Keep Your Hand Moving

Writing is a journey to the unknown
--- Charlie Kaufman


SAYA menemukan kalimat ini pada buku Keep Your Hand Moving karya Anwar Holid. Kalimat ini sungguh kuat dan bertenaga. Meski Holid tidak spesifik menjelaskan maknanya, namun saya bisa menebak-nebaknya. Saat menulis, seseorang sedang melakukan sebuah perjalanan. Ia mengarungi samudera pemikiran dan gagasan, berusaha focus menuju pada satu titik yang bolah jadi tidak diniatkannya. Menulis adalah proses melepaskan semua pengetahuan dan gagasan secara bebas dan merdeka, dan hasil akhirnya sering sukar ditebak. Dalam dunia menulis, sebuah tujuan tidak penting, sebab yang lebih ditekankan adalah proses menggapai tujuan tersebut. Demikian penafsiran saya yang sederhana.

Selama beberapa hari saya membaca buku karya Anwar Holid tersebut. Buku ini serupa Mengikat Makna karya Hernowo. Isinya adalah panduan tentang menulis dan mengedit bagi siapapun, baik penulis pemula, maupun yang sudah senior. Sebagaimana Mengikat Makna, saya menggolongkan buku Anwar Holid ini bukan sebagai buku how to yang memuat kiat-kiat atau teknik. Buku ini adalah buku yang menyalakan motivasi seseorang agar tetap menulis, berani mengoreksi pola kepenulisan yang seolah jadi template kaku di pikiran, sekaligus mengeksplorasi teknik-teknik menulis yang baru sehingga tulisan yang dihasilkan bisa lebih renyah dan menawan.

Membaca buku ini serasa menyegarkan kembali gagasan bahwa masalah utama dalam menulis lebih pada aspek internal yang bersumber dari dalam diri. Banyak orang yang seakan memelihara hantu-hantu dalam pikirannya yang berbisik tentang sulitnya menulis. Banyak pula orang yang menganggap bahwa menulis itu adalah bakat yang datang begitu saja sejak lahir, tanpa proses mengasahnya. Semuanya ibarat hantu yang membuat kita takut untuk memulai proses menulis.

Apakah yang paling sulit dari menulis? Pernah saya menanyakan itu pada beberapa orang. Seorang teman pernah mengatakan bahwa yang sulit dalam menulis yakni bagaimana memulai dan bagaimana mengakhirinya. Pernyataannya amat menggelitik. Usai membaca buku Anwar Holid, saya tergoda untuk menjawabpertanyaan tersebut.

Soal bagaimana memulai, jelas terkait dengan motivasi. Ketika seseorang tak punya motivasi, maka menulis menjadi sesuatu yang amat berat. Kita mudah kehilangan gagasan serta tersesat di rimba penulisan dan tak tahu hendak memulai dari mana. Padahal, semua orang punya potensi besar untuk menjadi penulis.

Kata Dewi Lestari, dalam dunia menulis, semua orang menimba gagasan pada satu sumur yang sama. Hanya saja, tidak semua orang memiliki tali dan timba yang panjang untuk menimba gagasan tersebut. Tali dan timba serupa motivasi kuat yang sanggup merentang jauh ke dalam sumur demi menimba gagasan itu ke dalam lembar-lembar buah pemikiran. Makanya, saya bersepakat dengan Holid bahwa menulis butuh sebuah motivasi yang sekuat baja. Sehingga buku tentang dunia kepenulisan seyogyanya serupa dengan buku motivasi. Inilah tali dan timba yang kita butuhkan.

Dalam buku ini, Holid mengutip kalimat “Keep Your Hand Moving” dari Natalie Goldberg. Kalimat ini adalah motivasi agar seseorang bersedia untuk menuliskan apapun pengalamannya secara bebas, tanpa harus terikat dnegan berbagai aturan tentang menulis. Seseorang tidak perlu terjebak dengan hambatan-hambatan dalam menulis, misalnya kekhawatiran apakah tulisan itu bagus atau tidak, apakah akan dibaca orang ataukah diabaikan. Kekhawatiran ini bisa menjadi writers block yang memantek langkah kita sehingga jalan di tempat.

Saya memaknai kalimat Goldberg sebagai kebebasan untuk lepas dari berbagai kerangkeng aturan. Seorang penulis mesti bebas dan menuliskan apa yang ada di benaknya secara lepas, tanpa harus terjebak dengan aturan. Tulislah sesuatu secara bebas lepas, kemudian endapkan selama beberapa saat untuk melihat kembali kelebihan dan kekurangan tulisan tersebut, kemudian terbukalah pada semua kritikan yang masuk demi menguatkan gagasan dalam tulisan tersebut. Mungkin inilah yang dimaksudkan Goldberg.

Pertanyaan berikutnya dalah bagaimana mengakhiri sebuah tulisan. Menurut saya, ini terkait dengan focus serta tujuan dalam menulis. Sebelum seseorang menulis, ia hendaknya memiliki satu tujuan serta pertanyaan mendasar yang hendak dijawabnya. Sebelum menggoreskan sesuatu, seorang penulis sudah harus menyelesaikan tulisannya. Maksud saya, sebelum tulisan itu kelar, seseorang sudah punya gambaran tentang bagaimana bentuk tulisan itu, bagaimana alur berpikir serta konstruksi gagasan, bahkan apa yang menjadi ending atau akhir tulisan tersebut. Makanya, seorang penulis harus pandai menanam imajinasi. Ia harus berpikir di luar mainstream dan terbiasa mengolah semua data dan asumsi asumsi dalam benaknya.

Pernah saya menanyakan berapa lama yang dibutuhkan untuk menulis pada esais Nirwan Ahmad Arsuka. Ia terdiam sesaat, kemudian menjawab bahwa penulisan tidak menelan banyak waktu. Menulis itu hanya sebentar, katanya. Proses yang paling lama dan memakan waktu adalah memikirkan gagasan-gagasan serta apa yang hendak dituliskan.

Saya jadi teringat kalimat filsuf Friedrich Nietzsche yang mengibaratkan menulis sebagai proses menjerang gagasan-gagasan hingga matang. Dan menulis, kata Nietzsche, adalah menuangkan sebuah gagasan, entah itu gagasan yang sudah matang, ataukah masih mentah.

Jika menulis adalah sebuah perjalanan, maka dalam proses perjalanan tersebut, seseorang boleh jadi akan menemukan jawaban atas pertanyaan pada awal keberangkatan. Kalaupun ia gagal menemukan jawaban, maka ia telah membentangkan sketsa persoalan tersebut sehingga menghadirkan gambaran yang lebih terang, jernih, dan menjadi rekomendasi bagi siapapun untuk menemukan jawaban. Dengan cara inilah pengetahuan bisa berbiak dan berkembang pesat. Dengan cara inilah ilmu pengetahuan bisa lahir dan mekar dalam sekujur sejarah peradaban manusia.

Pada akhirnya, menulis adalah laku ilmiah yang membimbing kita untuk fokus dan mengajari kita untuk menyusun argumentasi secara jernih. Mungkin saya salah dengan kesimpulan ini. Tapi setidaknya, saya telah menuntaskan sebuah kerja berat yakni menyarikan gagasan-gagasan sebuah buku ke tulisan pendek ini.(*)



Bau-Bau, 12 Agustus 2010
Saat dua jam lagi buka puasa

6 komentar:

Anwar Holid mengatakan...

salam. mas yusran, makasih banget atas reviewnya! sangat berarti bagi saya. ini langsung saya save. semoga enggak keberatan kalau review ini saya copy paste di blog saya, http://halamanganjil.blogspot.com dan facebook.

salam dari bandung.

Yusran Darmawan mengatakan...

makasih mas holid. saya bangga sekali karena catatan saya dibaca oleh pengarang buku ini.tapi saya juga malu karena nalar saya hanya sanggup mencerna seperti ini, mungkin tidak seperti yang diharapkan oleh mas holid. tapi apapun itu, saya senang dengan tanggapan mas holid. saya persilakan jika ingin dishare di fesbuk atau mau di kopi-paste di blognya. makasih...

irfan mengatakan...

saya suka dua paragraf terakhirnya.

FadjriDoel mengatakan...

terima kasih atas wejangannya

Mom mengatakan...

oke banget mas, jadi makin kuat panggilan hatiku untuk terus menulis , meski hanya dalam sebuah blog pribadi. terima kasih atas tulisan motivasinya..

Fazwan Hanafi mengatakan...

Ulasan yang bagus.. Tahniah

Posting Komentar