Ciuman Akrab ala Kupang


 
seorang teman di Kupang

DUA sahabat itu baru saja bertemu. Mereka berpelukan, sambil tertawa gembira. Tak cukup dengan berpelukan, mereka lalu berciuman. Wait, mereka tak benar-benar berciuman. Mereka hanya saling mempertemukan hidung masing-masing, lalu digoyangkan ke kiri dan ke kanan. Inilah gaya berciuman ala Kupang yang merupakan tanda keakraban.

Ketika berkunjung ke Kupang, aku menyaksikan dan menyenangi ekspresi kehangatan antar manusia. Aku menyenangi hal-hal kecil yang mendekatkan jarak antar dua manusia. Tradisi, budaya, hingga ritual ibarat tali temali yang menyatukan relasi antar beberapa pihak, sekaligus menjaga awetnya rasa, sesuatu yang berdenyut-denyut dalam diri ketika bertemu dengan seseorang yang amat dekat dengan kita.

Kata seorang teman, berciuman hidung adalah tradisi orang Sabu yang masih bertahan hingga kini. Warga setempat menyebutnya hengedo. Ada yang mengatakan kalau ciuman adalah sarana untuk menungkapkan gemuruh perasaan di hati. Ada pula yang mengatakan kalau ciuman hidung menunjukkan perdamaian dan keterbukaan hati. Yang kupahami bahwa pernyataan itu menunjukkan bahwa ada makna-makna indah di balik tindakan ciuman hidung. Aku menyukai filosofinya.

Barangkali, tradisi mencium seseorang sebagai tanda keakraban adalah sesuatu yang barangkali lebh tua dari peradaban manusia itu sendiri. Di berbagai tempat, manusia punya cara-cara sendiri dalam mengekspresikan tanda cintanya. Ciuman pun mengalami evolusi. Ketika budaya dan tata nilai mekar di berbagai tempat, yang kemudian membedakannya dengan masyarakat lain, ciuman mulai memiliki makna berbeda.

Aku teringat pengalaman beberapa tahun lalu. Aku agak terkejut ketika berkenalan dengan seorang teman asal Kolombia. Tanpa merasa risih, ia langsung mencium pipiku. Itu dilakukannya setiap kali kami ketemuan. Tadinya aku agak malu. Tapi beberapa hari kemudian, aku mulai berani. Ketika bertemu dengannya, aku langsung mencium, meskipun dengan pipi yang bersemu kemerahan. Cupp..!

Apakah ciuman itu adalah tradisi barat? Dulu aku berpikir demikian. Tapi pengalaman mengajarkanku bahwa timur pun memiliki tradisi ciuman untuk menunjukkan keakraban dan kehangatan persaudaraan. Makna yang indah itu kutemukan di Kupang, pada bumi yang dipenuhi dengan aneka pangan, serta dihangatkan oleh ringkik kuda di kejauhan.

Hingga akhirnya aku harus meninggalkan Kupang. Saat menunggu penerbangan ke Jakarta dari Bandara El Tari, Kupang, seorang sahabat tiba-tiba datang mengucapkan selamat datang. Ia menjabat tangan, lalu berbisik Selamat Jalan. Setelah itu, ia lalu mencium hidung. Terimakasih sahabat. 


Ketika sudah berada dalam pesawat, tiba-tiba saja aku ingin mengulanginya sekali lagi. Ah...




0 komentar:

Posting Komentar