Surat dari Seorang Anak Penderita Cerebral Palsy

ilustrasi

BOCAH usia enam tahun bernama Maria itu mulai menulis. Ia tak hendak melirik ke kiri dan ke kanan. Ia ingin fokus pada kertas di hadapannya. Di depan sana, gurunya baru saja meminta semua murid untuk menulis surat buat Santa Klaus. Surat itu berisikan seluruh keinginan, harapan, serta hadiah apa saja yang diinginkan oleh semua anak. Di kota kecil Athens, Ohio, semua anak diminta menulis surat kepada Santa.

Kata guru, surat-surat terbaik akan dibacakan melalui radio yang didengar seluruh warga kota. Surat terbaik akan mendapatkan hadiah dari banyak orang. Pemerintah kota akan memberikan beasiswa serta hadiah yang banyak. Tak hanya itu, Santa Klaus akan mengabulkan keinginan siapapun penulis surat terbaik.

Maria adalah penderita cerebral palsy. Penyakit ini diidapnya sejak lahir. Konon, dirinya tidak menangis dengan keras saat lahir. Otaknya kekurangan oksigen sejak dalam kandungan. Dokter memvonisnya mengalami kelumpuhan otak atau cerebral palsy. Koordinasi antara otak dan jaringan sarafnya tidak begitu sempurna. Sejak kaki-kaki mungilnya melangkah, ia tak seperti otang lain. Jalannya terhuyung-huyung, serupa orang mabuk.

Orangtuanya sering khawatir saat anak itu mulai sekolah. Mereka tak ingin anaknya diolok-olok. Mereka tak ingin Maria menjadi bahan ejekan karena cara jalannya yang berbeda. Mereka tak ingin Maria di-bully, dan dijadikan bahan tertawaan. Tapi melihat tekad kuat dan semangat anak itu, mereka jadi luluh. Anak itu berhak untuk mendapatkan pendidikan. Dia berhak untuk memiliki sahabat dan teman bergaul. Kaki rapuhnya harus menantang hari dan melawan semua ketidakberdayaan serta rasa bosan di rumah.

Sejak hari pertama sekolah, Maria mulai mengalami apa yang disebut rasa sedih. Sekolah tidak senyaman rumah. Di rumah, semua orang memenuhi hidupnya dengan cinta dan rasa sayang. Di rumah, semua memahaminya dan selalu berusaha menghiburnya. Di sekolah, ia merasakan banyak anak yang suka terkikik saat dirinya melintas. Ia tak punya banyak sahabat. Banyak yang menyebut dirinya bodoh. Bahkan seorang guru selalu menjadikannya contoh ketidakmampuan menyerap pelajaran. Padahal, Maria telah berusaha keras untuk memahaminya. Entah kenapa, semua materi itu mudah menguap di otaknya.

Seorang anak jangkung di kelasnya menjulukinya sebagai dewa mabuk. Ia tak marah. Tapi ia merasa berkecil hati. Ia malah berusaha agar jalannya seperti anak lain. Namun semakin ia memaksa diri, semakin ia merasa kesakitan. Dengan berjalan terhuyung-huyung,

Hari itu, Maria terpekur menatap kertas putih di hadapannya. Tadinya ia ingin menuliskan keinginannya seperti anak lain. Ia ingin kursi roda, handphone terbaru, juga boneka barbie, sebagaimana anak lain. Ia juga ingin mainan terbaru yang bisa membuatnya sejenak melupakan semua masalahnya.

Tiba-tiba Maria ingin menulis hal lain.

***

TEPAT pukul sembilan malam, John mulai menyiar. Ia menerima setumpuk surat-surat dari anak-anak sekolah dasar di kota itu. Ia membaca beberapa surat yang dirasanya menarik. Ia tersenyum melihat betapa riangnya anak-anak saat menyampaikan permintaan kepada Santa Klaus. Ia teringat masa kecilnya saat mengajukan permintaan untuk sepeda jenis BMX, yang kemudian menjadi sahabat dekatnya.

Tiba-tiba dilihatnya satu kertas lusuh dengan tulisan yang susah dibaca. Surat itu terlihat ditulis dengan susah payah. Huruf-hurufnya tidak beraturan. Banyak yang terbalik. Tapi masih bisa dibacanya dengan jelas. Saat membaca kalimat demi kalimat, bulir-bulir air mata mengalir di pelupuk matanya. Suaranya langsung parau. Surat itu berbunyi:

Dear Santa. Nama saya Maria. Saya berusia enam tahun. Saya mempunyai masalah di sekolah. Dapatkah Anda menolong saya? Anak-anak mentertawakan saya karena cara berjalan saya, cara berlari saya, dan cara bicara saya. Saya menderita Cerebral Palsy. Saya hanya meminta satu hari saja yang dapat saya lewati tanpa ada orang yang mentertawai dan mengejek saya. Maria.

Hati John dibasahi oleh rasa haru yang teramat dalam. Surat anak kecil itu ibarat suara malaikat yang menyelusup ke dalam hatinya lalu menggenanginya dengan rasa haru. Ia bisa merasakan bagaimana menjadi Maria yang kesulitan berjalan dan beradaptasi di sekolah normal. Ia memahami perasaan seorang anak kecil yang menjadi sasaran ejekan dan olok-olok anak lain.

Suara John parau saat membaca surat itu. Semua orang yang mendengar suara John saat menyiar sontak terdiam. Bahkan di satu bar yang bising, semuanya terpekur saat suara parau John menggema. Warga kota itu merasa ada yang salah dengan sikap mereka memperlakukan orang lain.

Seusai menyiar, John merenung. Ia merasa surat itu serupa cermin bening yang merefleksikan sikapnya dan masyarakat terhadap seorang anak yang mengalami keterbatasan. John ingin berbuat sesuatu.  Ia lalu mengontak koran Athens Messengers untuk memuat surat itu secara lengkap. Jurnalis lalu menghubungi Maria demi meminta profil lengkapnya.

Keesokan harinya, berita tentang Maria tersebar dengan cepat. Semua koran, majalah, radio, dan televisi menayangkan profilnya. Semua menulis permintaannya yang sederhana agar diizinkan menikmati satu hari tanpa ada ejekan dan olok-olok. Semua media memuat surat pembaca yang bersimpati kepada bocah penderita cereberal palsy itu. Pengalaman Maria adalah cermin bagi warga untuk melihat diri, kalau-kalau mereka juga melakukan ketidakadilan yang sama.

Rumah Maria dipenuhi surat yang datang dari mana-mana. Bahkan seseorang membuat akun di media sosial yang isinya adalah pujian kepada Maria yang berani mengungkapkan isi hatinya. Maria dihubungi banyak anak-anak yang berkebutuhan khusus, yang hendak berbagi pengalaman dengannya.  Maria merasakan dirinya tidak sendirian. Ada banyak orang yang peduli dengannya, dan bersedia menjadi sahabat dekatnya. Bahkan, seorang anak lelaki dari Texas mengirimkan email yang membahagiakan hatinya.

Dear Maria. Aku senang menjadi sahabatmu. Bila kau mau mengunjungiku, aku akan sangat bahagia. Tidak ada seorangpun yang akan mengejek kita. Kalaupun ada, kita akan mengabaikannya. Dunia ini terlampau luas untuk kita jelajahi. Ada banyak orang baik di sekitar kita yang akan selalu menjadi sahabat dekat serta menuntun kita menuju cahaya.

Surat Maria segera viral ke mana-mana. Surat itu serupa panah yang menyebar ke mana-mana dan menembus banyak hati. Surat itu mewakili perasaan banyak anak yang seringkali di-bully hanya karena keterbatasan. Surat itu menjadi lengkingan biola yang menyayat-nyayat hati yang beku.

***

PERMOHONAN Maria untuk menikmati satu hari tanpa ada yang mengganggu terpenuhi. Tak hanya sehari, sekolah Maria berkomitmen untuk memperlakukan semua anak dengan sama. Tak ada anak yang harus diejek hanya karena keterbatasan fisik. Guru dan murid sering berdiskusi tentang perasaan anak yang diejek. Semuanya menanam harapan agar dunia sosial menjadi lebih baik. Tanpa ada yang di-bully.

Walikota Athens memberikan hadiah atas surat Maria yang menyentuh hati. Hari kelahiran Maria dirayakan sebagai hari bebas diskriminasi. Kepada banyak media, ia berkata, “Tak ada satupun yang berhak untuk menyakiti anak lain. Semua orang berhak diperlakukan dengan baik. Semua anak berhak mendapatkan cinta dari sekelilingnya. Semua anak istimewa”

Maria tersenyum bahagia. Semua anak memang istimewa. Dirinya pun demikian.




Bogor, 12 Agustus 2017

BACA JUGA:






0 komentar:

Posting Komentar