seks terlarang itu, ilmu kekebalannya jadi hilang. Ia melanggar perintah Tuhan sehingga kekebalannya jadi lenyap. Pasukan Jawa yang dipimpinnya kocar-kacir dan kehilangan daya tempur. Bahkan iparnya Sasradilaga juga kalah dalam pertempuran, gara-gara malam sebelum pertempuran melakukan hubungan seks dengan gadis Cina.

Aneh bin ajaib, Diponegoro lalu menyalahkan gadis Cina sebagai biang kekalahan. Ia lalu mengeluarkan larangan untuk menikah dengan gadis Cina. Ia melarang hubungan erat dengan Cina dan mulai memperlakukan orang Cina sebagai musuh, sebagaimana halnya bangsa Belanda. Ia membangun tembok tebal parasangka yang kemudian menjadi endapan selama bertahun-tahun setelah meninggalnya, bahkan hingga kini. Ia memunculkan mitos yang membuat lelaki Jawa takut menikahi gadis Cina. Kata sejarawan Denys Lombard, apa yang dilakukan Pangeran Diponegoro menjadi benih gagasan rasialis yang kemudian mempengaruhi persepsi orang Jawa terhadap orang Cina. Sebagaimana dicatat Carey, Lombrad mengatakan Diponegoro telah menyebarkan ideologi berbahaya yang memasukkan orang Cina sebagai kelompok kafir. Padahal, yang mestinya dijinakkan adalah daya seks sang pangeran yang amat dahsyat.

Kini, ratusan tahun setelah Diponegoro meninggal, apakah prasangka itu masih menjadi sedimen yang menebal?


Pulau Buton, 9 Maret 2009

7 komentar:

daengrusle mengatakan...

hahaha....sejarah adalah kronik para pecundang...

banyak 'pahlawan' indonesia itu sejatinya adalah pecundang, mereka yang berjuang kemudian kalah karena kebodohan atau dibodohi oleh belanda...

imam bonjol, diponegoro, bahkan hasanuddin adalah pemimpin2 yang 'takluk' di masanya..

sementara sultan alauddin, pattingalloang, sultan nuku, dan beberapa nama pemberani yg tak pernah kalah malah dinisbi kan oleh sejarah...

diponegoro? saya kira dia berjuang hanya untuk kehormatan diri dan keluarganya dalam sebentuk tanah, bukan untuk sebuah bangsa, apalagi nation bernama Indonesia yang saat itu bahkan tidak dikenal ataupun terbersit dalam benak si pangeran...

Khairullah Aka mengatakan...

apa benar ini? sudah ditelitikah kebenaran dan kevalidanya?

Anonim mengatakan...

Para pejuang dari aceh terutama, perempuannya adalah pejuang yang tak dapat dikalahkan oleh portugis dan belanda bahkan mereka dapat membunuh cornelis de houtman

Anonim mengatakan...

sejarah itu sebenarnya tinggal siapa yang menulis, absurditasnya tinggi, subjektif,...

Unknown mengatakan...

bugis suka korupsi dan selalu menjadi dominan dimakassar lihat saja najib tunrazak ,dan syahrul yassin limpo.mereka apa membangun makassar yang ada dia dan keluarganya jadi koruptor dimakassar najis gw lihat orang bugis,orang makassar yang sejati lah yang harus memimpin makassar

Anonim mengatakan...

I'm Sonja McDonell, 23, Swiss Airlines Stewardess with 13 cities overseas, very tender with much fantasies in emergency cases in my wonderful job. I had only 2 19 yo twin sisters in the Travel hotel in Jakarta duringmy vacations & I was their first girl.. I was enchanted, how they did it with me. I'll spend my next vacations agian in Indonesia. Write me please, when you want to meet me then.
sonjamcdonell@yahoo.com

Adjat R. Sudradjat mengatakan...

hasrat seksual/libido yang tinggi, seringkali ditemui pada riwayat orang besar yang tercatat dalam sejarah memang. Seperti Bung Karno misalnya, sudah bukan rahasia lagi beliau beristri beberapa kali. Begitu pula dengan Napoleon Bonaparte. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki dua sisi yang berbeda memang. Demikian juga dengan Diponegoro yang telah mengilhami bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan dari tangan penjajah.

Posting Komentar