Sepenggal KIsah BASUKI




Dari semua anak buah Jokowi di periode pertama dan kedua, Basuki Hadimuljono adalah menteri favorit saya. Dia tipe yang tidak banyak ngomong. Dia juga figur yang tenang. Dia tidak punya ambisi politik.

Pernah, saya melihatnya makan di satu tempat makan di Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta. Dia duduk tenang di sudut, seorang diri. Tidak terlihat satu pun staf yang mendampinginya. Padahal di kampung saya, seorang kepala daerah selalu membawa “pasukan” dan “dayang-dayang” ke mana-mana.

Basuki tidak pernah gila hormat. Dia tidak peduli disapa apa tidak oleh orang-orang. Saya yakin dia lebih suka tidak dikenali. Sebab dengan cara itu, dia bebas melakukan apa pun. Saat saya menyapa dan mengajaknya berfoto di bandara, wajahnya terlihat kurang nyaman.

Dia tipe pekerja keras yang selalu menuntaskan banyak hal. Dia menerjemahkan apa yang diinginkan atasannya dengan baik. Sebagai Panglima Infrastruktur Indonesia, dia hadir di mana-mana. Dia muncul di peresmian jalan tol, pelabuhan, jembatan, hingga perumahan.

Saya pernah melihat tayangan peresmian infrastruktur. Dia tidak duduk di jajaran menteri yang sedang mengelilingi presiden. Dia memegang kamera dan jongkok bersama para fotografer. Dia sangat membumi.

Padahal, kalau dia mau, posisi duduknya lebih tinggi dari gubernur dan bupati. Dia harusnya duduk di jajaran pejabat, menerima kalungan bunga, juga diberi kesempatan untuk sambutan-sambutan.

Anehnya, dia tak suka sambutan. Saya jarang menyaksikan dirinya berbicara panjang dan cerita semua rencana-rencananya di layar kaca. Kalau dia diwawancarai, kalimatnya selalu ringkas. Dia tipe orang yang seakan ingin berkata “Jangan lihat ucapanku, lihat kerjaku.”

Publik tahu prestasinya. Salah satu yang melekat di benak publik adalah pembangunan tol trans Jawa yang menghubungkan Merak hingga Banyuwangi. Berkat kesuksesannya, dia dijuluki Daendels baru, seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintahkan pembangunan jalan dari Anyer ke Panarukan.

Tipe pekerja keras seperti dia selalu irit kata. Ketika dia mengomentari sesuatu, maka berarti ada sesuatu yang serius di situ. Logikanya, dia sangat berpengalaman mengelola banyak proyek besar. Dia tentu tahu di sisi mana ada kendala sehingga perlu dibenahi.

Kemarin, dia berpolemik dengan Gubernur Anies Baswedan mengenai banjir Jakarta. Dia menyoroti normalisasi sungai yang tidak berjalan sesuai target. Keduanya pernah sama-sama menjadi pembantu presiden.

Basuki percaya dengan konsep normalisasi. Dia sama dengan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya yang meyakini normalisasi adalah salah satu upaya mengatasi banjir. Sungai harus dikeruk dan dilebarkan. Penduduk direlokasi ke tempat layak.

Di tempat berbeda, Anies yang mengatakan tidak ingin berpolemik. Dia tidak ingin ikut terpancing. Tapi, setelah itu dia memberi respon. Dia membandingkan kampung Pulo yang kini terendam padahal sudah dilakukan betonisasi. Anies lebih memilih naturalisasi.

Dalam hal berbicara di depan mikrofon, Anies adalah pakarnya. Ibarat petinju, Basuki bisa langsung KO dihantam dengan pukulan keras kata-kata. Tapi, kali ini, Basuki tidak lantas limbung. Malah Anies yang sedang limbung karena tekanan publik. Buzzer Anies harus bekerja lebih keras di berbagai kanal media.

Anies bisa bangkit dan meng-KO Basuki jika dia menunjukkan kinerjanya. Dua tahun bekerja, dia seharusnya sudah bisa menampilkan sesuatu. Dia harusnya menunjukkan sungai yang sudah dinaturalisasi, kemudian berkata, “Lihat apa yang sudah kami kerjakan. Lebih bagus kan?”

Sebagai publik kita hanya menjadi saksi dari silang pendapat dua pejabat ini. Namun, harus diingat, ada banyak pekerjaan rumah yang tak perlu menunggu selesainya perdebatan keduanya. Tetap ada kerja-kerja yang dilakukan untuk menjaga agar kawasan bisa terhindar dari banjir, atau minimal bisa mengurangi dampaknya.

Basuki terus bekerja. Basuki tidak hanya merambah Jakarta, tapi seluruh Indonesia. Saat berbicara Jakarta, dia tampak lelah. Rambutnya kian memutih, tapi kerja belum selesai. Belum apa-apa.

Tetap sehat Pak Basuki. Tetap bekerja. Kami ingin Bapak menjadi pemimpin bangsa ini yang bisa bekerja keras. Tidak sekadar bermain kata.




0 komentar:

Posting Komentar