Belajar Hikmah di Negeri Paman Sam


DI antara berbagai buku yang ditulis sejarawan Baskara T Wardaya, buku berjudul Chicago Chicago: Cinta, Politik, dan Kemanusiaan di Negeri Paman Sam adalah buku yang paling saya senangi. Buat saya, buku ini sangat humanis, menggambarkan banyak sisi perjalanan manusia, mulai dari seorang terpidana, aktivis hingga pengarang besar Pramoedya Ananta Toer yang memelihara delapan ekor ayam, lalu ditukar satu demi satu dengan kertas, demi lahirnya karya-karya besarnya.

Namun aspek yang paling saya senangi dari buku ini adalah dialog-dialog yang dilakukan Baskara atas semua kenyataan yang disaksikannya. Sebagai pembaca, saya diajak masuk dalam pikian dan pengalamannya, serasa dituntun untuk memahami kenyataan di depan mata, serta dituntun untuk menemukan berlian-berlian inspirasi.

Buku ini memang berisikan percikan pengalaman Romo Baskara selama belajar di Amerika Serikat (AS). Ia melakukan perjalanan, mulai dari Wisconsin, tematnya belajar, lalu ke Chicago, Kansas, Texas, hingga dataran Mexico. Isinya mencakup beberapa perjumpaan yag kemudian menggiring Baskara untuk menggugat ulang konsep barat versus timur, atau tentang betapa pengasihnya Tuhan pada manusia di belahan bumi manapun.

Baskara seolah menunjukkan bahwa kedewasaan dan kearifan adalah buah dari proses belajar dari pengalaman, memperkaya diri dengan refleksi, hingga memanen pengetahuan demi pengetahuan. Baskara hendak membisikkan keping kenyataan bahwa esensi belajar bukanlah sekadar membaca buku atau teks teori. Ia merekomendasikan belajar langsung melalui persentuhan dengan kenyataan.

Buat saya, Baskara telah bertransformasi dari seorang yang datang ke luar negeri demi gelar magister atau doktor berlabel Amerika, menjadi pribadi yang memulung kepingan hikmah demi hikmah. Saya tahu betul, banyak mereka yang ke Amerika hanya demi mengejar titel lalu bekerja di korporasi besar, kemudian menyepelekan orang lain, memandang diri hebat, memelihara kepongahan, dan suka menghinakan yang lain.

kota Chicago

Baskara tidaklah demikian. Ia punya kerendahan hati dan kedewasaan untuk belajar dari apapun dan di manapun. Ruang kuliahnya bukan hanya di Marquette University di Milwaukee, Wisconsin. Ruang kuliahnya adalah sebuah ruang besar bernama semesta, di mana beragam manusia saling berdinamika dan menemukan makna di situ., di mana manusia-manusia saling mengasah diri dan memperkaya khasanah pengetahuan.

Saya menyenangi uraian-uraian sederhana dalam buku ini. Apalagi, gaya tuturnya adalah gaya naratif yang menempatkan penulis sebagai orang pertama. Meskipun ia banyak bercerita pengalamannya sebagai pemeluk iman Katolik, namun saya rasa buku ini memiliki makna-makna yang universal, kearifan yang bisa diserap oleh siapapun. Buku ini menambah deretan kekaguman saya pada Baskara, yang selama ini hanya saya kenali melalui email dan karya-karyanya tentang sejarah.

Semoga Tuhan memanjangkan umurnya agar terus menginspirasi rakyat Indonesia.(*)



Athens, 23 Juni 2012

0 komentar:

Posting Komentar