Avatar Aang dan Rasul Baru

API berkobar-kobar dan hendak membakar tubuh bocah kecil berkepala plontos itu. Api itu melesat dari tinju para prajurit yang berpakaian samurai berwarna merah. Namun, sekian detik sebelum api menghanguskan bocah itu, serangkum angin putih tiba-tiba berhamburan dan membuyarkan api tersebut. Sang bocah yang mengenakan baju rahib ala biksu berwarna kuning itu lalu berjumpalitan ke belakang. Ia lalu meninju ke depan sehingga barisan angin putih kembali menghembus dan menjungkalkan sang penyerang. Bocah itu mengendalikan udara sehingga melontarkan energi.

poster film

Di sisinya, seorang perempuan berbaju biru tengah mengendalikan air hingga menjadi belati yang melesat ke depan. Di tangan gadis muda tersebut, air seolah lentur untuk dibengkok-bengkokkan. Air itu bisa menjadi belati, bilah-bilah es, atau gumpalan-gumpalan yang sanggup meremukkan. Gadis itu adalah pengendali air, yang mendampingi sosok plontos sebagai pengendali udara terakhir.

Ini adalah adegan dalam film The Last Airbender yang tengah tayang di bioskop. Kemarin, saya menyaksikan film ini dalam format tiga dimensi di Bioskop Panakkukang 21 di Makassar. Ini adalah pertama kalinya saya menyaksikan film dengan mengenakan kacamata khusus yang dibagikan kepada semua penonton. Efeknya luar biasa. Gambar-gambar serasa hidup dan seakan berlomba hendak keluar dari layar. Saya amat menikmatinya.

Film ini diangkat dari serial kartun yang berjudul Avatar: The Last Airbender karya Michael Dante DiMartino dan Bryan Konietzko (saya sudah pernah menuliskannya DI SINI). Mestinya, judul film sama dengan versi kartunnya. Namun dikarenakan nama Avatar sudah terlanjur dipatenkan oleh sutradara James Cameron untuk film terbarunya tentang petualangan di Planet Pandora, terpaksa judul filmnya diganti. Akan tetapi, penggantian ini tidak lantas diikuti perubahan pada jalan cerita. Justru, sutradara sekaligus penulis scenario Night Shyamalan tetap setia dengan jalan cerita di versi kartunnya sehingga para penikmat kartunnya tidak bakal kecewa dengan film ini.

poster film 2
Saya termasuk penikmat film kartun ini. Beberapa tahun silam, saya membeli serial Avatar secara lengkap di satu lapak-lapak penjual DVD bajakan di Jalan Margonda, Depok. Serial kartun ini jelas amat panjang. Namun, versi filmnya hanya mengangkat kisah yang dituturkan dalam episode pertama berjudul Book One: Water. Padahal, masih ada dua episode dalam serial ini yakni Book Two: Earth dan Book Three: Fire. Menurut kabar yang berseliweran di internet, jika film pertama ini sukses, maka akan dilanjutkan dengan pembuatan film episode dua dan tiga. Semoga ini bisa terwujud.

Sinopsis

Film ini berkisah tentang empat unsur semesta yang menjadi dasar dari lahirnya bangsa-bangsa dan suku. Peradaban manusia terbagi-bagi menjadi empat bangsa, Suku Air (Water Tribe), Kerajaan Tanah (Earth Kingdom),Pengembara Udara (Air Nomads), dan Negara Api (Fire Nation). Dalam setiap bangsa ada orang-orang yang dipanggil "Bender" (Pembengkok, atau dalam hal ini pengendali) yang memiliki kemampuan mengendalikan unsur alam sesuai bangsa mereka. Seni mengendalikan unsur alam ini merupakan perpaduan gaya seni beladiri dan sihir unsur alam. Dalam setiap generasi, ada seseorang yang mampu mengendalikan setiap unsur, ialah yang dipanggil sebagai Avatar, roh dari planet yang menitis dalam bentuk manusia. Ketika seorang Avatar meninggal dunia, dia akan terlahir kembali di bangsa yang gilirannya selalu bergantian sesuai dengan siklus Avatar (Avatar Cycle).

Sebagaimana telah saya urai di atas, bocah berkepala gundul itu adalah Avatar Aang. Ia menghilang sejak 100 tahun yang lalu yang kemudian menyebabkan tatanan dunia berubah. Didorong ambisi yang meluap-luap, negeri api lalu menguasai semua klan lain. Mereka menjajah dan menguasai semuanya dengan cara kekerasan. Ribuan nyawa dikorbankan demi ambisi tersebut. Setelah 100 tahun berlalu, Avatar Aang ditemukan berada dalam bongkahan es oleh dua anggota suku air yakni Katara dan Sokka. Maka dimulailah petualangan mereka untuk mengalahkan para pengendali api.

Terus terang, saya sempat tergila-gila dengan versi kartunnya. Saya masih hapal semua detail dalam kartun tersebut. Saya menyenangi pergulatan batin anak berkepala botak dengan baju rahib seperti biksu Tibet. Anak usia 12 tahun itu terlahir sebagai Avatar, sosok pembebas yang akan memburai perut penindasan sekaligus menjadi messiah (juru selamat) atas segala rupa kekacauan di bumi. Anak dengan kepala licin dengan baju rahib adalah generasi terakhir dari para pengendali udara yang nyaris musnah dibantai oleh bangsa Api. Anak yang kocak dan kadang tampak bodoh itu menyimpan kekuatan tersembunyi yang sanggup menggetarkan semesta. Sebab ia adalah sang terpilih, sang Avatar!

Dari sisi film, saya memberi acungan jempol kepada sutradara M Night Shyamalan yang sukses memvisualkan Avatar sebagaimana versi kartunnya. Meski demikian, saya mencatat beberapa perbedaan mendasar yang cukup menganggu keasyikan menonton.

Pertama, film ini hanya tepat untuk disaksikan oleh mereka yang sudah pernah menyaksikan versi kartun. Ada banyak detail yang tidak dijelaskan dalam film. Sebenarnya ini hal yang wajar saja sebab serial kartunnya sangat panjang. Kalau tak salah sampai puluhan seri. Tentunya, sutradara memilih-milih mana adegan yang tepat untuk dimasukkan, sehingga banyak adegan penting yang kemudian lenyap. Inilah resiko yang ditempuh untuk meringkas kisah yang panjang tersebut. Dalam film, terdapat adegan ketika Aang bersemedi dan measuki alam ruh. Ia bertemu naga. Tanpa ada penjelasan bahwa naga itu adalah tunggangan Avatar Roku, avatar sebelum Aang yang berasal dari pengendali api. Ini hanya satu contoh kecil yang bisa saya kemukakan. Masih banyak contoh lain.

Mungkin sutradara berpikir bahwa penonton film ini adalah mereka yang sudah pernah menyaksikan versi kartun. Sebab kartun yang diproduksi oleh nickleodeon ini tercatat sebagai salah satu serial kartun yang terlaris di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara lainnya.

Kedua, sosok Aang dan Soka, agak berbeda dengan karakter versi kartun. Dalam versi kartun, Aang tetaplah seorang anak berusia 10 tahun yang kocak, nakal, dan kadang-kadang suka usil. Memang, sesekali ia nampak murung sebab memikirkan bebannya sebagai seorang Avatar. Namun, di sepanjang film, kita lebih banyak menemukan sosok Aang yang kocak. Dalam film ini, Aang nampak seperti bocah yang berusia dewasa. Ia jarang tersenyum. Wajahnya selalu diam dan sesekali tampak dewasa, khususnya saat memberikan petuah kepada bangsa lain agar bangkit melawan bangsa api. Saya lebih menyenangi sosok Aang dalam versi kartun yang kocak, namun tetap kontemplatif dan senantiasa belajar melalui semua pengalamannya. Ia hanyalah sosok kecil yang terus mengasah kedewasaannya sehingga sanggup menyandang amanah berat untuk menjaga langit dan bumi.

Avatar Aang bersama Katara dan Sokka
Demikian pula dengan Sokka. Sosoknya tidak begitu penting dalam versi film. Padahal Sokka-lah sosok favorit saya yang tampil menjadi pemimpin kelompok itu. Bagi yang menonton kartunnya, pasti paham betapa pentingnya sosok Sokka. Meskipun ia juga suka usil dan jahil, namun ia cerdas dan selalu jadi pengatur strategi bagi timnya. Mungkin, gambaran karakter yang paling sesuai adalah Katara. Sepanjang film, peran Katara sangat menonjol, khususnya saat menenangkan Aang yang sedang murka.

Terlepas dari itu, film ini cukup menghibur. Walaupun agak kelam –sebab sutradaranya bergenre film jenis misteri dan horror—tapi alurnya tetap terjaga dan tidak banyak berbeda dengan versi kartunnya. Secara umum, saya cukup puas dengan film versi tiga dimensi ini. Meskipun, saya menggolongkan film ini sebagai film yang mudah dilupakan, tidak menggoreskan jejak di hati. Terserah jika anda punya pendapat berbeda.

Tafsir Atas Film

Usai menonton film, saya mencatat beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan bersama. Pertama, film ini tidak sekadar kisah fiksi yang meninggalkan sebaris kesan mengharu-biru, melainkan sebuah risalah filsafat yang penuh dengan pergulatan ide atau gagasan. Realitas sosiologis negeri dalam kisah ini adalah risalah filsafat Democritus yang menyebutkan bahwa alam semesta tersusun atas empat unsur utama yaitu api, air, tanah, dan udara. Keempat unsur ini menjadi partikel yang menyusun atom bernama semesta. Gejala konflik dan resistensi di antara unsur-unsur ini menjadi dinamika yang menjaga keseimbangan alam sekaligus harmoni semesta. Tak ada realitas atau unsur yang buruk, sebab semua menyandang takdir berbeda dan saling menyeimbangkan sesuai dengan garis edar atau ziarah masing-masing unsur.

Kedua, tesis yang justru paling menghentak dan menjadi ruh film ini adalah pandangan akan hadirnya sosok pembebas atau lazim di sebut messianisme. Serial ini seakan menganfirmasi pandangan dari sejumlah filsuf maupun agamawan yang hingga kini masih meyakini kelak akan hadir seorang pembebas sebagaimana yang dituturkan dalam berbagai kitab suci. Selama 100 tahun lenyapnya Aang, manusia menantikan sosok penyelamat yang cendekia dan menguasai empat unsur kemudian menjadi peredam atas seluruh energi kejahatan yang mencekam manusia. Bagi saya, kerinduan akan sosok Avatar ini adalah sesuatu yang universal dalam sejarah peradaban manusia. Kisah ini hanyalah sebuah pintu masuk untuk mengungkapkan keyakinan purba yang termanifes dalam diri setiap orang dengan konsep serta kategori berbeda-beda. Artinya, konsep Avatar juga muncul di hampir semua peradaban dan kebudayaan manusia sebagai bentuk kerinduan akan hadirnya sosok manusia sempurna yang kelak akan menghancurkan ketidakadilan, menjaga nilai, serta memperkuat moralitas serta tatanan peradaban yang lestari.

Istilah Avatar berasal dari bahsa Sansekerta yang berarti “turun.“ Dalam ajaran Hindu, Avatar adalah keturunan dewa yang turun ke bumi dan berwujud manusia. Titisan Dewa ini mengemban tugas untuk menegakkan kalimat kebenaran dan menjadi medium penghancur kejahatan. Itu bisa dilihat pada sosok seperti Krisna, Rama, dan Buddha. Konsep Avatar hampir sama dengan konsep dalam Kristen yaitu inkarnasi. Hanya saja, ada dua perbedaan mendasar. Pertama, seorang Dewa dalam Hindu bisa melakukan reinkarnasi pada banyak tempat di saat yang sama melalui Avatar sebagian (amshas). Artinya, wujud utama Avatar bisa memencar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan menempati wadah berbeda. Kedua, Avatar tidak terlibat secara utuh di dalam penderitaan manusia atau kehilangan pengetahuan dan kuasa Ketuhanan. Dewa Wisnu sangat masyhur dalam wujud beberapa Avatarnya termasuk Krishna, Rama, dan Buddha. Demikian pula dengan beberapa dewa lain termasuk Siwa, juga memiliki Avatar.

Dalam keyakinan Kristen, konsep “Avatar” adalah konsep messiah. Kata messiah kerap dimaknai sebagai Kristus atau penyelamat. Nama ini dilekatkan pada belakang nama Yesus sehingga menjadi Yesus Kristus atau Yesus Sang Penyelamat. Kitab Perjanjian Lama (The Old Testament) banyak mengisahkan ini (lihat Isaiah 53).
Sejatinya, kata messiah berasal dari bahasa Yahudi bermakna yang terpilih. Istilah ini dinisbahkan pada idelisasi pemerintahan Raja David (Daud) serta risalah kenabian Musa. Konsep ini meyakini bahwa hadirnya Musa adalah yang terpilih serta telah lama menjadi penantian bangsa Yahudi. Hingga kini, bangsa Yahudi masih meyakini akan hadirnya kembali Musa yang menegakkan ajaran, memperkukuh 10 perintah Tuhan (Ten Commandement).

Islam juga mengenal keyakinan tentang “Avatar” atau “Messiah” ini. Keyakinan itu termanifestasi dalam sosok Imam Mahdi yang digaibkan dan kelak akan hadir dalam satu setting sosial yang kian amburadul hingga terjadi dekadensi berupa pembalikan situasi di mana yang benar akan di salahkan, sedang yang salah akan dibenarkan. Meskipun konsep ini dianggap hanya subur di kalangan kaum syiah, namun menarik untuk ditelusuri asal-muasal konsep ini yang sesungguhnya berakar pada tradisi Islam. Dalam keyakinan kaum Syiah, Imam Mahdi adalah keturunan ke-12 dari Rasulullah melalui garis keturunan Imam Ali bin Abi Thalib kw yang digaibkan sebab friksi serta eskalasi konflik antar umat kian mengental. Imam Mahdi akan hadir kembali pada satu momentum zaman di mana kemunkaran dan kebobrokan menemui titik paling puncak dalam peradaban manusia. Saat inilah, Mahdi akan hadir dan mempertegas kebenaran.

Konsep messiah ini tidak hanya ada dalam tradisi religius, melainkan juga muncul di berbagai kebudayaan. Orang Jawa hingga kini masih meyakini akan adanya Ratu Adil yang kelak akan membawa Jawa ke era Gemah Ripah Loh Jinawi. Dalam studi Sartono Kartodirdjo, keyakinan ini justru menjadi api yang membakar semangat perlawanan orang Jawa untuk menentang ketidakadilan. Keyakinan akan Ratu Adil ini juga termanifestasi dalam mitos “Notonagoro” yang dianggap sebagai siklus kepemimpinan yang akan berpusar dan membawa bangsa Indonesia pada kesejahteraan.

Capek ah… Saya rasa cukup sampai di sini. Nanti dilanjutkan lagi.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

makasih ilmunya...

Anonim mengatakan...

Anda sejiwa dgn saya...

guruhbetmen mengatakan...

masih ada lagi, sang Satrio Piningit yg juga dijelaskan dalam 3 Ramalan besar oleh Jayabaya, R. Ronggowarsito dan Prabu Siliwangi

Anonim mengatakan...

ulasan yg cukup menarik tentang avatar, tapi ada beberapa yang masih menggantung yang bisa menimbulkan salah faham... next time d lanjut lagi bang. :)

Posting Komentar