Wahyu Keprabon Itu Bernama ANI YUDHOYONO


ekspresi sedih SBY saat Ani Yudhoyono meninggal

Ketika Ken Arok bertemu Ken Dedes, dia seakan melihat cahaya yang memancar dari betisnya. Dia meyakini bahwa Ken Dedes memegang wahyu yang kelak akan menjadikan siapa pun yang menikahinya sebagai raja.  Dia pun percaya, Ken Dedes akan menurunkan raja-raja Jawa.

Sejarawan Ong Hok Ham mengatakan apa yang dilihat Ken Arok adalah wangsit atau wahyu keprabon. Secara tradisional, orang Jawa percaya bahwa siapa pun yang memegang wahyu, maka kekuasaan akan bertahan pada orang itu atau dinasti tertentu.

Bahkan di zaman ketika artificial intelligent atau kecerdasan buatan makin dominan, serta semua interaksi dipengaruhi oleh internet of thing (IoT), kepercayaan tentang wahyu ini masih diyakini banyak orang.

Tadinya, Ken Arok bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang sudra yang punya obsesi memegang kuasa. Dia pun berhasil menggapainya berkat wahyu keprabon yang ada pada diri Ken Dedes.

Sebagaimana Ken Arok, dahulu Soeharto bukan siapa-siapa. Dia hanya anak seorang petani yang kemudian bergabung dalam laskar republik. Tapi garis takdirnya mulai berubah ketika menikahi Sitti Hartinah (Ibu Tien), seorang bangsawan Keraton Solo, yang diyakini memegang wahyu kekuasaan. Karier Soeharto melesat hingga kursi presiden, penguasa tertinggi di Nusantara abad ke-21.

Banyak yang meyakini, peran Ibu Tien sangat penting sebab menjaga Soeharto. Seseorang pernah bercerita bahwa setiap malam tertentu, Ibu Tien akan menjalankan ritual tertentu untuk melindungi suaminya secara mistik sehingga kekuasaannya kokoh dan tidak goyah.

Meninggalnya Ibu Tien ketika Soeharto berkuasa menjadi pukulan berat bagi tahta Soeharto. Dia kehilangan sosok yang menjaga kuasanya secara mistik, serta menjaga wahyu keprabon.

Sejarah mencatat, meninggalnya Ibu Tien menjadi awal kejatuhan Soeharto. Ekonomi kian terpuruk. Hingga akhirnya krisis menyerang dan reformasi menghancurkan sendi-sendi kekuasaan Soeharto.

Konsep kekuasaan yang ditentukan oleh wahyu dan kuasa seorang istri ini juga bisa dilihat pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dahulu, SBY hanya seorang prajurit taruna Akademi Militer biasa yang barangkali hanya punya bayangan sederhana tentang kariernya.

Namun garis takdirnya berubah ketika dirinya bertemu Kristiani Herawati atau Ani Yudhoyono, putri ketiga dari Jenderal Sarwo Edhi Wibowo, sosok paling kuat di sisi Soeharto pada masa awal Orde Baru. 

Karier seorang taruna Akademi Militer tidak berjalan secara alamiah, namun selalu dipengaruhi oleh patron atau sosok yang ada di belakangnya. Ketika tidak punya beking, maka karier seorang taruna akan jalan di tempat, atau malah tenggelam. 

Di titik ini, peran Ani Yudhoyono menjadi sangat vital sebab ayahnya adalah tokoh penting di jajaran militer Indonesia. Bisakah Anda bayangkan betapa percaya dirinya SBY ketika membawa memo dari Jenderal Sarwo Edhie di tengah militer Indonesia yang tunduk dan taat pada kuasa Orde Baru?

Nah, di luar dari pertimbangan rasional itu, ada juga aspek mistik tentang kekuasaan di balik peran Ani. Entah, apakah SBY tahu tentang kisah ini, namun di kalangan para sejarawan beredar anggapan kalau Soeharto mendapat firasat kalau wahyu kuasa berikutnya jatuh ke Sarwo Edhie. Makanya, dengan segala cara, Soeharto berusaha menyingkirkan Sarwo Edhie agar tidak merongrong kekuasaannya.

Belakangan, Sarwo Edhie memang tidak memegang kuasa apa pun setelah Soeharto. Dia dimatikan sebelum berkembang. Namun anggapan bahwa dirinya memegang wahyu tak sepenuhnya salah. Sebab wahyu itu ternyata dimiliki oleh putrinya Ani Yudhoyono.

Sebagaimana Ibu Tien terhadap Soeharto, Ani Yudhoyono juga memainkan peran penting bagi kekuasaan SBY. Beberapa politisi meyakini, Ani bisa mengintervensi pilihan-pilihan politik suaminya, termasuk siapa yang akan berpasangan dengan suaminya.

Saya pernah mendapat informasi kalau Jusuf Kalla gagal mendampingi SBY pada periode kedua karena permintaan Ibu Ani yang tidak ingin ada matahari kembar di istana. Demikian pula tampilnya Boediono sebagai wakil SBY, juga atas rekomendasi Ibu Ani.

Menarik untuk ditelusuri seberapa jauh peran Ibu Ani dalam mempengaruhi keputusan politik SBY. Jurnalis John Macbeth menulis biografi SBY yang kemudian memberinya judul The Loner.  Maksudnya SBY adalah sosok yang banyak merenung sendirian.

Dia dikabarkan ragu-ragu dan selalu hati-hati dalam bersikap. Saya yakin dalam ragu-ragu dan kesendirian itu, Ani Yudhoyono adalah sosok penting yang menyerap semua kegelisahan suaminya, kemudian memberinya kekuatan untuk menjalankan bahtera pemerintahan dengan baik.

Ada kuasa dan kekuatan yang memberi kekuatan bagi suaminya sehingga bisa menjadi sosok terdepan dalam panggung politik dan kuasa. Posisi perempuan menjadi mata rantai penting bagi kekuasaan seorang laki-laki hingga posisi politik tertentu.

Kini. Ani Yudhoyono, sosok yang memberi napas dan kekuatan bagi SBY itu telah berpulang. Dia sudah menuntaskan tugasnya untuk menjaga kuasa suaminya sehingga bisa kekal selama dua periode. 

Di lini masa Twitter beredar foto SBY yang dicekam kesedihan atas kepergian istrinya. SBY, sosok yang dahulu hanya seorang prajurit biasa, kariernya melesat bak meteor berkat Ani Yudhoyono di sisinya. Kini penopang dirinya itu lebih dahulu pamit menghadap pemilik kuasa semua wahyu semesta.

Saya hanya bisa bayangkan betapa besarnya kesedihan yang mendera lelaki yang wajahnya mulai keriput itu.

Innalillahi.


0 komentar:

Posting Komentar