suasana pedesaan |
SEORANG sahabat hendak mengajak saya untuk
memancing di Lake Hope. Ia ingin merasakan sensasi menangkap jenis-jenis ikan
seperti catfish di danau. Tiba-tiba saja, ia mengurungkan niatnya. Katanya,
untuk memancing ikan, ia mesti mengurus izin memancing atau license
di pemerintah Athens. Itupun, izin itu belum tentu akan dikeluarkan.
Mendengar kisahnya, saya langsung saja
merindukan Indonesia. Rindu saya amat menebal saat mengingat bahwa tak perlu
mengurus izin untuk memancing ikan di tanah air. Lebih 75 persen wilayah kita
adalah lautan. Seluruh manusia Indonesia bebas untuk memancing di manapun di
sepanjang wilayah itu, tak perlu mengurus izin memancing. Kita punya sumber
daya laut amat berlimpah.
Memancing adalah satu contoh.
Sesungguhnya, ada banyak hal lain yang saya rindukan di sana. Memang, kata
banyak orang, negeri kita semrawut serta semuanya serba tak teratur. Memang,
negeri kita dikenal banyak peneliti sebagai surganya para koruptor. Namun di
balik kesemrawutan atau ketidakberesan itu, terdapat banyak hal-hal kecil yang
sungguh berkesan dan membuat rasa rindu ini semakin menebal. Baiklah, saya akan
menyebutkan beberapa di antaranya.
Pertama adalah warung makan. Di tanah air,
warung makan yang tersebar di mana-mana. Tak perlu repot mencari, hampir semua
trotoar atau sudut jalan selalu dipenuhi oleh berbagai jenis dagangan, dengan
rasa yang enak-enak. Di Athens, Ohio, tak ada pedagang kaki lima. Kalau mau
makan di kantin, mesti berjalan jauh ke kompleks pertokoan, lalu membayar
mahal. Maklum saja, rata-rata warung makan menyewa ruangan sebesar toko.
Makanya, pajaknya juga ikut tinggi.
Di tanah air, warung makan tak selalu
menempati areal tertentu. Bahkan di tepi got sekalipun, penjual bakso bisa
memarkir gerobaknya, dan semua pelanggannya akan makan di situ. Kalau anda
malas keluar rumah, cukup tinggal saja di rumah. Ada banyak penjual atau
pedagang asongan yang mendorong gerobaknya demi mendekatkan diri dengan
konsumen. Mereka dibekali dengan bebunyian yang khas, mulai kentongan, atau
teriakan, “Naaaaaasi goreeeennngggg!”
ikan baronang yang sedang dibakar |
Kemudian, pilihan makanan sangat variatif.
Bayangkan saja, ratusan suku bangsa di tanah air memiliki cita rasa makanan
yang berbeda. Jika anda seorang penikmat kuliner, maka anda tak akan pernah puas
untuk mencicipi semuanya.
Kedua, saya kangen dengan situasi ketika
terbangun di pagi hari gara-gara ayam berkokok. Kukuruyuuukkkk! Selama hampir
dua tahun di Amerika, saya tak pernah melihat fisik ayam yang sedang
mengais-ngais tanah untuk mencari makan. Saya meihat ayam dalam keadaan sudah
terpotong-potong dengan rapi di freezer pusat perbelanjaan. Di kampung saya,
ayam seolah-olah memiliki kebebasan untuk tinggal berbaur dengan manusia.
Mereka tinggal di kandang, atau tidur di pohon di samping rumah.
Pada subuh hari, semua ayam itu akan
berkokok dan seolah membangunkan penghuni kampung untuk menunaikan salat subuh.
Dikarenakan saya agak malas untuk salat subuh, saya langsung kesal karena ayam
terlalu ribut. Sekarang, saya merindukannya.
Ketiga, rindu ikan laut. Selama dua tahun
di Amerika, saya belum sekalipun mencicipi ikan laut. Semua ikan yang dijual di
Athens adalah ikan dari kolam. Itupun, ikan itu sudah diiris-iris sehingga kita
tak akan pernah melihat ikan utuh berupa kepala hingga ekor. Bayangkan. Saya
lahir dan besar di pulau kecil di tepi laut. Selama puluhan tahun, terbiasa
makan ikan laut yang diolah dengan berbagai cara. Ada yang dibakar, ditumis,
atau dimasak dengan racikan tradisional.
Saya kangen saat-saat di kampung ketika
pergi membeli ikan bakar di tepi jalan. Ikan itu baru saja dibawa oleh nelayan
dengan perahu, yang kemudian langsung dibakar. Saat penjual membakar ikan,
asapnya menyebar ke mana-mana. Hmm.. Kok saya jadi lapar nih. Saya rindu dengan
segala hal menyangkut laut. Rindu pantai, rindu pohon kelapa, rindu suasana,
dan rindu pasir putih. Di sini, pasir putih hanya impian. Butuh penerbangan
selama beberapa jam ke Miami atau Florida untuk melihat pantai. Itupun tidak
seindah di tanah air.
Pada akhirnya kerinduan tentang Indonesia
adalah kerinduan tentang segala hal-hal kecil yang membentuk senyawa tentang
Indonesia. Semakin lama merantau, semakin saya menyadari bahwa kerinduan akan memperbaharui
ingatan atas sesuatu, sekaligus menumbuhkan semangat untuk berbuat sesuatu. Kerinduan
akan tanah air adalah energi yang mestinya menggerakkan seseorang untuk melihat
negerinya lebih baik. Nah, pada titik ini, saya tertikam banyak sedih. Saya
sadar kalau saya masih belum berbuat apa-apa untuk bangsa ini. Saya masih saja
berjalan di tempat dan tak tahu hendak ke mana.
Athens, Ohio, 1 Maret 2013
4 komentar:
Salam kenal.
Catatan renyah dan inspiratif, menggugah rasa sebagai anak bangsa, yang selau bangga sekaligus sedih, bangga karena negeri kita seperti lirik lagu Koes plus, Sepotong Tanah Syurga, sedih karena melihat ibu pertiwi yang selalu di rundung malang, yang di sebabkan oleh anak bangsa sendiri ;-)
Salam
makasih atas komennya. saya juga merasakan hal yang sama.
sebenarnya, hampir semua tulisan kanda yusran, menjelaskan ke arah mana langkah kita untuk negeri ini......
sejatinya, tulisan kanda yusran, memberi kita arah, kemana harus melangkah u kebaikan negeri ini
Posting Komentar