pengukir |
SETIAP kali melihat kerja seorang seni,
setiap kali pula aku tertegun menyaksikan begitu hebatnya daya imajinasi, yang
kemudian mengalir dalam setiap jemari seorang seniman. Seorang pekerja seni
adalah para pencipta. Ia menghadirkan gagasan yang bisa berupa bentuk atau
sekeping kesan di dalam kepalanya. Ia juga sekaligus pengaktual gagasan ke
dalam banyak karya yang memukau. Mereka adalah para pekerja keindahan
yang tahu cara menerjemahkan ide menjadi sesuatu yang abadi dan dinikmati
banyak orang.
Di Mamasa, Sulawesi Barat, aku bertemu
dengan seorang pengukir Toraja. Ia bekerja dalam diam. Ketika kutemui, ia
sedang memperhatikan kayu yang sudah dicat hitam. Selanjutnya, ia mengambil
jangka, lalu menandai beberapa titik. Cara kerjanya manual. Ia tak memakai
komputer. Namun ketika mulai memahat, karyanya punya presisi yang tinggi. Ajaib!
Ia bisa membuat beberapa lingkaran dalam posisi simetris. Ketika menggambar pola yang rumit, ia tak kelihatan kesulitan. Pahat yang digenggamnya seolah-olah bermata. Ia langsung memahat di atas titik yang sebelumnya ditentukan. Sekian menit berikutnya, semua berdecak kagum melihat hasilnya.
Ia bisa membuat beberapa lingkaran dalam posisi simetris. Ketika menggambar pola yang rumit, ia tak kelihatan kesulitan. Pahat yang digenggamnya seolah-olah bermata. Ia langsung memahat di atas titik yang sebelumnya ditentukan. Sekian menit berikutnya, semua berdecak kagum melihat hasilnya.
Kayu yang tadinya nampak biasa, tiba-tiba
jadi amat menakjubkan. Di atas kayu itu terdapat pahatan yang indah. Ia lalu
mengambil cat berwarna merah. Ternyata bukanlah cat sebagaimana bisa dibeli di
toko-toko. Pewarna merah itu adalah jenis tanah yang kemudian dibuat cair
hingga digunakan untuk mewarnai.
D hadapanku, maestro itu bekerja. Ia tak
banyak bicara. Ia hanya memperhatikan kayu yang telah diukirnya. Ia seakan tak
puas. Ia kembali memahat di beberapa bagian. Ketika kulihat dari dekat,
ternyata ia menambahkan pahatan kerbau. Cantik sekali hasilnya.
Kata seorang teman, para pengukir Toraja
adalah pribadi yang tak suka banyak bicara. Mengapa? “Sebab mereka berbicara
lewat jejak-jejak pahatan yang muncul di atas kayu. Lewat pahatan itu, mereka
berekspresi dan mentransmisikan pesan para nenek moyang.”
Aku teringat kisah tentang para pemahat di
abad pertengahan. Mereka mengabadikan pesan-pesan ketuhanan melalui pahatan dan
lukisan. Pemahat kondang Michelangelo mengabadikan kecintaannya pada ajaran
Kristiani melalui Pieta, pahatan yang menggambarkan Maria sedang memangku Yesus,
pada abad ke-18. Pahatan itu lalu menjadi karya monumental yang menjadi penanda
zaman. Kini, pahatan itu bisa disaksikan di Basilika Santo Petrus di Roma. Ah, kapan aku bisa ke sana.
mewarnai |
duet maestro |
menandai beberapa titik |
mewarnai dengan tanah |
hasil ukiran |
Jika sebuah karya seni dibuat untuk
menyampaikan pesan tertentu, apakah gerangan pesan yang hendak disampaikan
pengukir kayu di hadapanku ini? Apakah yang hendak disampaikan nenek moyang orang Tiraja dan Mamasa melalui ukir-ukiran yang lalu diajarkan secara turun-temurun? Aku tertegun sambil mengamati pola-pola ukiran pada tongkonan, rumah adat. Aku melihat gambar kerbau, beringin, serta
pola-pola simetris yang menarik.
Aku mencoba mengaitkan ukir-ukiran itu
dengan ajaran Aluk Todolo, kalau di Mamasa disebut Aluk Toyolo, yang dahulu
menjadi agama resmi orang Toraja dan Mamasa. Ada cahaya yang memenuhi batinku.
Aku serasa melihat puzzle yang mulai menampakkan misteri. Tiba-tiba saja, semua
ukiran itu langsung membentuk kesatuan tema yang perlahan-lahan mulai kupahami,
sekaligus menyisakan teka-teki yang jawabannya bisa ditemukan dalam ajaran lokal tentang kehidupan orang Toraja. Tanpa memahami itu, mustahil bisa memahami makna ukiran. Bagaimana memahaminya?
2 komentar:
Coretan bernyawa... Bertenaga!!
Khas 'Bang Yusran.
Salut!!
Bang coba jalan" ke desa pangli kecamatan sesean ada patung dari batu yg dipahat sendiri oleh bpk saya,sangat detail
Posting Komentar