DI Bandara Ngurah Rai di Bali,
Putu (45) menjemput kedatangan saya. Ia membawa kertas bertuliskan nama saya.
Dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya, ia mengucapkan selamat
datang. Ia akan mengantar saya ke hotel yang akan saya tempati. Ia tidak
menyebut hendak ke mana. Saya pun tak bertanya. Sebagai traveler (pejalan),
saya terbiasa bermalam di manapun. Jangankan hotel, emperan toko dan teras
rumah orang pun pernah menjadi tempat bermalam.
Ternyata, dia membawa saya ke satu apartemen mewah di Sanur, Bali. Saya serasa
memasuki rumah luas, dengan ruang tamu, dapur, serta ruang yang sangat nyaman.
Tak hanya itu, terdapat dua kamar luas dengan empat tidur yang nyaman dan penuh
fasilitas. Di belakang kamar, saya menyaksikan para bule sedang mandi di kolam
renang. Tiba-tiba ingin mandi, namun saya ingat bahwa sekarang waktunya berbuka
puasa.
Yah, demikianlah hidup sebagai
pekerja panggilan. Kadang, saya hanya menerima pesan berupa tiket yang meminta
bergeser ke satu tempat, demi satu misi tertentu. Kadang, tempat itu terlalu
hebat untuk saya yang dekil, yang hanya datang seorang diri. Bahkan untuk makan
malam di sini, uang di dompet saya tak mencukupi. Untuk makan di luar, saya mesti
berjalan kaki sejauh tiga kilometer.
Dalam keadaan bingung, sebuah
pesan masuk ke HP saya. Putu mengirimkan pesan: "Tugas saya adalah
mengantar bapak ke manapun. Cukup kirim pesan, saya akan datang
menjemput."
Denpasar, Awal Juni 2016
4 komentar:
Enaknya ada penjemput, kalau nggak 3 km jalan kaki gempor juga.
saya penasaran dengan pengalaman tidur di emperan toko dan teras rumah orang.. terdengar ekstrim dan bisa menjadi alternatif saya kalau traveling nanti..soalnya, paling ekstrim saya hanya nginap di teras terminal..
iya bro. itulah enaknya kalau ada penjemput
hahaha. nantilah dibahas pada kesempatan lain.
Posting Komentar