Terpikat Film Korea di Negeri Amrik


pemeran dan poster film My Girlfriend is an Agent

LIBUR spring break dimulai minggu depan. Dikarenakan hari ini saya tak ada kegiatan di kampus, saya lalu menyempatkan diri untuk menonton film. Mulanya, saya menonton dokumenter berjudul Ethos yang menampilkan kisah para aktivis seperti Noam Chomsky yang mengkritik keras demokrasi ala Amerika. Baru nonton separuh, mata saya sudah mulai lelah. Saya lalu beralih untuk nonton film Korea, khususnya dari genre komedi dan cinta.

Maka dimulailah petualangan menonton film Korea yang romantis, dengan actor yang ganteng-ganteng. Dalam waktu sehari, saya menuntaskan empat film yakni My Girlfriend is an Agent, Once Upon a Time in High School, The Beast and Beauty, dan The Art of Seduction. Kesimpulan saya, film Korea serupa pelangi atau permen lolypop yang warna-warni. Ada keceriaan yang terrefleksi dari kisah-kisahnya, ada hiburan, namun ada juga hujan yang turun deras dan membuat airmata bercucuran.

Di tanah air, baik film maupun serial drama Korea tengah menjadi wabah. Kawan saya yang bernama Izki di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, tergila-gila berat dengan seorang bintang Korea. Ia memajang wajah sang idola sebagai profil di facebook-nya. Nampaknya, invasi Korea tak hanya melalui film dan drama, mereka juga merambah ke musik, yang bisa dilihat dari kegandrungan remaja kita pada boyband atau girlband.

salah satu adegan dalam film My Sassy Girl

Sekarang ini adalah eranya negeri-negeri Asia Timur di layar showbiz tanah air. Selain Korea, ada pula serial asal Taiwan yakni Meteor Garden, serial kungfu ala Cina, hingga serial asal India. Pelaku industri kreatif di negara-negara Asia Timur telah membobardir Indonesia dengan demikian banyak tayangan hiburan. Kenyataan ini sangat kontras dengan apa yang terjadi di masa kecil saya, di mana tayangan Asia hanyalah drama seri Oshin, Rin Tachibana, serta beberapa serial seperti Gaban, Megaloman, atau Voltus.

Bagaimana halnya di negara lain? Apakah tayangan Korea juga sedang berjaya?

Uniknya, di Amerika Serikat (AS), tak satupun serial drama Asia yang tayang di televisi. Saya punya banyak pengalaman mengambil kuliah media massa dengan mahasiswa program Undergraduate yang rata-rata tidak pernah menyaksikan serial drama Asia. Satu kenyataan yang tidak banyak diketahui di tanah air adalah orang-orang Amerika hanya meyaksikan tayangan atau program televisi yang dibuat oleh rumah produksi di negaranya. Mereka tak pernah melihat tayangan program dari luar.

Ketika di kelas itu saya mempresentasikan tentang fenomena Korean Wave di televisi Indonesia, banyak mahasiswa Amerika yang terperangah. Seorang mahasiswi bernama Amy Dawson mengajak diskusi tentang tayangan Korea. Selama ini, ia hanya mendengar tentang serial drama asal India dan Jepang. Ia tidak pernah tahu kalau serial Korea sedang digandrungi di tanah air.

idola saya, Jeon Ji-Hyun, bintang film My Sassy Girl

Tak hanya Amy Dawson, saya juga terkagum-kagum dengan pesatnya industri kreatif di Korea. Apalagi, saya membaca sejarah mereka yang mirip Indonesia, yakni pernah dipimpin rezim militer yang membuat perkembangan ekonominya stagnan. Namun sejak tahun 1990-an, Korea menerapkan kebijakan ekonomi terbuka, sehingga masuklah investasi modal asing di sektor penyiaran. Sejak saat inilah, tayangan Korea mulai mendunia dan mengalahkan Hongkong, yang sebelumnya lebih dulu mendunia.

Pertanyaannya, mengapa serial drama serta film Indonesia tidak bisa mendunia sebagamana tayangan asal Korea? Hmmm. Kita simpan pertanyaan ini untuk dijawab pada tulisan lainnya.(*)


Athens, Ohio, 3 Maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar