Ingin Menulis Kisah Pendekar


pendekar wanita

JIKA kelak saya menulis novel, saya ingin menulis novel sejarah. Saya ingin menulis tentang pergulatan manusia dalam upayanya menemukan makna dalam berbagai lintasan waktu. Sejarah adalah mata air tempat menimba inspirasi yang tak pernah mengering. Sejarah adalah atmosfer dan udara yang mengisi napas semua bangsa sehingga tetap tegak dan abadi di lintasan kala. Tetapi saya tidak mau tergoda dengan pandangan bahwa sejarah identik dengan orang besar dan kejadian-kejadian besar. Saya ingin meneropong kejadian besar itu dari sudut pandang orang-orang biasa.

Pada akhirnya, apa yang disebut “besar” itu tidak lebih dari permainan kuasa dan wacana yang memerangkap cara berpikir kita. Pada akhirnya, sejarah adalah catatan tentang siapa yang menang, bukan catatan tentang mereka yang dikalahkan. Lembaran sejarah adalah kisah tentang para jagoan yang mengendalikan sejarah sebagai alat pembenar kekuasaan. 

Saya ingin menulis novel sejarah yang berbeda. Barangkali, saya ingin menulis tentang kebudayaan bangsa-bangsa kecil yang nyaris ditelan oleh sejarah keemasan bangsa-bangsa lain. Tentang manusia-manusia yang dipinggirkan oleh laju zaman. Mereka yang terlampau kecil untuk dicatat dalam lembaran sejarah negeri ini. Saya ingin mendedikasikan tulisan saya kelak agar suara mereka yang lirih bisa mengguntur dan membelah angkasa.

Jika kelak saya menulis novel, saya tidak akan mau terjebak dengan selera pasar. Saya ingin menulis apa yang saya inginkan, bukannya apa yang orang lain inginkan. Saya tidak mau ikut latah menulis tentang chicklit atau isu-isu murahan. Tulisan saya kelak adalah tulisan yang bisa memberi suar pencerahan. 

Menulis itu adalah upaya menyampaikan buah-buah pikiran yang dipupuk sepanjang rentang masa perjalanan kita. Menulis adalah buah dari proses berlelah-lelah dengan memelihara benih-benih pertanyaan, kemudian menyiraminya dengan jawaban. Menulis novel sejarah adalah cara lain untuk menyampaikan visi yang digali dari rentang panjang perjalanan manusia menemukan dirinya.

Mungkin kelak saya akan menulis tentang pendekar yang menemukan kesempurnaan dalam pertarungan, pendekar yang berkelana dan menyaksikan jalinan peristiwa yang saling kait-mengait, para jagoan yang menarungkan nyawa, namun amat lembut saat berbincang dengan seorang wanita yang pipinya bersemu kemerahan laksana delima di pagi hari.

Mudah-mudahan saya sanggup memenuhinya. Terlampau sering saya menabung rencana demi rencana.




Athens, 6 Juni 2012


0 komentar:

Posting Komentar