Rumah Sakit, Rumah Sehat, Rumah Bahagia


O'Bleness Hospital

DEMI mengantar seorang sahabat yang sedang sakit, saya mengujungi rumah sakit O’bleness Memorial Hospital di Athens, Ohio. Tempat ini tergolong rumah sakit yang kecil, namun merupakan rumah sakit yang bagus di kota kecil Athens. Biasanya, jika penyakit pasien agak parah, maka pihak rumah sakit akan merujuk pasien ke Columbus, ibukota negara bagian Ohio.

Tadinya, saya enggan ke rumah sakit ini. Saya membayangkan rumah sakit di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara, yang kondisinya serba terbatas. Dulu, bapak saya meninggal di rumah sakit yang tak punya banyak fasilitas itu. Tapi, ini bukan Baubau. Ini adalah O’bleness. Saya akhirnya memutuskan untuk tetap datang. Maka terbukalah satu lapis kenyataan yang berbeda dengan situasi di tanah air.

O’bleness adalah rumah sakit kecil dengan desain yang serupa hotel. Lorong-lorong rumah sakit ini penuh dengan lukisan sehingga suasananya serupa hotel. Siapapun yang masuk akan merasa nyaman di tempat ini. Baru di pintu masuk, saya sudah melihat minuman gratis serta kue-kue. Kemudian, suasana lobby atau tempat duduk juga didesain serupa lobby hotel. Tempat ini amat memanjakan mata.

kopi gratis
suasana lobby
ruang tunggu

Saya bertemu beberapa resepsionis. Rata-rata adalah orang tua yang kemudian dipekerjakan secara  voluntary atau relawan. Di Amerika Serikat, orang-orang tua diberikan prioritas utama ketika hendak bekerja. Mereka juga melakukannya demi tantangan baru serta kebutuhan bersosialisasi. Ini jauh lebih baik ketimbang tinggal di rumah dan merawat cucu. 

Saya sering melihat orang-orang tua bekerja di kafe, restoran, atau pusat perbelanjaan Walmart. Tanpa aktivitas atau sosialisasi, mereka bisa lebih banyak stres dan akhirnya merasa terkucil. Di sini, saya akhirnya menemukan satu keping kenyataan yang humanis tentang bagaimana memperlakukan orang tua sebagaimana layaknya.

Yang juga mengejutkan adalah fasilitas makan di rumah sakit ini yang sangat jauh dari kosa kata jorok. Tempat makannya serupa restoran sebuah hoel yang amat bersih dan dirimu bebas hendak memilih makanan apapun dengan harga murah. Berada di tempat ini, membuat saya tidak sedang merasa di rumah sakit. Serasa berada di mal.

Saya juga melihat toko kecil yang menjual aneka barang, termasuk kartu ucapan semoga sembuh, boneka-boneka, balon Scooby Doo, hingga berbagai hiasan dinding. Ini rumahs akit. Bukannya mal. Tapi, konsepnya didesain amat humanis bahwa mereka yang sakit butuh perawatan dan keinginan untuk sekadar refreshing dari kepenatan hidup.

toko cendera mata
boneka
boneka

Saat di O’bleness, saya lalu merefleksi situasi di tanah air. Mengapa di negeri kita, rumah untuk penyembuhan di sebut rumah sakit? Bukankah penggunaan kata sakit akan membuat orang-orang akan semakin sakit? 

Entahlah. Saya sendiri bertanya-tanya. Entah sejak kapan penggunaan istilah rumah sakit, namun saya termasuk yang tidak nyaman dengan istilah ini. Penggunaan kata sakit, mengesankan kalau rumah itu adalah tempat untuk mereka yang sakit. Padahal, rumah itu seyogyanya menjadi rumah bagi siapa saja yang merasa memiliki gangguan kesehatan, atau mereka yang ingin menyembuhkan diri.

Pertanyaan berikutnya, mengapa di tanah air kita, rumah sakit didesain serupa ruang untuk pesakitan? Pertanyaan ini mengingatkan pada Michel Foucault yang melakukan riset di rumah sakit dan sekolah, yang disebutnya sebagai institusi represif dan mealkukan penindasan pada manusia. Di sini, anda kehilangan kemanusiaan anda. Bukan sekali dua kali terdapat keluhan tentang pelayanan. Mulai dari perawat yang bermuka masam, prosedur yang rumit, hingga suasananya yang serupa penjara. Siapapun yang ke rumah sakit itu bukannya sembuh. Tapi malah tambah sakit. 

kafe
tempat makan
Anehnya, banyak pihak malah tidak menyadari situasi ini. Makanya, banyak warga kita yang lebih suka berobat ke Malaysia atau Singapura. Kita tidak pernah menghitung berapa kapital kita yang kemudian tersedot di sana. Padahal, yang ditawarkan di sana hanyalah pelayanan serta upaya memanusiakan manusia. Di sana, konsep pelayanan benar-benar diimplementasikan sehingga semua pasien adalah subyek yang bisa memberikan opini serta ditanya pendapatnya, bukan sekedar diperiksa bagian-bagian tubuhnya.

Mungkin, sudah saatnya mengganti kata ’Rumah Sakit’ menjadi ’Rumah Bahagia’ sebagai upaya untuk mengimplementasikan paradigma baru untuk menyembuhkan dan menyehatkan banyak orang. Bukannya untuk membuat orang tambah sakit.(*)


Athens, 12 Juni 2012

0 komentar:

Posting Komentar