Merenda Impian Melalui Desa Energi



Di tengah kekhawatiran banyak negara terhadap kelangkaan energi di masa mendatang, sejumlah anggota masyarakat telah menunjukkan langkah-langkah sederhana untuk menghadirkan energi sekaligus menjaga kesinambungannya. Jika saja api semangat mereka dipertahankan nyalanya, maka negeri ini bisa mandiri energi, sekaligus memiliki desa-desa yang berdaulat dalam hal energi.

***

ANAK muda itu mengambil korek gas lalu menyalakan tungku. Api biru langsung mencuat ke atas. Semua orang bertepuk tangan. Di tengah pedalaman Nusa Tenggara Timur (NTT), bumi yang dipenuhi ilalang dan pemandangan eksotik, nyala api biru itu disambut suka cita oleh warga tepian hutan. Betapa tidak, sumber api itu bukan berasal dari bahan minyak yang dibeli di kota. Sumbernya adalah di kampung tu sendiri, pada kotoran ternak yang dipelihara warga.

Anak muda yang memperkenalkan inovasi itu adalah anggota dari Geng Motor Imut. Jangan bayangkan mereka adalah geng motor yang suka membuat onar di malam hari. Imut adalah singkatan dari Aliansi Masyarakat Peduli Ternak. Anak-anak muda itu berkeliling kampung demi berbagi pengetahuan tentang peternakan.

Anak-anak muda yang merupakan alumni Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana itu memberikan beberapa inovasi. Selain memberikan petunjuk teknis bagaimana mengatasi masalah terkait ternak, mereka melakukan lompatan besar ketika berusaha mengatasi kebutuhan energi bagi warga desa.

Kita sama paham bahwa di kampung-kampung energi berbasis fosil amat susah dijangkau. Kalaupun ada, maka energi itu sangat mahal harganya. Nah, anak muda itu lalu mengajari warga bagaimana mengolah kotoran sapi sehingga menjadi bio-gas, yang kemudian menjadi sumber energi untuk masak serta penerangan.

Hebatnya, mereka membangun instalasi biogas dari bahan-bahan yang ada di sekitar masyarakat. Mereka menggunakan beberapa drum bekas oli, ban dalam bekas mobil, dan selang. Dengan menggunakan beberapa pipa, gas dari kotoran ternak itu dialirkan ke dapur-dapur warga, lalu sebagian dialirkan ke lampu-lampu listrik untuk memberikan energi terang.

“Niat kami adalah membantu masyarakat. Kami tak ingin membebani mereka. Makanya, bahan dan peralatan yang digunakan haruslah berasal dari sekitar mereka. Melalui inovasi, warga desa bisa mengatasi kebutuhan energi mereka,” kata Noverius Nggili, pimpinan anak-anak muda itu.

Sejak lama, bumi NTT dikenal sebagai basis peternak. Dahulu, NTT terkenal sebagai sentra produksi sapi. Wilayah ini pernah memasok semua kebutuhan daging ke seluruh penjuru tanah air. Sayangnya, belakangan, posisi sebagai sentra sapi itu mulai bergeser. Tak banyak lagi sapi yang dihasilkan di sini. Kalaupun ada, maka hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga.

Yang menarik, anak-anak muda itu kembali mengampanyekan pentingnya memelihara sapi. Di saat bersamaan, peternakan itu bisa pula menghasilkan energi melalui biogas. Jika dikembangkan secara kontinyu dan massif, maka kebutuhan energi di level desa akan terpenuhi.

Metode yang mereka tempuh terbilang sederhana. Bahan baku kotoran ternak melimpah dari babi, unggas, hingga sapi. Kesemua kotoran itu lalu disatukan dan ditambahi dnegan sedikit air. Dikarenakan banyak warga yang menolak untuk menyentuh kotoran ternak, maka itu diatasi dengan sepeda statis. Pemilik ternak tinggal mengayuh sepeda demi mencampur kotoran dengan air.

Cairan itu disimpan di satu drum. Pada hari ke-21, gas akan muncul, namun masih bercampur udara sehingga belum bisa digunakan. Pada hari ke-22, kotoran sudah menghasilkan gas murni sehingga bisa dipakai untuk memasak selama dua jam. Jika ditambah dengan ekstrak kotoran yang sdah dibersihkan, maka gas yang dihasilkan akan lebih banyak. Tak kurang akal, geng ini menciptakan tempat penampungan gas dengan memfungsikan ban dalam bekas mobil. Ban itu berfungsi sebagai lumbung gas bai warga.

Skala Massif

Ide yang dikembangkan ini terbilang sederhana dan bisa langsung diterapkan oleh masyarakat desa. Beberapa lembaga lalu mengeluarkan inovasi untuk mengembangkan berbagai kegunaan dari gas itu. Sebuah tim dari Surya University, yang dipimpin Prof Yohannes Surya, tengah mengembangkan biogas sebagai ganti bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Sungguh luar biasa. Tadinya biogas itu hanya untuk memenuhi kebutuhan masak dan penerangan, ternyata bisa pula dikembangkan menjadi bahan bakar untuk transportasi.

Sepintas, gagasan ini kelihatan biasa saja. Akan tetapi, gagasan ini sungguh luar biasa sebab bermaksud untuk menemukan solusi atas kebutuhan energi di level desa dan komunitas. Ikhtiar ini terbilang besar sebab memulai kerja-kerja untuk masa depan, di tengah situasi ketika pemerintah justru gagal menemukan solusi tepat untuk warganya.

Kita sama paham bahwa energi adalah kebutuhan mendasar semua bangsa. Energi adalah sesuatu yang bisa digunakan untuk membawa kemasalahatan bagi masyarakat. Sayangnya, energi sering pula menjadi alasan bagi banyak bangsa untuk larut dalam konflik yang berkepanjangan. Gara-gara energi, peperangan tersulut di banyak tempat.

Di tengah situasi global yang chaos karena perebutan energi, di banyak titik di tanah air, terdapat sejumlah figur yang berusaha untuk mengatasi keutuhan energi itu pada level yang lebih kecil. Mereka memperkenalkan biogas sebagai energi yang ramah lingkungan, serta berasal dari lingkungan sekitar.

Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana bisa menebarkan bibit-bibit gagasan bernas itu ke tempat lain agar kelak bisa tumbuh subur dan menyediakan pohon-pohon rindang bagi warga untuk menggantungkan diri. Tantangannya adalah bagaimana menyuntikkan kesadaran akan pentingnya menemukan solusi energi, sehingga yang muncul adalah sikap self-sustain atau keberanian untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tanpa harus tergantung pada energi fosil yang didatangkan dari luar. Terkait hal ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.


Pertama, menyusun identifikasi di level desa. Harus ada sebuah pemetaan yang akurat tentang kondisi aktual, serta apa saja yang bisa dikembangkan. Jika di NTT, energi yang dikembangkan adalah biogas sebab terdapat banyak ternak di situ, maka harus ada identifikasi atas alternatif energi ditempat lain. Beberapa waktu lalu, saya membaca publikasi tentang pengembangan energi berbasis angin di Sumba, yang dilakukan oleh Ricky Elson, seorang peneliti yang lama bermukim di Jepang.

Kedua, mulai menggalang partisipasi warga. Rahap awal yang harus dilakukan adalah menggugah kesadaran warga tentang pentingnya sumberdaya energi. Kesadaran mereka harus dibangkitkan dan dinyalakan sehingga memberikan partisipasi. Harus ada upaya serius untuk meyakinkan mereka bahwa mengatasi kebutuhan energi adalah mengatasi kebutuhan di masa kini. Lewat upaya itu, mereka juga bisa mengatasi kebutuhan di masa depan.

Ketiga, membangun beberapa contoh yang bisa disaksikan warga. Demi membangun kesadaran, ada baiknya jiak warga diperlihatkan beberapa contoh yang bisa digunakan oleh mereka. Para praktisi pendidikan mengajarkan bahwa memberikan tauladan jauh lebih penting ketimbang memberikan setumpuk teori-teori.

Keempat, membangun kelembagaan di masyarakat. Faktor kelembagaan ini sangat penting agar warga bisa slaing bersinergi dan mengatur dirinya. Selain itu, harus ada lembaga yang bertanggungjawab atas pekerjaan itu. Kegagalan program pemerintah di banyak tempat dikarenakan tak adanya dukungan kelembagaan yang dibentuk warga desa.

Kelima, melakukan pengawasan yang efektif. Ketika pekerjaan itu bisa menghadirkan spirit bersama, maka semua warga akan merasakan pentingnya pekerjaan itu, yang kemudian berujung pada adanya hasrat untuk saling mengontrol dan mengawasi.

Memang, energi amatlah vital. Menghadirkan dan mengawasinya pun harus dilihat sebagai sesuatu yang vital. Ketika desa-desa bisa mandiri dalam hal energi, maka negeri ini akan memiliki aset yang sangat kuat. Ke depannya, negeri ini bisa mengatasi kebutuhan energi melalui tangan-tangan kreatif warganya untuk menciptakan desa mandiri energi, yang kemudian menyalakan seluruh anak negeri ke arah apa yang diimpikan bersama. Semoga.



(tulisan ini diikutkann pada lomba blog bertemakan Hemat Energi yang diadakan bisnis.com dan Total)


0 komentar:

Posting Komentar