SEJAK pagi tadi saya ikut barisan massa yang berdemonstrasi. Saya bergabung bersama kawan-kawan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar Timur, serta kawan-kawan dari koalisi lembaga kemahasiswaan di Unhas. Bagi saya, ini bukan sekedar demonstrasi biasa. Ini adalah momentum reuni dengan sesama sahabat para mantan aktivis mahasiswa Unhas. Saya bahagia bisa bersama-sama dengan mereka.
Kami bergerak dari pintu 1 Unhas menuju jembatan fly over. Ini adalah untuk kesekian kalinya saya menyaksikan ribuan mahasiswa Unhas yang memenuhi jalanan dengan mengenakan atribut jas almamater berwarna merah. Saya serasa bernostalgia dengan masa-masa demo yang marak pada tahun 1998 sewaktu menggulingkan Soeharto. Semangat berkobar-kobar. Sepanjang jalan, saya ikut meneriakkan yel-yel makian pada rezim ini yang korup.
Saya cukup menikmati suasana. Tapi setelah dua jam berarak, saya mulai kelelahan. Saat itulah saya sadar bahwa saya sudah bukan anak muda yang penuh semangat demi perubahan. Kepala mulai pening akibat kepanasan. Persendian serasa mau copot. Saya lelah karena aktivitas hari ini yang di luar kebiasaan. Fisik yang lelah itu menjadi alamat bahwa sudah saatnya saya menghentikan ‘kegilaan’ hari ini.
Saya lalu memisahkan barisan. Lalu ke sebuah kafe untuk menenangkan diri. Betapa nikmatnya aroma es teh jeruk yang diminum saat kepanasan dan kelelahan. Saya lalu mengaktifkan facebook dan melihat ada pesan dari sahabat Irvan Irawan. “Bang Yus, sudah bukan waktunya melakukan aktivitas fisik yang lelah. Pikiran anda yang kami tunggu.” Saya renungi pesan tersebut. Irvan benar. Sudah waktunya aktifitas fisik ditransformasi menjadi kegiatan berpikir. Penalaran adalah bentuk perlawanan juga.
Tapi, apa salahnya bernostalgia?foto by Hariandi Hafid
0 komentar:
Posting Komentar