pemandangan di Lombok |
DI tengah perkampungan warga beragama
Islam di Lombok, terdapat satu desa yang warganya beragama Budha. Di situ
terdapat satu wihara besar serta para biksu yang setia menjaga nilai-nilai.
Seorang sahabat menjelaskan bahwa proses masuknya agama Budha itu diawali oleh
satu kecelakaan sejarah. Hah? Gimane ceritanye?
***
SAHABAT itu bernama Zaenuddin. Ia bekerja
sebagai aktivis NGO di bawah naungan PBB. Ia kenyang pengalaman. Ia cukup paham
tentang berbagai problem yang melanda kampung halamannya. Lama tak berjumpa, ia
mengajak saya ke rumahnya di Lombok. Kami berdiskusi banyak hal, termasuk desa
kecil yang warganya beragama Budha itu.
Zaenuddin bercerita tentang Desa Ganjar
yang terletak di Mariji, Lembar. Katanya, di desa itu terdapat satu wihara
besar, sebagai tempat ibadah. Yang menarik, warga desa setempat tak punya jejak
sejarah tentang persentuhan dengan Budha. Faktanya, warga setempat dahulu
adalah penganut agama lokal yang namanya Boda.
Nama Boda dan Budha memang nyaris mirip
dan sukar dibedakan pelafalannya. Mungkin karena alasan nama itu, pemerintah
lalu menuliskan nama agama Budha dalam KTP warga setempat. Selain itu,
didatangkan pula para pemuka agama Budha untuk mengajari warga tentang
sendi-sendi agama yang diperkenalkan oleh Sidharta Gautama tersebut.
Fenomena ini juga terjadi di daerah lain.
Di satu daerah di tanah air, terdapat satu komunitas yang menyebut dirinya
penganut agama lokal. Dikarenakan ajaran itu lebih dekat ke Hindu, pemerintah
lalu mendatangkan pemuka agama Hindu untuk mengajari mereka. Tentu saja, warga
setempat sulit menerima agama Hndu. Mereka menolaknya, sebab meyakini bahwa apa
yang mereka anut bukanlah Hindu. Tapi di Lombok, yang muncul justru berbeda.
Proyek memperkenalkan Budha itu justru berhasil.
Warga meninggalkan agama Boda, dan berhasil menjadi Budha. Desa itu menjadi
unik. Di saat desa lain dipenuhi masjid, maka desa itu justru terdapat wihara
untuk tempat peribadatan umat Budha. Kata seorang sahabat, berkunjung ke desa
itu serasa berkunjung ke Thailand, sebab terdapat wihara, terdapat biksu, dan
juga para pemeluk agama Budha.
“Mereka beragama karena kecelakaan,” kata
Zaenuddin. Menurutnya, pergeseran
dari Boda ke Budha itu adalah kecelakaan sejarah sebab berawal dari prasangka bahwa Boda adalah Budha. Proses itu kian
sempurna ketika warga lokal juga meninggalkan agama Boda dan mengubah
keyakinannya menjadi Budha. “Secara perlahan, agama Boda kian menghilang. Ia
digantikan Budha, yang justru tak punya akar kultural di Lombok,” lanjut
Zaenuddin.
pemandangan di Pulau Lombok |
Kita mungkin bisa melihat kisah ini dari
berbagai sisi. Pertama, boleh jadi proses perpindahan Boda ke Budha itu diawali
oleh tekanan pemerintah. Ini bisa disaksikan di banyak tempat. Saya banyak
mendengar proses perpindahan itu diawali tekanan dan intimidasi. Warga diancam. Jika mereka memeluk
agama lama, maka mereka bisa dicap sebagai pengikut aliran sesat, atau malah akan dicap PKI.
Kedua, kita bisa saja mengatakan bahwa
Budha menawarkan satu sistem kepercayaan yang bisa menghadirkan kedamaian bagi
warga setempat. Pilihan untuk pindah agama itu bisa dilihat sebagai pilihan
sadar yang menunjukkan bahwa warga setempat menemukan pencerahan.
Hanya saja, saya tiba-tiba saja memikirkan
nasib agama lokal. Bagaimanakah halnya dengan Boda? Apakah ia akan semakin
ditinggalkan oleh para penganutnya? Jika itu terjadi, maka hilanglah satu
sistem religi serta pengetahuan yang telah bertahan selama ratusan tahun. Hilang
pula segenap kearifan serta tata nilai warga setempat yang dahulu dikuatkan
oleh agama lokal. Hilang pula segenap kekayaan tradisi dan ritual, yang
kemudian digantikan oleh agama yang didatangkan dari luar.
Entah. Barangkali saya hanya bisa mencatat serta menanam tekad agar suatu saat bisa berkunjung ke desa itu.
Lombok, 28 Februari 2015
0 komentar:
Posting Komentar