Malam baru saja menyapa di Kuala Pembuang, Seruyan, Kalimantan Tengah, pertengahan tahun 2015. Saya datang bersama rombongan peneliti dari kampus IPB, serta pihak Kementerian Desa. Kami datang untuk satu misi yakni fasilitasi pengembangan wisata di daerah tertinggal.
Saya mendapat misi khusus untuk melatih komunitas wisata. Saya akan bertemu komunitas fotografer, blogger, videografer, fesbuker, hingga para pemain di dunia android. Tugas saya adalah menggali potensi warga lokal dan memotivasi mereka agar melahirkan banyak publikasi.
Di Jakarta, petinggi kementerian beranggapan bahwa masyarakat desa tidak tahu apa-apa. Mereka seakan berasumsi kalau ada daerah tertinggal dan ada orang yang perlu diberdayakan. Bekerja sama dengan kampus, mereka mengirim orang untuk mengajari mereka.
Saya tak terlalu nyaman dengan anggapan ini. Kalaupun ikut tim, saya punya misi lain. Saya ingin jalan-jalan sekaligus memotret orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting.
Hingga akhirnya, saya bertemu lelaki itu. Dia datang sebagai anggota komunitas. Saat temannya memperlihatkan foto-foto, dia lebih banyak diam. Seseorang berbisik kalau pria ini adalah Nordin Seruyan. Mendengar namanya, saya terkejut.
Bapak Nordin ini memang tinggal di desa yang cukup jauh dari pusat-pusat kota. Tapi namanya amat kondang di kalangan para fotografer serta peminat fotografi makro, yakni para pemotret serangga, semut, dan berbagai hewan kecil lainnya.
Beberapa karya fotonya tampil di berbagai situs besar luar negeri, dibeli publik internasional, serta mendapat ulasan dari fotografer dunia. Bahkan di tahun 2013, salah satu karyanya dicetak menjadi baliho, kalender, serta pamflet kampanye duta serangga di Micropolis, yang dikenal sebagai kota serangga di Perancis.
Semuanya berkat internet. Tahun 2010, dia mulai tertarik dengan fotografi makro. Dia pertama kali memotret ulat bulu, kemudian mengirimkannya ke situs fotografi. Tak berhenti di situ, dia mengunduh banyak bahan dari internet dan belajar secara otodidak.
Dia beruntung karena belantara Seruyan masih menyimpan banyak serangga sehingga dirinya tidak pernah kehabisan obyek foto. Dia pun mengirim foto ke beberapa situs dunia. Keajaiban pun hadir.
Berbagai apresiasi dan penghargaan datang menghampiri Nordin. Dari rumah kecil di Seruyan, pria kelahiran Danau Sembuluh ini mengabarkan pada dunia tentang indahnya dunia serangga. Berkat karyanya, banyak fotografer makro yang hendak bertemu dengannya, termasuk dari luar negeri.
Niat awal kami untuk mengajari mereka langsung berubah. Justru pada warga desa ini kami perlu belajar dan berguru. Dia memang tinggal di daerah terpencil, tetapi berkat internet, dia bisa berinteraksi dengan semua warga dunia dan mendapatkan manfaat di situ.
Dia membuat kami semua kehilangan kata. Semua materi yang seharusnya dibawakan ke situ tak jadi dikeluarkan. Saya memilih untuk diskusi dan menyerap semua pengetahuan dan pengalaman hebat darnya dan juga warga desa lainnya.
Saya akhirnya belajar hal baru. Bahwa definisi daerah maju dan tertinggal sudah tidak relevan. Bahkan definisi kota dan desa pun sudah waktunya ditinjau lagi. Sebab mereka yang di desa bisa jadi akan jauh lebih berkembang sebab berinteraksi dengan warga dunia.
Nordin Seruyan |
Indonesia punya banyak potensi hebat. Bukan saja pada sumber daya alam yang indah permai, tetapi juga ada pada sumber daya manusia. Ada banyak orang hebat, yang tetap rendah hati, meskipun berada di ketinggian. Ada banyak desa-desa hebat dengan warga yang juga tak kalah hebat.
Mereka tak suka petantang-petenteng sebagaimana pesilat sabuk putih yang ke mana-mana membawa pedang. Mereka pendekar sakti yang tampil bersahaja dan biasa saja, persis seperti kebanyakan orang. Tapi ketika tiba saatnya bertarung, ranting pun bisa menjelma sebagai pedang.
Pada orang seperti ini, selayaknya kita datang untuk berguru.(*)
NB:
Foto: Nordin Seruyan dan beberapa foto hasil karyanya
0 komentar:
Posting Komentar