Intel Prabowo di Dunia Maya



DI jantung ibukota, saya mengenal seorang blogger yang setia menulis tentang Prabowo, salah satu sosok calon presiden. Ia memposting tulisan tentang sosok jenderal itu, lalu menyebarkannya ke berbagai media sosial. Ia leluasa melakukannya, sebab ia juga menjadi admin dari sebuah grup di facebook. Di sela-sela memposting informasi, ia akan menuliskan pesan untuk mendukung Prabowo. Ia sukses menyerap atensi jutaan orang di dunia maya.

Ia tak sendirian. Di beberapa grup di internet, banyak orang yang kemudian bekerja untuk pencitraan Prabowo. Mereka sama-sama memasuki dunia maya dengan satu misi yakni menyebar aura positif sang jenderal untuk kursi RI 1. Tadinya saya pikir kalau mereka melakukannya secara sukarela. Belakangan, saya baru tahu jika ternyata teman itu direkrut khusus oleh tim Prabowo untuk membobardir dunia maya. Yup, saya jadi ingat kata Harold Lasswell bahwa politik adalah siapa mendapatkan aa, kapan, dan bagaimana.

Selama sebulan ini, saya melihat banyak hal menarik di dunia maya. Di kanal social blog Kompasiana, saya membaca beberapa tulisan yang berisi tantangan agar media massa dan sejarawan mengungkap peristiwa Mei 1998. Peristiwa ini memang masih menjadi misteri sebab belum banyak riset yang secara spesifik membahas tentang itu. Tantangan itu menjadi amat menarik, sebab dengan menggiringnya ke ranah akademis, Prabowo bisa memiliki peluang untuk menjelaskan posisinya, menelaah ulang berbagai anggapan yang menyebut keterlibatannya, juga memahami perspektif para sejarawan tentang peristiwa itu.

Saya tertarik melihat keberanian kelompok pendukung Prabowo untuk masuk pada tema-tema sensitif, yang dahulu dihindari. Dibandingkan tim Aburizal Bakrie (Ical), tim Prabowo jauh lebih berani. Tim Ical terkesan setengah hati ketika membahas skandal Lapindo, penggelapan pajak, ataupun perkara kongkalikong dengan Gayus Tambunan.

Yang pasti, di antara semua kandidat presiden, hanya Prabowo yang serius menggarap media sosial, dengan membenahi semua informasi negatif tentangnya. Mungkin ia menyadari bahwa popularitas Jokowi yang melesat bak meteor adalah berkat andil dunia maya. Waktu pemilihan presiden yang tinggal setahun dianggap strategis sebagai saatnya untuk bertarung. Semua tim pemenangan presiden mulai bergerilya. Semua lini media sosial mesti dikuasai.

Saya melihat ada perbedaan signifikan dari tim Prabowo jika dibandingkan lima tahun lalu. Dahulu, Prabowo agak berjarak dengan media. Sepertinya, putra salah satu begawan ekonom Indonesia ini agak alergi ketika disinggung peristiwa Mei 1998, atau dugaan kudeta yang dilakukannya. Kampanye yang dilakukannya juga tak pernah menyingung-nyinggung peristiwa yang hingga kini menyisakan kabut misteri di kitab sejarah tanah air.

Kali ini Prabowo tak menghindar. Ia berani berbicara terus-terang kepada publik tentang sejauh mana yang dilakukannya, sekaligus mengklirkan semua isu dan semua fitnah (ini menurut klaim Prabowo) yang dilakukan banyak pihak. Di dunia maya, ia tak sendirian. Ia dibantu banyak relawan yang sengaa direkrut demi mengerek citra. Berhasilkah upaya itu?

Strategi itu bukanlah baru. Barack Obama memenangkan kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat dengan memaksmalkan media sosial. Obama dianggap sukses menguasai wacana dunia maya sebab memiliki banyak pelempar isu yang kemudian mempengaruhi opini publik tentang sosoknya. Lewat dunia maya, ia menjaring banyak relawan, yang kemudian berperan sebagai kaki-kaki yang membawa gagasannya ke mana-mana. Ketika dirinya diserang, maka semua relawan itu menjdi lebah yang kemudian merubung titik serangan.

Demikian pula dengan para pendukung Prabowo. Mereka berani berhadap-hadapan dengan media menyangkut peristiwa itu. Mereka menyebar banyak ‘intel’ di dunia maya yang selalu rutin mengawasi lalu-lintas isu serta pencitraan atas sosok calon presiden itu. Dugaan saya, keberanin itu didasari analisis yang matang bahwa problem yang menggelayuti Prabowo selalu terkait dengan masa lalu yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM). Dengan cara mendialogkannya, tim pendukung Prabowo berharap ada perimbangan opini. Namun apakah mereka memang berani karena didukung fakta yang kuat?

Sejak tahun 1998, banyak peneliti yang telah mengumpulkan berbagai dokumentasi tentang peristiwa Mei. Catatan itu tidak hanya bercerita tentang perkosaan warga Tionghoa oleh sejumlah orang berambut cepak, yang kemudian membakar rumah-rumah. Akan tetapi, catatan itu juga termasuk ksaksikan dari pihak-pihak yang kontra dengan Prabowo, seperti Sintong Pandjaitan, hingga Presiden BJ Habibie.

Jika kebenaran sejarah dibuka, maka tim-tim Prabowo mesti bersikap terbuka, kalau-kalau jagoannya memang terbukti bersalah. Apakah mereka siap untuk terbuka ketika genderang pemilihan presiden semakin dekat? Ataukah tetap kukuh memegang fakta bahwa Prabowo tidak bersalah pada peristiwa Mei 1998? Entah.

Peristiwa Mei 1998 laksana kotak pandora, yang ketika dibuka, bisa mengeluarkan banyak rahasia yang selama ini tertutupi. Kita akan sama-sama menyaksikan bagaimana ending dari duel di media sosial tentang Prabowo, yang bisa menjadi kekuatan Prabowo, namun bisa pula menjadi titik kelemahannya yang akan menjadi sasaran tembak bagi smeua lawan politiknya.


Baubau, 7 November 2013

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Incredible analyst

Yusran Darmawan mengatakan...

bang zul. tulisan ecek2 begini, kok dibilang bagus?

Unknown mengatakan...

Serius sir soalnya masalahnya hnya sdikit tapi penjabarannya yg begitu detail pastinya sir mmpunyai analisis yg tajam..

Posting Komentar