pemukiman karyawan pembangkit |
SEUMUR-umur saya belum pernah tidur dalam satu
kontainer. Saat berkunjung ke Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG)
Bangkanai di Muara Teweh, Kalimantan Tengah, saya berencana untuk menginap.
Pembangkit ini dikerjakan oleh PT Wartsila, perusahaan yang berbasis di
Finlandia.
Mulanya, saya mengira, para pekerja pembangkit
itu tinggal di tenda atau rumah-rumah kayu yang dibuat sementara. Ternyata, para
pekerja itu tinggal di kontainer yang teronggok di samping pembangkit. Saya pun
mendapatkan satu kunci kontainer yang akan dipakai menginap.
Di tengah hutan lebat itu, saya tak punya
pilihan. Sebagai peneliti, saya terbiasa menghadapi berbagai situasi yang tidak
padti. Saya membayangkan akan sangat panas. Kontainer itu serupa oven yang atap
dan dinding adalah logam. Tapi setelah membuka pintu, saya tahu kalau anggapan
saya keliru besar. Kenyataan lebih indah dari yang saya bayangkan.
Kontainer itu serupa kamar apartemen yang
didesain sangat nyaman. Di dalamnya terdapat dua mesin pendingin (AC), kulkas,
kursi sofa, televisi yang menayangkan beragam siaran, kamar mandi, hingga
spring bad. Di dalam kontainer itu terdapat fasilitas setara hotel bintang
lima. Wah, kalau seperti ini, pasti semua karyawan akan betah.
Sepertinya, kontainer yang saya tempati pernah
ditinggali oleh seorang bule. Saya melihat ada kertas yang ditempel dan
berisikan jadwal dalam bahasa Inggris. Jadwal harian itu lalu dicentang. Mulai
dari bangun pagi, membersihkan tempat tidur, menyapu ruangan, sampai ke
berolahraga. Sepertinya, penghuni sebelumnya sangat terjadwal dan rapi.
ruang depan |
ruang tengah ke arah kamar tidur |
toilet dan kamar mandi |
kamar tidur |
Yang paling saya sukai, di kontainer itu juga
terdapat sinyal internet. Padahal, di situ tak ada jaringan telepon selular.
Yah, meskipun berada di tengah hutan, saya masih bisa berbalas pesan dengan
teman-teman di luaran sana. Saya masih bisa berkomunikasi dan saling menyapa
dengan banyak orang.
Saya melalui malam dengan berbincang-bincang.
Karyawan PT Wartsila yang menemani saya ada empat orang. Jumlah mereka hanya
sedikit dikarenakan proyek itu dianggap telah selesai, sehingga hampir semua
karyawan telah meninggalkan lokasi. Biarpun semua mesin terpasang, pembangkit
belum bisa diaktifkan karena pembebasan lahan belum rampung. Jika semuanya
selesai, maka pembangkit ini akan mengatasi kelangkaan energi listrik di
Kalimantan Tengah dan Selatan.
Bersama empat sahabat itu, saya melewatkan
malam. Walaupun baru bertemu, saya merasa sangat dekat dengan mereka. Kami
berasal dari daerah yang berbeda. Ada yang dari Bandung, Jawa Timur, Aceh,
hingga saya yang berasal dari Sulawesi. Hanya ada satu yang merupakan warga
asli, keturunan Suku Dayak Bakumpai. Kami berbincang banyak hal, mulai dari
kebiasaan warga sekitar, dinamika antar karyawan di situ, hingga hal
remeh-temeh seperti gosip artis.
Di tengah hutan lebat itu, saya menemukan sisi
yang menarik. Saya pun mengalami hal baru yang menyenangkan, yakni bermalam di
kontainer. Anda pernah mengalami hal yang sama?
0 komentar:
Posting Komentar