kopi di pengunungan Mamasa, Sulawesi Barat |
IBU itu menyilahkanku untuk masuk rumah.
Di rumah yang sederhana itu, ia memintaku duduk di satu dipan kecil. Di dekat
situ, ada meja kecil, yang di atasnya terdapat sebuah kitab Injil bertuliskan
Mazmur. Di sela-sela pekerjaannya menumbuk kopi, ia lalu membereskan beberapa
talang yang berisikan bijih kopi yang baru saja dipetik. Ia lalu menjerang air
hingga mendidih. Setelah itu, ia mengisi gelas berisi kopi, yang baru saja
ditumbuknya, dengan air panas. Seketika, aroma kopi menyebar memenuhi ruangan.
Ia menyilahkanku untuk minum segelas. Di
rumah kecil, di tengah perkebunan kopi di pegunungan Mamasa, Sulawesi Barat,
segelas kopi menjadi begitu bernilai. Aku baru saja bertualang menyusur
beberapa desa di Mamasa. Aku memotret dan mencatat kehidupan warga desa yang
sedemikian memukau batinku. Aku terpukau melihat rumah berbentuk tongkonan,
serta lumbung-lumbung padi yang telah menjaga ketahanan pangan warga desa
selama ratusan tahun.
Rumah ibu ini menjadi terminal akhir dari
perjalanan selama sehari. Di tengah hamparan perkebunan kopi, ibu itu memintaku
singgah demi melepas lelah. Keramahan ibu itu adalah mutiara yang kutemukan di
desa-desa. Anda tak perlu khawatir ketika melakukan perjalanan ke desa-desa.
Ada banyak pintu yang selalu terbuka, ada kehangatan yang diberikan dengan tulus, tanpa berharap pamrih. Betapa kontrasnya kehangatan itu dengan keangkuhan warga kota yang selalu curiga melihat orang asing.
Ada banyak pintu yang selalu terbuka, ada kehangatan yang diberikan dengan tulus, tanpa berharap pamrih. Betapa kontrasnya kehangatan itu dengan keangkuhan warga kota yang selalu curiga melihat orang asing.
Di rumah kecil berbentuk tongkonan, ibu itu
lalu menyiapkan kopi yang berwarna hitam dan beraroma wangi itu. Ketika
menghirup aromanya, aku serasa diajak bertualang mengikuti perjalanan ibu itu.
Dirinya pernah merawat benih kopi, memilih kualitas terbaik, lalu menanamnya di hamparan tanah subur pegunungan. Dirinya telah merawat benih itu hingga akhirnya menjadi tanaman yang berbuah. Lewat tangannya, yang ketika kupegang kurasakan agak kasar, ibu itu lalu menghadirkan segelas kopi yang amatlah nikmat.
Dirinya pernah merawat benih kopi, memilih kualitas terbaik, lalu menanamnya di hamparan tanah subur pegunungan. Dirinya telah merawat benih itu hingga akhirnya menjadi tanaman yang berbuah. Lewat tangannya, yang ketika kupegang kurasakan agak kasar, ibu itu lalu menghadirkan segelas kopi yang amatlah nikmat.
tongkonan di tengah bukit |
persawahan di Mamasa |
Seteguk kopi itu membuatku ketagihan. Aku
lalu meminumnya hingga tandas. Ibu itu tertawa terkekeh. Mungkin ia baru
pertama menyaksikan seseorang yang meminum kopi dengan lahap. Ia lalu
menyodorkan lagi segelas kopi, yang kemudian kuhabiskan dengan tandas. Usai dua
gelas, aku lalu melinting tembakau, lalu mengisapnya.
Rasanya, seluruh semesta baru saja berbisik tentang kenikmatan kopi. Mungkin Tuhan sedang berbisik tentang makna kenikmatan melalui tangan kekar ibu itu yang menghadirkan kopi di hadapanku. Di tengah kediamanku, ibu itu bertanya,“Gimana rasanya? Nikmat yaa?”
Rasanya, seluruh semesta baru saja berbisik tentang kenikmatan kopi. Mungkin Tuhan sedang berbisik tentang makna kenikmatan melalui tangan kekar ibu itu yang menghadirkan kopi di hadapanku. Di tengah kediamanku, ibu itu bertanya,“Gimana rasanya? Nikmat yaa?”
Aku tak tahu harus menjawab apa. Bagiku,
kata-kata terlampau miskin untuk menjelaskan seberapa nikmatnya apa yang tengah
kurasakan.
Selama tiga tahun ini, aku telah berkelana
ke banyak tempat dan negara. Aku menikmati kopi yang disajikan di berbagai
tempat, dalam balutan tradisi dan berbagai kebudayaan. Mulanya, aku mencatat
kopi organik yang disajikan di Kafe Donkey di Athens, Ohio, adalah kopi
ternikmat yang pernah kurasakan. Pernah pula aku meminum kopi nikmat di atas
kapal fery di dekat kota New York. Segelas kopi menjadi sahabat ketika dari
kejauhan kutatap patung Liberty. Terakhir, seorang teman pernah mengajakku
mencicipi sebuah kopi nikmat di sudut Bandara Narita di Jepang.
Namun kopi yang disajikan ibu itu adalah
kopi ternikmat yang pernah kurasakan. Kenikmatannya tidak terletak pada rasa
dan komposisi kimiawi kopi, yang mungkin sama di beberapa tempat, melainkan
pada suasana serta atmosfer perjalanan yang sedemikian menantang.
Yang membuatnya nikmat adalah lingkungan sekitar yang amat alami hingga sebuah bijih kopi bisa tumbuh menjadi tanaman yang kemudian mempersembahkan buahnya untuk dicicipi. Sungguh beda rasa kopi ketika dinikmati di satu kafe mahal, di mana banyak orang lalu-lalang, dengan kopi yang langsung diminum di tengah perkebunan.
Ada suasana alami yang menjelma sebagai rasa hangat, yang kemudian memenuhi dinding-dinding hati yang beku lalu perlahan mencair.
Yang membuatnya nikmat adalah lingkungan sekitar yang amat alami hingga sebuah bijih kopi bisa tumbuh menjadi tanaman yang kemudian mempersembahkan buahnya untuk dicicipi. Sungguh beda rasa kopi ketika dinikmati di satu kafe mahal, di mana banyak orang lalu-lalang, dengan kopi yang langsung diminum di tengah perkebunan.
Ada suasana alami yang menjelma sebagai rasa hangat, yang kemudian memenuhi dinding-dinding hati yang beku lalu perlahan mencair.
seorang ibu yang tengah menumbuk kopi |
kopi yang sedang dijemur |
segelas kopi di tengah bijih kopi |
Aku lalu memikirkan tentang peradaban.
Hari ini manusia membangun banyak mahligai indah di berbagai kota. Manusia
membangun kemegahan-kemegahan yang lalu dianggap sebagai tolok ukur kemajuan.
Manusia lalu memberikan label, harga, serta penanda tentang betapa bernilainya sesuatu. Manusia lalu merasa hebat dengan seberapa mahal sesuatu yang dipegangnya. Namun manusia hari ini alpa. Bahwa ada banyak hal yang selalu tak bisa dinilai dengan uang. Bahwa ada nilai-nilai seperti kesederhanaan, keikhlasan menjalani hidup, serta kehangatan pada siapapun yang datang melintasi rumah.
Manusia lalu memberikan label, harga, serta penanda tentang betapa bernilainya sesuatu. Manusia lalu merasa hebat dengan seberapa mahal sesuatu yang dipegangnya. Namun manusia hari ini alpa. Bahwa ada banyak hal yang selalu tak bisa dinilai dengan uang. Bahwa ada nilai-nilai seperti kesederhanaan, keikhlasan menjalani hidup, serta kehangatan pada siapapun yang datang melintasi rumah.
Di tengah suasana alami perkebunan kopi
itu, aku merasakan indahnya sebuah atmosfer ketulusan, yang ditemani secangkir
kopi dan sebatang rokok kretek. Aku teringat pada seorang penulis Brazil. Ia pernah
mencatat bahwa justru pada hal-hal yang sederhana, kita akan menemukan
keagungan Tuhan.
2 komentar:
Baru tahu aku ternyata setiap kopi memiliki kualitas masing-masing, setahuku ya kopi tetap kopi, terbiasa kopi instan. Terimakasih udah berbagi pengalaman. Nice post :)
Kopi mamasa Sulawesi Barat
ass. .bang izin share yaa. .
Posting Komentar