Catatan Biasa yang TAK BIASA


Bagaimanakah memahami sejarah dari perspektif orang biasa?


DI atas pesawat yang menerbangkan saya dari Jakarta ke Phuket, Thailand, saya membaca buku berjudul Batavia, Kisah Kapten Woodes Rogers & Dr Strehler yang ditulis Frieda Amran. Tadinya saya mengira buku ini berisikan tentang teks sejarah Batavia. Ternyata, buku ini lebih dari sekadar sejarah. Buku ini memotret beberapa keping peristiwa sebagaimana disaksikan warga biasa di Jakarta pada era kolonial.

Saya belajar banyak hal-hal sederhana dan penting di buku ini. Bahwa ada banyak hal yang sering luput dari pandangan sejarawan. Seringkali, para sejarawan hanya fokus pada kejadian besar seperti revolusi, peperangan, atau pemberontakan. Mereka sering abai pada bagaimana rakyat biasa menjalani hari, kegiatan yang mereka lakukan, bagaimana suasana hiburan malam, hingga bagaimana suasana kota di masa silam.

sampul buku Batavia
Hal-hal seperti ini memang sederhana bagi sebagian orang. Namun bagi peneliti yang rajin mengamati tentang masyarakat dan perubahannya, maka catatan orang biasa itu laksana berlian yang berkilau. Catatan itu menjadi tak biasa. Kisah-kisah yang dirangkum serupa mesin waktu yang bisa membantu kita untuk memahami suasana batin, konteks masyarakat serta memahami tindakan manusia pada satu kurun perode tertentu.

Kisah-kisah dalam buku ini tidak digali dari catatan ilmuwan, birokrat, ataupun pembesar pada masa itu. Kisahnya dicatat oleh warga biasa yang kebetulan berada di Batavia, kemudian merekam semua kesaksiannya pada lembar-lembar yang sekian tahun berikutnya menjadi sangat berharga.

Kapten Woodes Rogers dan Dr Strehler bukanlah seorang besar dalam pengertian pejabat atau gubernur jenderal. Woodes Rogers adalah seorang nakhoda yang tekun mencatat dalam buku harian. Ia berkunjung ke Batavia pada tahun 1710. Ia mengabadikan kenangannya tentang kehidupan sosial masyarakat Batavia.

Sedangkan Dr Stehler adalah dokter berkebangsaan Jerman, yang datang ke Batavia pada tahun 1828. Dalam pelayawan selama berbulan-bulan dari Belanda ke Batavia, ia mencatat semua pengalaman yang disaksikannya, suasana kapal, makanan yang disajikan, hingga hal-hal unik dalam perjalanan tersebut.

Ketika mulai membaca buku, saya sempat berpikir bahwa wacana history from below ataupun citizen reporter bukanlah wacana baru yang muncul akhir-akhir ini. Pada masa silam, catatan-catatan dari orang biasa sudah ada dan meramaikan khasanah pemikiran, hanya saja seringkali diabaikan. Catatan itu sangat jujur menceritakan kehidupan sosial secara apa adanya, dan bisa menjadi kompas yang memandu kita unuk memahami setiap keping masa silam.

Sungguh menyenangkan bisa membaca buku ini. Dengan bahasa yang ringan dan mengalir, pembaca diajak untuk tidak berkerut kening ketika memahami rangkaian kisah. Biasanya, sejarah menjadi sangat memusingkan ketika membahas teka-teki dan puzzle peristiwa masa silam. Buku ini tidaklah demikian. Yang perlu dilakukan pembaca hanyalah duduk manis, kemudian ‘meminjam’ indra-indra penglihatan, pendengaran, dan perasaan dari Kapten Woodes Rogers dan Dr Strehler lalu berkelana ke masa silam dan merasakan denyut zaman beserta hembusan napas manusia di dalamnya.

Meski belum pernah bertemu pengarangnya, saya merasa cukup akrab dengannya. Sejak dua tahun silam, saya berteman dengannya melalui dunia maya. Latar belakangnya adalah seorang antropolog yang tentu saja sangat expert dalam hal membuat catatan lapangan, being native atau memahami perspektif masyarakat lokal, serta terbiasa membangun deskripsi berdasarkan pemahaman yang teliti atas satu gejala sosial.

Cara kerja memang agak beda dengan kerja sejarawan yang setia memperhatikan events atau peristiwa, sering memberikan penjelasan kausaltas, penelusuran sumber, hingga memahami kronologis satu peristiwa (sebagaimana dicatat ilmuwan sosial Peter Burke dalam buku History and Social Theory). Sebagai antropolog, pengarang buku fokus pada deskripsi atas detail-detal kecil, sederhana, serta dipahami dengan perspektif subyek yang mengalami.

Nah, melalui buku ini, pembaca akan mengalami langsung bagaimana petualngan seorang kapten kapal, serta dokter Jerman yang setia menuliskan catatannya tentang Batavia pada periode kolonial.

Saya cukup menikmati buku ini. Satu kritik saya adalah buku ini terlampau singkat. Saya berharap untuk tahu lebih banyak. Jumlah 144 halaman buku ini terlampau singkat untuk mendapatkan banyak informasi. Saya ingin tokoh-tokohnya juga banyak dan variatif. Tak hanya warga asing, saya berharap ada seorang warga Betawi, seorang nyai, warga Tionghoa, ataupun seorang budak belian. Dengan masuk pada pengalaman banyak sosok, para pembaca akan lebih memahami kenyataan dari berbagai perspektif sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik.

Namun, saya yakin persis bahwa tak semua orang membuat catatan sebagaimana kapten dan dokter di buku ini. Pada akhirnya, sejarah dan masa silam akan dikonstruksi oleh mereka yang rajin meninggalkan catatan. Sebab merekalah yang mewariskan ingatan tentang masa silam.

Usai membaca buku, saya langsung mengkhayal. Jika saja Kapten Woodes Rogers dan Dr Strehler hidup di masa kini, apakah mereka akan mencatat sebagaimana abad ke-19? Pasti. Mereka tetap akan mencatat. Namun tidak dalam bentuk diary atau catatan harian. Mereka akan menjadi blogger yang setia mencatat segala kejadian, pengalaman, serta apa yang dipikirkan. Para bloggerlah yang akan menjadi juru bicara masa kini di masa depan yang memberikan pencerahan atas sesuatu yang sempat gelap dan menjadi misteri.


Jakarta, 29 Desember 2013

0 komentar:

Posting Komentar