ilustrasi |
DI Padang Karbala, Husain tersakiti. Ia
bisa saja berkompromi, kemudian menyerah. Tapi ia lebih memilih untuk mati demi
mempertahankan sebuah keyakinan. Ia ingin mewariskan api dari sebuah ajaran. Ia
ingin meninggalkan satu pesan yang kemudian abadi di lintasan waktu. Ia memilih
tewas secara mengenaskan, namun pesannya akan bergema hingga waktu-waktu yang
jauh.
Ratusan tahun silam, peristiwa kelam itu
terjadi. Sayang, sejarah dominan seakan menghapus dan melupakan begitu saja apa
yang terjadi. Mereka yang mengingat cucu Rasulullah adalah mereka yang tidak hanya
mengenang sebuah tragedi berdarah, namun juga mengingat bagaimana sebuah ajaran
akhirnya diinjak-injak karena kuasa dan kepentingan.
Pada mulanya adalah pesan keilahian untuk
menata kehidupan. Namun selanjutnya, pesan itu dibungkus dengan berbagai kepentingan.
Semua mengakui bahwa tindakannya sesuai dengan pesan Tuhan. Tuhan, menjadi
kosakata yang dibawa-bawa untuk melegitimasi semua tindakan. Dalam kondisi
ketika ajaran dibengkok-bengkokkan, satu sosok mesti hadir untuk menjaga marwah
dan kemurnian keyakinan.
Maka Husain hadir ke bumi demi menjadi martir untuk menunjukkan kepada dunia tentang api suatu ajaran.
Sayang, pertentangan antar golongan dan
mazhab membuat kita tak menyerap inti dan api yang dibawa Husain. Yang kemudian
terjadi adalah keterjebakan dalam satu kebodohan massal ketika semua merasa
diri paling benar, merasa diri paling unggul, merasa diri paling layak masuk ke
dalam surga.
Saya tak hendak jauh menginterpretasikan peristiwa
ini. Saya hanya mencatat satu hikmah bahwa sejarah bisa menghilangkan satu
peristiwa tertentu dalam versi sejarah resmi. Namun sejarah tak benar-benar
bisa menghilangkan kebenaran dan keyakinan yang baranya dihangatkan oleh
sejarah, dituturkan dalam banyak teks, serta dikisahkan dengan pilu dalam
berbagai tradisi.
Di hari asyura ini, saya ingin mengenang
Husain. Bukan saja mengenang kesedihan atas pembantaian diri, keluarga, dan
pengikutnya. Saya ingin mengenang pesan-pesan universal yang dibawanya, “Bahwa
segala bentuk kezaliman adalah musuh Islam yang sesungguhnya.”
2 komentar:
Sampeyan syiah po mas Yus?
Aduh mas kok nanya soal golongan?
Posting Komentar