Imam Bugis di Masjid Terbesar New York


Imam Syamsi Ali saat berpidato (dok: feminenza.org)

DI tengah berjubelnya manusia yang memenuhi lalu lintas kota New York, Amerika Serikat (AS), dan di tengah kecurigaan pihak kepolisian yang berlebihan kepada umat Islam, seorang lelaki asal Bugis, Indonesia, tak henti berdakwah tentang perdamaian. Sungguh menakjubkan, dakwahnya menyentuh hati banyak pihak sehingga dirinya menjadi representasi indahnya Islam. Tak hanya itu, di kota yang sekuler ini, ia dinobatkan sebagai satu dari tujuh pemimpin agama paling berpengaruh di kota itu yang diberikan oleh New York Magazine.

Pria itu bernama Syamsi Ali. Namun oleh media-media di Amerika sering dieja Shamsi Ali. Ia adalah imam Islamic Cultural Center yang merupakan masjid terbesar dan tertua kota New York yang terletak di 96th Street and 3rd AV Manhattan. Ia juga menjadi ketua Yayasan Masjid Al Hikmah yang didirikan Muslim Indonesia di Queen, NY. Tak hanya itu, ia juga menjadi direktur Jamaica Muslim Center di New York.

Saya sama sekali tak menyangka betapa jauhnya pencapaian pria Bugis kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan, 44 tahun silam ini. Tak banyak warga Indonesia yang memainkan peran penting di Amerika. Namun, dalam usia yang masih terbilang muda, ia sukses menorehkan banyak prestasi di kota New York, sehingga namanya termasuk dalam daftar pemimpin Islam yang diundang Presiden George W Bush untuk mengunjungi Ground Zero, beberapa hari setelah tragedi yang menghancurkan WTC.

Beberapa hari lalu, saya menelepon Syamsi untuk berdiskusi. Ia menyambut baik dan dengan senang hati berbagi pengetahuan. Saya merasa sangat beruntung bisa berdialog dengan suami Muthia Malik Thahir yang namanya begitu cepat meroket di New York dan AS umumnya, baik di mata kalangan muslim Indonesia dan pemuka muslim internasional.
Di mata komunitas muslim Indonesia -jumlahnya sekitar 4.000 orang yang mencakup New York dan sekitarnya (termasuk New Jersey, Connecticut)- Syamsi amat populer. Bahkan di mata komunitas Muslim di Ohio, ia sangat dikenal. Paling tidak, sejak kedatangannya di kota bisnis terbesar AS 1997 lalu, dia sudah terlibat di kepengurusan Masjid Indonesia di New York sebagai imam.
Masjid Al Hikmah yang didirikan komunitas Indonesia di New York

Di forum internasional, Syamsi malah jauh lebih bergema. Sejak datang pada tahun 1997, relasinya dengan pemimpin-pemimpin Islam cukup luas. Sejak 1997 itu pula, ayah tiga anak ini ditunjuk mengoordinasi pelaksanaan Parade Muslim yang diadakan setiap tahun di kota New York. Parade internasional muslim ini diorganisasi oleh The Muslim Foundation of America, Inc. Di lembaga itu Syamsi duduk sebagai salah seorang anggota dewan pengurusnya, yakni anggota Board of Directors, dan sekaligus menduduki jabatan senior vice chairman.
Bukan itu saja. Syamsi pun terpilih menjadi anggota ''Majelis Syuro'' para imam di New York. ''Majelis Syuro ini adalah badan koordinasi antara imam-imam yang ada di kota New York,'' jelasnya. Tahun lalu, dia juga termasuk salah seorang pendiri The Imams Council of New York City (ICNYC). Kiprahnya di level internasional ini makin mengentalkan pergaulan dan nama Syamsi di muka pimpinan muslim New York dan AS umumnya.
Tak ada yang mengingkari kiprah Syamsi di tengah-tengah kepemimpinan umat Islam di New York. Syamsi tidak tahu persis sebabnya, kecuali menduga-duga. ''Saya menilai, salah satu penyebabnya adalah bahwa Indonesia dapat diterima oleh berbagai kalangan muslim yang ada. Sebagai catatan, di New York ini ada tiga kelompok muslim yang kuat, yaitu Afro American, Arab, dan Sub Continent. Ketiganya merasa sebagai yang paling mampu memimpin umat ini,'' paparnya.
''Pada akhirnya, dan tanpa di sengaja, terjadi persaingan yang kurang sehat. Dari sinilah, ketika ada pihak lain yang tampil, mereka pun menerimanya,'' timpal Syamsi, enteng, sebagaimana dicatat Ramadhan Pohan di harian Jawa Pos.
Dugaan saya, namanya dikenal luas arena sikap inklusif yang selalu ditunjukkannya. Ia ingin menunjukkan indahnya Islam pada semua komunitas. Ia tak hanya memerkenalkan Islam di hadapan Presiden George W Bush atau Bill Clinton, ia juga diundang berceramah di berbagai gereja, serta synagog yang dimiliki umat Yahudi di New York.
saat menerima Medal of Honor di Ellis Island, New York

Ia memang seorang khatib dan penceramah yang amat hebat di podium. Kemahirannya berbahasa Inggris dan Arab memang sangat mendukung -berkat pendidikannya di Pesantren Muhammadiyah ''Darul Arqam'' Ujungpandang (1981-1987) hingga perguruan tinggi. Syamsi menamatkan S1 di bidang ushuluddin (1991) dan S2 bidang perbandingan Agama, kedua-duanya di International Islamic University, Islamabad, Pakistan.
Karena kefasihannya berbahasa Inggris dan Arab pula, ia pun sering diwawancarai televisi AS dari Arabic Channel. Pengalaman Syamsi mengajar di Islamic Education Foundation Jeddah, Saudi Arabia (yayasan pendidikan milik Amir Mamduh, adik Raja Fahd) selama 1994-1996, jelas makin mendukung kepiawaiannya. Ia juga sering diundang Voice of America (VOA) untuk diwawancarai seputar dunia Muslim.

Tahun 2002, ia ditunjuk sebagai duta perdamaian atau “Ambassador of Peace” oleh International Religious Federation. Tahun lalu, ia adalah satu dari 100 orang penerima Medal of Honor Award. Penghargaan ini adalah penghargaan bagi non-miiter  tertinggi yang diberikan pada imigran yang memberikan kontribusi besar pada masyarakat Amerika dan masyarakat dunia. Ia dianggap sukses membangun jembatan antar komunitas.

Masa Kecil

Syamsi mengenang masa kecilnya sebagai seorang anak yang nakal di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Demi mengatasi kenakalannya, orangtuanya Ali Kadrun dan Ny Inong Tippang lalu memasukannya ke pesantren. Otaknya encer sehingga ia mendapat beasiswa untuk belajar di Pakistan. ''Kedua orang tua saya adalah dari keluarga petani. Bahkan, saya selalu menyatakan bahwa kedua ibu bapak saya termasuk korban keterbelakangan pendidikan RI masa lalu sehingga beliau berdua termasuk masih buta huruf.''

Kini, ia mulai memainkan peran strategis. Kedatangannya ke New York adalah undangan dari Duta Besar RI untuk PBB Nugroho Wisnumurti yang ditemuinya di Jeddah. Ia berobsesi agar Indonesia lebih aktif sebab mengingat  Islam tengah menjadi perhatian dunia. "Saya itu selama 15 tahun terakhir, punya mimpi untuk menjadikan Indonesia lebih banyak berperan. Kita ketahui, Islam mendapat citra buruk berupa sumber konflik dan terorisme," katanya sebagaimana dicatat Republika.
Syamsi Ali

Di luar obsesinya, ia sukses menampilkan citra Islam yang santun, intelek, serta bersahabat dengan siapa saja. September lalu, ia menerima penghargaan dari Asian American Coalition USA) Inc Hall of Fame dalam satu upacara di Kuil Agama Hindu di Flushing, New York. Penghargaan ini diberikan kepada tujuh orang terkemuka yang mewakili komunitas Asia di Amerika.

Di acara itu, ia bepidato dengan bahasa yang menyentuh hati. “Saya merasa bangga sebagai orang Indonesia yang  mendapat kehormatan dapat bekerja sama dengan para pemimpin agama lainnya untuk menjembatani  kesenjangan. Warisan budaya yang kita miliki itu menjadikan kita sebagai individu-individu yang sungguh unik sekaligus sebagai satu kelompok secara keseluruhan."  

Saya sangat bangga dengannya. Saya bangga bisa mengenalnya sebagai warga Indonesia yang bersahaja, teduh, dan penuh prestasi. Ia sukses merepresentasikan indahnya Islam di New York, sukses memikat hati banyak orang, serta sukses membawa kebanggaan bagi seluruh bangsa Indonesia.(*)



Athens, Ohio, 8 Agustus 2012


BACA JUGA:











Diaspora Cina: Saat Naga Membelit Paman Sam


0 komentar:

Posting Komentar