Ironi Pustaka Biografi di Daerah


ilustrasi (http://muslimsumbar.files.wordpress.com)

DI banyak daerah, pustaka-pustaka bertebaran. Banyak buku-buku yang diterbitkan dengan tema lokal. Banyak buku yang kemudian memenuhi rak-rak toko buku. Banyak acara talkshow, beda buku ataupun seminar yang isinya mendiskusikan buku. Tapi saya justru bersedih. Saya tak pernah bangga. Mengapa? Sebab kebanyakan buku yang terbit adalah biografi pejabat. Bahkan dana penerbitan buku pun berasal dari dana APBD yang sedianya bisa membantu kehidupan banyak orang. Hiks.

Saya tak pernah kagum menyaksikan buku biografi pejabat. Malah saya merasa aneh sebab membayangkan bahwa kontribusi sang pejabat bagi daerah malah biasa saja. Bagi saya, kalau seorang pejabat bisa membangun daerah, maka itu bukan hal istimewa. Itu memang tugasnya. Dia digaji untuk membangun sesuatu. Dia bekerja sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya.

Tak masalah jika sang pejabat menulis sendiri. Bagaimanapun, menulis adalah aktivitas intelektual yang bisa menajamkan visi. Namun, saya tak sepakat jika tulisan sang pejabat diterbitkan dengan menggunakan dana APBD. Saya membayangkan mark-up anggaran yang tujuannya untuk membangun monumen bagi sang pejabat. Akan lebih baik jika anggaran itu digunakan untuk publikasi buku-buku bertema kebudayaan atau sejarah lokal. Sebab buku-buku itu akan memperkaya khasanah literasi dan penguatan budaya, juga penyelamatan kearifan lokal. Itu lebih baik ketimbang buku biografi pejabat.

Jauh lebih baik jika memberikan ruang bagi mereka-mereka yang secara tulus bekerja untuk pengembangan budaya dan penyalamatan tradisi. Di daerah, ada banyak penulis yang mendedikasikan dirinya bagi kerja-kerja kebudayaan, yang tak populer secara politik, namun amat penting untuk menyelamatkan nilai. Sayang, tak banyak perhatian bagi reproduksi intelektual para penjaga ranah budaya. Sungguh beda dengan buku biografi pejabat yang terus-menerus diproduksi.

Sejak dulu hingga kini, saya masih berkeyakinan bahwa buku-buku biografi itu tak akan memperkuat dunia literasi. Buku-buku itu hanya akan menunjukkan watak pejabat kita yang selalu ingin dianggap punya andil penting dalam sejarah, sehingga layak untuk dicalonkan pada posisi yang lebih tinggi. Buku-buku itu hanya menunjukkan watak politik kita yang sellau ingin menggapai berbagai jabatan tertinggi. Yah, inilah kita hari ini.(*)


Baubau, 7 November 2013

0 komentar:

Posting Komentar