Revolusi Buku Pemda




Seorang sahabat yang menjadi Kabag Humas di satu pemda mengajak saya untuk menjadi konsultan penyusunan buku mengenai dua tahun pemerintahan daerah. Tanpa bertanya budget, saya langsung mengiyakan ketika dia bilang saya bebas untuk berkreasi. Saya serasa anak kecil yang diberi mainan baru.

Sejak dulu, saya tertantang untuk membuat publikasi pemda yang lain dari yang lain. Biasanya, buku pemda selalu identik dengan foto-foto pejabat saat menghadiri acara resmi. Selalu identik dengan laporan humas dan instansi mengenai angka-angka dan indikator ekonomi. Biasanya sih selalu membosankan.

Saya ingin buat sesuatu yang beda. Saya ingin membuat buku seperti yang saya bayangkan.

Pertama, buku itu tidak hanya merangkum kegiatan pemda, tetapi juga memuat cerita tentang masyarakat dan orang biasa di wilayah itu. Tak mesti penuh foto pejabat, tapi sebaiknya memuat foto lokasi-lokasi wisata yang indah, juga gambar gadis cantik, anak-anak, juga aktivitas warga biasa, serta desa-desa yang mulai berbenah.






Kedua, harus dikemas semenarik dan sekeren mungkin. Bukan sekadar himpunan program kerja, tetapi juga cerita2 yang akan dibaca, disukai, dan dikoleksi oleh warga. Tampilannya harus enak dilihat dan dibaca semua kalangan.

Makanya, harus ada foto cantik, grafis-grafis menarik, peta perjalanan, serta karikatur. Ketimbang menyajikan foto kepala daerah yang berbaris kaku dan menatap lurus, mending menggambar wajahnya dalam format karikatur yang disukai anak-anak.

Ketiga, gaya menulis harus luwes, tidak kaku, serta enak dibaca dan perlu. Isinya tak cuma bicara program, tetapi akan sangat menarik kalau ada cerita-cerita orang biasa yang diam di satu wilayah. Hasilnya jangan elitis, tetapi harus membumi dan menarik.

Setelah bekerja selama lima hari, menghabiskan beberapa gelas kopi, mengatur-ngatur humas dan tim kerja, juga menyeleksi semua bahan, akhirnya kelar sudah. Saya sih masih belum puas. Tapi setidaknya, sudah mulai mendekati apa yang saya bayangkan. Ketika melihatnya lagi, saya gembira.

Buat Anda yang tinggal di Buton Raya, amat rugilah Anda jika tidak mengoleksi buku ini. Sa serius kasian!


0 komentar:

Posting Komentar