serial baru dari Rick Riordan |
PARA
dewa-dewa Yunani dan Romawi itu tak pernah mati. Setidaknya bagi pengarang Rick
Riordan. Para dewa itu terus hidup, bergerak mengikut siklus zaman, dan terus
menginspirasi setiap masa. Mereka terus mengirimkan anak-anaknya, yang memiliki
kekuatan super, demi menjadi bagian dari deru napas manusia, sekaligus
mewarnainya.
Dua
hari ini saya membawa-bawa buku The Lost Hero dan buku The Son of Neptune yang merupakan bagian dari serial The
Heroes of Olympus yang dibuat Rick Riordan. Serial ini adalah kelanjutan
dari serial Percy Jackson. Jika serial Percy mengambil setting tentang dewa-dewa dalam mitologi Yunani, maka serial, yang
bukunya sedang saya baca ini, mengambil tema tentang para dewa dalam mitologi
Romawi.
Saya
menyebut apa yang dilakukan Riordan adalah sebentuk reaktualisasi dongeng. Ia
tak menawarkan orisinalitas, sebab yang orisinil adalah dongeng itu sendiri. Ia
memberinya bentuk baru yang lebih segar, yang di dalamnya terdapat kisah-kisah
baru yang diambil dari khasanah mitologi, lalu mengemas ulang menjadi cerita
yang mengasyikkan tentang zaman kini, namun terselip koneksi yang kuat dengan
mitologi. Dengan cara ini, dongeng akan terus abadi.
Seberapa
kuatkah pengaruh dongeng bagi inspirasi penciptaan karya di masa kini? Saya
teringat J.K Rowling. Dalam satu wawancara, ia pernah berkata, “Saya beruntung
karena terlahir di Inggris, sebuah negeri yang penuh folklore dan dongeng.
Semua kisah itu menjadi inspirasi untuk menggerakkan karya-karya saya.”
masih karya Rick Riordan |
Namun,
ada sesuatu yang lebih dahsyat ketimbang mempengaruhi karya. Dalam segala
dongeng itu terletak petunjuk moral serta upaya mengenali berbagai karakter
yang kelak akan dipilih oleh seorang anak demi mengarungi bahtera kehidupan.
Dongeng dan mitologi akan menjadi petunjuk awal untuk mengetahui baik-buruk,
elok dan tak elok, serta mana yang patut dan tak patut.
Melalui
dongeng itu, seorang anak akan belajar untuk menemukan dirinya, belajar
mengenali konsep-konsep dalam masyarakat kita tentang hal-hal baik, serta ikut
bersama sang tokoh demi menemukan kesejatian. Manusia masa silam adalah manusia
hebat yang bisa menciptakan dongeng sebagai sebuah traktat filsafat yang
disajikan dengan gaya bahasa renyah dan amat mendebarkan jika diliat dari sisi
kepolosan anak kecil.
Di
saat bersamaan, saya juga memikirkan nasib dongeng nusantara. Pernahkah kita
berpikir bahwa kitapun memiliki khasanah kebudayaan budaya yang sedemikian kaya
sebagaimana tercermin dari dongeng-dongeng kita? Tiba-tiba saja saya
mengkhawatirkan punahnya dongeng tersebut di tengah gencarnya penetrasi dongeng
Amerika lewat Disney, dongeng Jepang dalam komik, atau dongeng Korea yang masuk
lewat drama seri Korea.
film Percy Jackson |
Jangan-jangan
kita adalah generasi yang sudah tidak peduli dengan dongeng sebagai warisan
budaya kita sendiri. Saya pernah iseng mencatat, jika negeri ini punya ribuan
suku bangsa, tentunya negeri ini juga memiliki jutaan bahkan miliaran
dongeng-dongeng sebagaimana yang tercermin dari suku bangsa tersebut.
Semua
dongeng tersebut adalah kisah-kisah orisinil yang dihasilkan bangsa kita sejak
masa silam, dan merupakan khasanah kekayaan yang tak ternilai. Dongeng tersebut
telah mengasah imajinasi, menentukan watak, dan mengasah kepekaan seseorang
pada dunia sekitarnya. Dongeng menyimpan kekuatan dalam kata serta nilai-nilai
moral yang terselip dalam kisah-kisah sehingga seorang anak bisa mengenali mana
kebenaran dan mana yang bukan.
Dongeng-dongeng
tersebut abadi dalam waktu dan selama sekian lama menjadi bentuk sosialisasi
atau upaya pembelajaran yang menumbuhkan karakter bagi seorang anak. Saya
pernah membaca sebuah publikasi jurnal yang menyebutkan bahwa jika seorang anak
terbiasa diberi dongeng sejak kecil, maka nilai-nilai seperti kepahlawanan,
moralitas baik-buruk akan tumbuh dalam dirinya sehingga membersitkan keinginan
untuk berbuat sesuatu yang lebih baik di masa mendatang.
Saya
membayangkan ada sebuah pencatatan atas ribuan koleksi dongeng kita secara
serius kemudian dikemas dalam bentuk yang menarik dan menyegarkan. Tentu saja,
merawat dongeng tidak sekedar mendokumentasikannya, namun juga upaya untuk
memberinya penafsiran baru, mengadaptasikannya dengan situasi zaman, sehingga
dongeng tersebut bisa lebih bermakna dan memberian kekuatan bagi bangsa ini
untuk melangkah maju ke depan.
kisah Jaka Tarub |
Saya
membayangkan ada masa ketika anak negeri ini justru bisa mencibir pada Rick
Riordan dan berkata, “Maaf, anda punya Zeus, Poseidon, dan Hades. Tapi saya
juga punya Malin Kundang dan Sangkuriang. Atau kisah Jaka Tarub dengan tujuh bidadari. Juga keperkasaan Hanoman yang bisa terbang secepat kilat.”
Athens, 4 Agustus 2012
0 komentar:
Posting Komentar