Perempuan Seksi di Bangla Road


suasana di salah satu bar di Phuket, Thailand

DI Bangla Road, Phuket, Thailand, waktu seakan tak pernah mati. Sejak sore hari, jalanan ini amat ramai dengan banyak orang yang lalu lalang demi meramaikan berbagai tempat hiburan. Jalan ini menjadi pusat hiburan malam. Banyak yang singgah hendak menyaksikan hiburan malam, atau barangkali mencicipi dua atau tiga botol bir, sambil menggandeng gadis-gadis Phuket yang ayu bertubuh montok.

Di jalan itu, aku menyaksikan banyak perempuan muda yang datang dengan dandanan seksi serta sorot mata menantang. Gadis Thailand itu datang dari berbagai arah. Ada yang digandeng lelaki bule sambil berciuman di beberapa pojokan jalan, ada pula yang datang berombongan, lalu mauk ke dalam banyak bar.

Di depan bar-bar itu, batin saya terkesiap. Ada beberapa tiang, serta sejumlah gadis yang asyik menari sambil memeluk, berputar, serta menggesekkan tubuhnya di tiang-tiang itu. Sementara lelaki bule yang menyaksikannya beberapa kali bertepuk tangan. Seorang bule tiba-tiba datang dan menyelipkan beberapa lembar uang baht ke celana dalam gadis itu. Kemudian mereka sama-sama tenggelam dalam bau alkohol yang menyengat.

gerbang Bangla Road menuju ke Patong
woman in red
perempuan di balkon
pesta hingga malam larut

Di tepi bar itu, aku sedang termenung menyaksikan satu set kenyataan sosial. Apakah gerangan yang hendak dicari manusia-manusia yang datang dari banyak tempat ini? Apakah mereka sedang mencari kebahagiaan ataukah sedang mencari makna-makna yang bertebaran hingga tempat terjauh dari kampung halamannya.

Nampaknya aku tak akan menemukan jawabannya di situ. Mereka juga tak akan pernah mengungkapkan apa gerangan yang hendak dicarinya. Aku tiba-tiba saja merasa sedih membayangkan perasaan gadis-gadis yang sedang menari itu. Dalam satu jurnal pernah kubaca tentang maraknya kasus traficking atau penjualan manusia di Thailand. Pernah pula seseorang bercerita tentang tingginya asus HIV di tanah ini. Thailand ibarat jantung dari industri besar pariwisata yang limbahnya adalah permasalahan sosial yang terus mengalir.

Di tepi bar itu, aku mengeja aksara kehidupan, yang entah, akankah mendapat jawabannya ataukah tidak.(*)

0 komentar:

Posting Komentar