Lapis Kesan di Hati Kita



KEMARIN aku melihatnya. Ada bulir-bulir air mata di pipinya yang ranum. Ia sedang sedih dan berpamitan pada banyak orang di Athens. Ia akan kembali ke negeri asalnya, negeri para raksasa filosof, Jerman. Di tengah rona wajah sedih itu, ia tetap saja cantik. Kesan itu tak berubah sejak pertama kali melihatnya di Athens. Bahkan saat dirinya ikut menari bersama kami, mahasiswa Indonesia.

“Saya tak suka perpisahan,” katanya
“Tapi bukankah ini bagian dari lagu kehidupan,” jawabku.
“Bisakah kita menghapus kosa kata perpisahan dari barisan kata?”

Aku terdiam sambil menafsir realitas. Aku menatap lurus matanya. Aku teringat kata seorang kawan. Kehidupan ibarat pepohonan. Kita berasal dari unsur berbeda, lalu menyatu di akar yang sama. Jika masih pisah, kita akan bertemu di batang. Jikapun masih terpisah, kita akan bertemu di ranting. Lalu akhirnya di daun. Jika takdir memisah, kita masih berpeluang untuk bertemu di tulang daun yang kemudian beterbangan dan jatuh mencium bumi.

Kita datang, bertemu, dan kemudian terpisah. Kelak kita hanya akan meninggalkan jejak berupa nama yang menggurat di pelepah hati masing-masing. Kelak hanya lapis-lapis kesan baik yang menggurat di hati masing-masing, sebelum akhirnya kita sama-sama berjuang menelusuri samudera kehidupan. Selamat jalan sahabat. Kelak, angin akan mempertemukan kita.


Athens, 5 Juni 2012
Didedikasikan untuk Kim Mi
Sahabat asal Jerman  yang meninggalkan Athens sore ini


0 komentar:

Posting Komentar