Menyaring Informasi di Era Serba Blur


suporter Kroasia

TADI pagi, saya membaca berita tentang Kementerian Kebudayaan Kroasia yang melarang pegawainya untuk mengangkat kaus saat pertandingan piala Eropa 2012. Berita ini tidak begitu detail. Tapi, saya sempat membaca nama pegawai yang dimaksud yakni Jelana Miksa dan rekannya Viktorija.

Di era internet sekarang ini, media tak lagi punya kuasa untuk memenggal informasi. Mungkin, informasinya bisa dipenggal, tapi berbagai situs lain akan memberitakan informasi itu secara vulgar dan amat mudah diakses. Saya lalu menelusuri berbagai situs demi mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dari pelarangan ini. Dengan mengetik nama Jelana Miksa serta kata Kroasia, terbentang gambaran utuh tentang apa yang terjadi.

Filosof Baudrillard bisa saja melempar sinisme bahwa informasi kian mengalami pengaburan. Batas antara fakta dan fiksi memang kabur. Tapi, pembaca bisa memilah-milah mana fakta dan mana fiksi dengan cara menelusuri berbagai sumber berita dan kemudian melakukan perbandingan. Kebenaran yang serupa kepingan itu lalu dikumpulkan menjadi satu dan membentuk gambaran utuh. Inilah fakta-fakta yang dipulung dari recehan pengetahuan yang bersumber dari banyak tempat.

Saya merenungi kenyataan ini saat membaca buku Blur (2010) karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Sebelumnya, saya pernah membaca karya Kovach berjudul Elements of Journalism. Di buku ini, saya mendapatkan pengertian bahwa zaman telah bergeser dari era informasi menuju ke era affirmasi. Sekarang ini, informasi melimpah ruah, namun manusia membutuhkan affirmasi sejauh mana kebenaran atau sejauh mana keutuhan informasi tersebut. 

Terhadap berbagai kejadian seperti konflik Papua, media-media besar tak bisa lagi menyeleksi informasi. Sebab pembaca bisa menemukan limpahan informasi dari berbagai situs atau blog, namun pertanyaannya adalah seberapa akuratkah informasi itu? Seberapa bohongkah informasi media? Bagaimanakah mendapatkan informs yang benar? 

Buku ini seakan menyadarkan saya bahwa manusia di zaman kini senantiasa bergulat untuk menjawab pertanyaan tentang mana informasi dan mana kepercayaan, mana fakta dan mana keyakinan, mana kebenaran dan mana pseudo-kebenaran. Manusia mencari titik temu dari limpahan informasi. Dalam kasus penonton Kroasia, saya akhirnya menemukan faktanya saat menggeledah banyak situs lalu menganalisisnya sendiri.

Sayang, saya baru membaca dua bab. Mungkin, saya mesti menuntaskan isi buku ini lalu mengurai pelan-pelan lapis-lapis misteri di era informasi ini.



Athens, 14 Juni 2012


0 komentar:

Posting Komentar