Sindikat Saracen, SPIN DOCTOR, dan Ruang Gelap Politik Indonesia




TERUNGKAPNYA sindikat yang mengatasnamakan dirinya Saracen sebagai penyebar konten negatiif dan hoax di media sosial hanyalah puncak gunung es dari realitas yang jauh lebih besar. Kelompok yang siap menyebar konten negatif dengan iming-iming rupiah ini telah lama menjadi kekuatan gelap yang menentukan wacana dalam politik Indonesia.

Di tangan sindikasi para Spin Doctor ini, politik kita laksana wajah yang selalu diberi bedak, gincu, dan riasan agar tampak cantik demi menutupi sesuatu yang buruk. Di tangan mereka pula, wajah politik kita yang cantik bisa dibuat jelek agar benci tumbuh bak cendawan di musim hujan. Mereka tak terlihat, tapi mereka hadir dalam bentuk virus-virus yang mempengaruhi pikiran para pengguna media sosial. Untuk kerja itu, mereka dibayar mahal.

Inilah kekuatan-kekuatan tak terlihat dalam politik kita yang menentukan wacana politik hari ini. Mereka bisa berlabel tim sukses, tim pemenangan, tim kampanye, hingga barisan tim hore yang menjadikan informasi sebagai senjata demi bertempur di arena pencitraan. Mereka memiliki organisasi yang rapi, barisan penulis yang setiap saat membalikkan fakta, lalu secara simultan bergerak memasuki semua media sosial, grup percakapan whatsapp, demi mengendalikan informasi, termasuk menentukan mana yang benar dan mana yang keliru. Mereka menentukan isi kepala orang lain.

***

SEPANDAI-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Inilah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan gerak sindikat yang menamakan dirinya Saracen. Polisi menangkap sejumlah pentolan kelompok ini dan memutus jaringannya. Polisi mengklaim kelompok ini sengaja menebar kebencian demi alasan ekonomi.

"Mereka ini menerima pesanan jasa membuat dan punya inisiatif itu. Saling membutuhkan," ujar Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/8) sebagaimana dicatat detik.com.

Sindikat ini membutuhkan biaya untuk membuat website, menyewa hosting dan sebagainya dalam membesarkan grup tersebut. Bahkan, mereka memiliki website sendiri untuk memposting berita-berita pesanan tersebut melalui Saracennews.com. Media tersebut memposting berita-berita yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan. "Untuk itu banyak sekali pencemaran nama baik, yaitu kepada pejabat publik, tokoh masyarakat, dan sebagainya," kata Susatyo.

Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen. Polisi mengatakan, para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Satu proposal, nilainya puluhan juta rupiah.

Di mata saya, kelompok Saracen ini adalah kelompok yang kecil. Jika mereka hanya meraup uang senilai puluhan juta, berarti jaringan ini hanya mengerjakan proyek-proyek kecil yang disebut para pedagang Glodok sebagai “palugada”, maksudnya “apa lu mau, gue ada.”

Jika saja kelompok ini besar, maka tarifnya bisa jauh lebih besar dari itu. Demi menguasai jaringan informasi di media sosial, biaya yang dikucurkan bisa membengkak. Seorang teman yang lama menjadi Spin Doctor di Twitter membocorkan tarif untuk menjadikan satu isu sebagai trending topic. “Dalam satu jam, biayanya bisa sampai 10 juta rupiah,” katanya. Jika anda menginginkan informasi menjadi trending topic selama sehari, silakan hitung sendiri berapa biaya yang dibutuhkan.

Dalam dunia politik, kerja pencitraan tak selalu berkaitan dengan bagaimana mengemas informasi menjadi positif, atau meng-counter informasi negatif. Kerjanya bisa pula dengan menggempur media dengan satu infrmasi yang tujuannya adalah “serangan” terukur yang hasilnya telah ditentukan sebelumnya. Bisa pula menyebar konten hoax atau negatif yang bisa meruntuhkan kredibiltas. Permainan menyebar hoax ini saya kategorikan sebagai permainan kotor yang dilakukan oleh lapis paling luar para Spin Doctors. Ini hanya dilakukan para pion, yang menerima perintah dari satu komando sentral pengaturan informasi.

Dunia politik kita ibarat dunia yang penuh pertempuran wacana. Setiap politisi memerlukan seorang jenderal lapangan yang bisa mengendalikan semua arus informasi, sekaligus menggempur lawan dengan berbagai informasi tersebut. Para “jenderal” ini membangun benteng informasi yang mengolah semua data lalu meng-counter semua isu. Jika diperlukan, mereka sesekali melempar wacana tentang politisi atau partai lain. Dalam ranah akademis, mereka kerap disebut Spin Doctor.

Dahulu, Spin Doctor hanya menjelajah semua media massa, memiliki jejaring dan klik untuk mengatur wacana. Kini, arenanya menjadi lebih lebar dan lebih menantang. Mereka beroperasi di media sosial yang amat luas dan tak bertepi, mengatur ritme kapan mengalihkan informasi, menata saat tepat untuk menyetel pencitraan seseorang, sembari mengumpulkan data dan fakta kalau-kalau ada serangan dari pihak lain. Belakangan ini, semua Spin Doctor memiliki sehimpunan arsenal persenjataan yang setiap saat bisa menggempur media sosial dan media massa.

Para Spin Doctor itu muncul dalam berbagai isu tentang dirinya, menggiring wcaana, lalu mengatur ritme wacana itu. Yang menarik, para Spin Doctor itu tidak lagi bekerja di kanal-kanal resmi media mainstream, melainkan memasuki ruang-ruang besar di media sosial. Para Spin Doctor menggunakan banyak kanal warga biasa yang secara kontinyu membentuk citra seorang politisi.

Saya mengenal banyak para Spin Doctor. Malah, saya beberapa kali ditawari untuk memegang posisi sebagai “Jenderal” di kalangan para Spin Doctor. Pemberi tawaran itu melihat pengaruh blog yang saya kelola, serta banyaknya orang yang me-like dan membagikan apapun yang saya tulis di media sosial. Sejauh ini saya tidak begitu tertarik mengingat saya meniatkan media sosial hanya sebagai wadah untuk berbagi gagasan.

Saya cukup paham cara kerjanya. Caranya adalah membangun satu basis utama yang menjadi sumber semua informasi, kemudian sebarkan informasi kepada para panglima yang lalu membagikannya ke semua “batalyon” di berbagai lokasi. Caranya adalah gempur semua media dengan berbagai informasi. Gunakan para seleb fasebuk dan twitter, yang dengan mudah dikenali, lalu jejali publik media sosial dengan berbagai informasi. Keberhasilan kerja Spin Doctor akan muncul dari hadirnya trending topic atau saat satu postingan menjadi wacana publik. Kegagalannya dilihat saat informasi menjadi negatif, saat publik melihatnya tidak dengan kacamata positif.

***

Dilihat dari sisi akademik, pertempuran wacana di media sosial itu selalu saja menarik untuk diamati. Sebagai orang yang belajar Ilmu Komunikasi, saya bisa menyaksikan bagaimana wacana politik bekerja, bagaimana politik dikendalikan melalui wacana, bagaimana upaya mempersuasi, mempromosikan, atau malah membuat citra negatif tentang seorang aktor. Saya bisa menyaksikan bagaimana kerja seorang Spin Doctor dalam mengendalikan informasi.

Terminologi Spin Doctor mengacu pada bagaimana mengelola media (media management technique) di mana seorang pewarta media dianggap bisa menghalangi reportase yang obyektif dan transparan terhadap informasi yang ada. Seorang Spin Doctor adalah seseorang yang menempatkan informasi secara spin (berputar) untuk mempengaruhi opini publik dengan cara membiaskan informasi yang ditujukan untuk menaikkan citra seseorang, atau menjatuhkan citra orang lain.




Dalam satu riset, saya temukan kepingan informasi bahwa karakteristik spin adalah pertukaran atau perebutan antara informasi yang ada dengan publisitas. Istilah spin ini tidak muncul dari akademisi, melainkan berasal dari olahraga yakni permainan baseball dan cricket, di mana pelempar bola (pitcher) melempar bola ke arah penerima bola dengan teknik tertentu. Seringkali, bola itu dilempar dengan cara diplintir (spin) hingga arah bola berubah. Di sinilah awal munculnya istilah spin itu.

Meskipun istilah ini kurang akademis, istilah ini tetap digunakan untuk menggambarkan bagaimana New York Times melakukan rekayasa pemberitaan saat pemilihan Presiden Amerika Serikat pada tahun 1984. Sejak saat itulah, istilah ini digunakan untuk menyebut para Spin Doctor atau konsultan media management dalam mengendalikan agenda media. Kerja-kerja para Spin Doctor adalah ‘moulding the image’ atau merancang serangkaian kata-kata untuk didengar dan dilihat.

Para politisi hebat memerlukan seorang Spin Doctor untuk mengolah semua informasi. Di lapangan, namanya bisa berbeda-beda. Ada yang menyebutnya tim citra, konsultan poitik, tim media, ataupun tim sukses. Kerjanya pun bisa berbeda-beda, tetapi semuanya mengarah pada upaya menampilkan citra terbaik di hadapan publik, melalui media massa dan media sosial. Posisinya di tengah-tengah antara kandidat atau politisi dan media massa serta media sosial.

Sayangnya, kerja-kerja tim media dan konsultan politik di tanah air lebih ke arah kerja-kerja yang sifatnya jangka pendek yakni spin dan counter spin. Kerja mereka adalah mengarahkan informasi yang sifatnya positif, serta bagaimana mengatasi informasi negatif. Saya nyaris belum menemukan satu tim Spin Doctor yang bekerja secara sistematis dengan target-target jangka menengah dan jangka panjang. Padahal, kerja-kerja seperti ini mudah dilakukan, hanya saja membutuhkan kesabaran dan ketelatenan tinggi.

Seminggu silam, seorang kawan menunjukkan software pengolah data kualitatif terbaru. Ia menunjukkan bahwa semua informasi dengan mudahnya bisa dipetakan. Kita bisa mengetahui bagaimana informasi itu bermula, selanjutnya seperti apa informasi itu berkembang hingga akhirnya seperti apa akhir dari pergerakan informasi itu.

***

SEORANG ahli psikoanalisis pernah mengatakan bahwa persepsi tentang diri seseorang dibentuk dari himpunan informasi mengenai orang tersebut. Dalam dunia politik, citra seorang politisi terkait erat dengan sejauh mana informasi tentang orang tersebut yang dikonstruksi oleh media dan berbagai kanal komunikasi lainnya.

Dalam hal sindikat Saracen kita bisa melihat bagaimana hoax dikelola sebagai sesuatu yang mendatangkan profit. Di era ini, tak semua orang ingin mencari berita yang sebenarnya terjadi. Banyak orang yang justru hanya ingin membuktikan asumsi yang sudah ditanam sebelumnya.

Dalam banyak hal, saya sering senyum-senyum melihat perdebatan di media sosial, yang berpangkal dari informasi tidak benar. Seorang sahabat pernah memositing status yang selalu merasa tahu apa ang terjadi di dunia politik. Padahal informasinya hanya sepotong-sepotong dari percakapan whatsapp yang kemudian dibagikan di banyak grup.

Pelajaran besar bagi pelaku gerakan sosial adalah bagaimana mendorong satu isu menyangkut publik menjadi wacana luas yang tersebar di banyak orang. Hanya dengan cara menemukan saluran yang tepat, agenda publik akan lebih bergema sehingga akan bergaung dan membawa dampak berupa tekanan atas kebijakan publik. Pola-pola yang digunakan para  Spin Doctor bisa diterapkan untuk menjadikan satu isu sebagai wacana publik, yang diharapkan bisa mengubah kebijakan publik.

Apa boleh buat. Kita berada pada era di mana kejujuran dan kebohongan menjadi komoditas yang diperdagangkan. Media mengklaim menjual kejujuran, yang dibisikkan soerang politisi tidak jujur. Di sisi lain, para sindikat lalu “memutar” kejujuran itu menjadi kebohongan demi meraup rupiah.


Bogor, 24 Agustus 2017



1 komentar:

gromyco mengatakan...

Mantap analisanya bung..semakin salut jika anda tetap konsisten menyuarakan kebenaran dan menebarkan kebaikan.tidak pro dan kontra seperti jonru vs denni siregar..

Posting Komentar