DI banyak daerah, pustaka-pustaka
bertebaran. Banyak buku-buku yang diterbitkan dengan tema lokal. Banyak buku
yang kemudian memenuhi rak-rak toko buku. Banyak acara talkshow, beda buku
ataupun seminar yang isinya mendiskusikan buku. Tapi saya justru bersedih. Saya
tak pernah bangga. Mengapa? Sebab kebanyakan buku yang terbit adalah biografi
pejabat. Bahkan dana penerbitan buku pun berasal dari dana APBD yang sedianya
bisa membantu kehidupan banyak orang. Hiks.
Saya tak pernah kagum menyaksikan buku
biografi pejabat. Malah saya merasa aneh sebab membayangkan bahwa kontribusi
sang pejabat bagi daerah malah biasa saja. Bagi saya, kalau seorang pejabat
bisa membangun daerah, maka itu bukan hal istimewa. Itu memang tugasnya. Dia
digaji untuk membangun sesuatu. Dia bekerja sesuai dengan amanah yang
dibebankan kepadanya.
Tak masalah jika sang pejabat menulis
sendiri. Bagaimanapun, menulis adalah aktivitas intelektual yang bisa
menajamkan visi. Namun, saya tak sepakat jika tulisan sang pejabat diterbitkan
dengan menggunakan dana APBD. Saya membayangkan mark-up anggaran yang tujuannya
untuk membangun monumen bagi sang pejabat. Akan lebih baik jika anggaran itu
digunakan untuk publikasi buku-buku bertema kebudayaan atau sejarah lokal.
Sebab buku-buku itu akan memperkaya khasanah literasi dan penguatan budaya,
juga penyelamatan kearifan lokal. Itu lebih baik ketimbang buku biografi
pejabat.
Jauh lebih baik jika memberikan ruang bagi
mereka-mereka yang secara tulus bekerja untuk pengembangan budaya dan
penyalamatan tradisi. Di daerah, ada banyak penulis yang mendedikasikan dirinya
bagi kerja-kerja kebudayaan, yang tak populer secara politik, namun amat
penting untuk menyelamatkan nilai. Sayang, tak banyak perhatian bagi reproduksi
intelektual para penjaga ranah budaya. Sungguh beda dengan buku biografi
pejabat yang terus-menerus diproduksi.
Sejak dulu hingga kini, saya masih
berkeyakinan bahwa buku-buku biografi itu tak akan memperkuat dunia literasi.
Buku-buku itu hanya akan menunjukkan watak pejabat kita yang selalu ingin
dianggap punya andil penting dalam sejarah, sehingga layak untuk dicalonkan
pada posisi yang lebih tinggi. Buku-buku itu hanya menunjukkan watak politik
kita yang sellau ingin menggapai berbagai jabatan tertinggi. Yah, inilah kita
hari ini.(*)
Baubau, 7 November 2013
0 komentar:
Posting Komentar