Ranomi Kromowidjojo |
LESATANNYA serupa hiu yang menembus air. Tapi dirinya bukan hiu. Dirinya adalah sosok gadis manis bernama Ranomi Kromowidjojo. Setelah sehari sebelumnya ia sukses mendapatkan medali emas pada lomba renang 100 meter, tiga hari berikutnya ia kembali mendapatkan emas untuk 50 meter gaya bebas. Ia cantik, manis, juga perkasa di Olympiade.
Ia
tengah berjaya. Ia tengah menikmati puncak ketenaran sebagai seorang Eropa yang
kemudian berjaya di arena renang. Di ajang Olympiade, ia mewakili Belanda. Apakah ia paham bahwa nama belakangnya itu
adalah nama khas mereka yang berumah di tanah Jawa, tanah yang dahulu menjadi
bumi nenek moyangnya, sebelum akhirnya terhempas ke Suriname?
Mungkin
Ranomi tak tahu. Entah, apakah ia paham kalau ayahnya adalah seorang Jawa yang
lahir di Suriname, dari keturunan para kuli perkebunan yang didatangkan pada
tahun 1800-an. Ia generasi yang terlahir di era millennium yang sering buta
sejarah. Kakek moyangnya datang sebagai budak yang dipaksa mendatangi negeri
yang jauh demi imbalan emas perak.
Gelombang
kedatangan bangsa Jawa ke Suriname kemudian berujung neraka bagi sebagian
orang. Mereka yang tewas, langsung dibuang ke laut. Mungkin mereka tak tahan
menempuh perjalanan laut selama lebih tiga bulan. Mereka yang bertahan berakhir
sebagai kuli Perkebunan Marienburg.
saat menerima medali |
usai menang |
aksi di lapangan |
Entah apakah Ranomi tahu
kalau nenek moyangnya ditempatkan di barak-barak. Janji emas tinggal janji.
Meeka terlantar dan hidup menderita. Mereka yang tersisa masih mengenang nenek
moyangnya serta tanah Jawa yang subur dan berlimpah dengan bahagia. Mereka
tidak sedikit. Selama 1890-1939, jumlah imigran dari Jawa di Suriname sudah
mencapai 32.956 jiwa. Mereka berasal dari 30 daerah di Pulau Jawa seperti Jawa
Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, dan DKI Jakarta.
Ditempa alam serta
tantangan Suriname, mereka lalu bangkit. Generasi baru mulai bersekolah lalu
merebut jabatan-jabatan publik. Generasi baru tidak lagi mengenang masa silam
yang kelam, juga tidak lagi mengenang negeri tempat lahir yang pernah menolak
mereka ketika hendak kembali pada tahun 1950-an. Suriname tanah airku. Belanda
adalah nenek moyangku.
sang juara |
Maka lahirlah Ranomi
Kromowidjojo sebagai generasi baru yang harum mewangi. Kepahitan nenek
moyangnya adalah asa untuk melejitkan kecepatannya di kolam renang. Derita
bangsa Jawa di Suriname adalah bahan bakar yang melesatkan dirinya di kolam
itu. Maka melajulah dirinya hingga mendapatkan emas, sesuatu yang dulu
diinginkan nenek moyangnya saat berangkat ke Suriname.
Nenek moyangnya yang Jawa
tak dapat emas. Malah menjadi kuli. Tapi di arena Olympiade itu, Ranomi
berhasil mewujudkan semua ambisi sejarah masa silam. Ia mendapatkan emas
sembari tersenyum manis.
Sementara di negeri asal moyangnya, semua hanya bisa meneteskan liur. Di negeri itu, semua berharap emas, namun semuanya tinggal harapan. Semuanya pulang membawa hampa. Masihkah mereka mengindonesiakan Ranomi setelah di masa silam menyingkirkan nenek moyangnya?
Athens, Ohio, 6 Agustus 2012
0 komentar:
Posting Komentar