Pahlawan yang Tak Selalu Berkuda


Maleficent (kanan) ketika masih kecil

SIAPA bilang kalau para pahlawan dan pencinta sejati adalah sosok ganteng, rupawan, serta menunggang kuda demi mendapatkan seorang putri cantik? Sekian lama, dongeng-dongeng kita dipenuhi kisah tentang mereka yang gagah perkasa dan selalu tampil terdepan dalam setiap duel. Namun dalam film Maleficent, yang kutonton hari ini, kutemukan mutiara kehidupan bahwa pemilik cinta sejati bukanlah para jagoan-jagoan itu, melainkan mereka yang meletakkan kebahagiaannya pada kebahagiaan orang lain.

***

PANGERAN itu datang dengan membawa sebilah pedang, serta menunggang seekor kuda. Ia lalu menghampiri sang putri cantik yang sedang tertidur pulas. Enam belas tahun silam, putri itu dikutuk oleh seorang penyihir bahwa dirinya akan tertidur abadi sejak hari ulang tahun keenambelas. Ia hanya akan terbangun ketika mendapatan ciuman sejati dari seseorang yang menyayanginya sepenuh hati.

Sang pangeran lalu menatap sang putri dengan jantung yang berdebar-debar. Ia terpaku melihat kecantikan laksana pualam yang dipahat langsung oleh pemilik alam semesta. Ia tak sabar untuk melihat putri itu bangun lalu berpelukan, sebagaimana pernah didengar atau dibacanya dalam kisah-kisah dongeng. Ketika akhirnya ia mencium bibir ranum sang putri, ia berharap ada petir atau keajaiban yang mncul. Tak ada suara yang terdengar. Gadis itu tetap tertidur. Bahkan ketika ia menciumnya sekali lagi, tak ada juga cahaya warna-warni ataupun keajaiban yang akan membuat sang putri terbangun.

Ia terkejut. Kenyataan tak seindah apa yang diketahuinya. Ia lalu pergi dengan membawa sebuncah kekecewaan.

Tak jauh dari situ, sang penyihir menyaksikan semuanya dengan wajah sedih. Ia pernah mengutuk sang putri, namun belakangan ia menyesali semuanya. Ia memelihara cinta yang terlanjur dahsyat dan ingin melihat putri itu bahagia. Dahulu, penyihir itu telah ditipu hingga dinistakan oleh ayah sang putri. Dalam keadaan penuh dendam, ia lalu memberikan kutukan, sesuatu yang kemudian disesalinya seumur hidup hingga akhirnya ia membesarkan putri itu dengan cinta.

Sang penyihir menatap putri tidur. Ia lalu mendekat, berbisik tentang cinta dan kasih, setelah itu pergi. Namun, ada setetes air matanya yang jatuh di wajah putri tidur. Cahaya berpendar di wajahnya. Keajaiban langsung hadir. Putri itu bangun sambil berbisik, “Duhai ibu peri pelindungku.”

Kisah Maleficent yang dibintangi Angelina Jolie ini membuatku tertegun. Kisahnya sedikit melenceng dari dongeng-dongeng yang dipopulerkan Disney. Dulu, rumah produksi Disney selalu terjebak pada pakem bahwa para pahlawan adalah sosok-sosok perkasa yang menunggang kuda dan menggenggam sebilah pedang. Ternyata, dalam kehidupan nyata, sosok seperti yang dimaksud adalah sosok yang jumawa, merasa diri hebat, serta sering mengabaikan orang lain.

Tak hanya dalam film Maleficent, aku juga menemukan sosok pahlawan zaman kini dalam film Shrek. Bisakah kau bayangkan kalau sang pahlawan adalah seorang mahluk buruk rupa yang hidup di tengah lumpur? Tapi Shrek membuktikan dirinya sebagai the real hero. Shrek adalah pahlawan di masa kini yang merupakan lapis masyarakat biasa ataupun mereka yang kerap diberikan stigma sebagai orang jahat. Ia adalah bagian dari mereka yang sering diolok karena fisik atau penampilannya. Sosok sepertinya kerap terabaikan dalam banyak kisah-kisah ataupun dongeng.


Para pahlawan di zaman kini adalah mereka yang punya kekuatan hati untuk mengalahkan dirinya, lalu menjadikan kebahagiaan orang lain sebagai dirinya. Mereka tak pernah peduli dengan kejayaan, kehebatan, dan kesukesan. Mereka juga tak peduli dengan penampilan perlente dan menyaksikan warga sekitar dari menara gading. Mereka bekerja dalam diam, mendedikasikan dirinya bagi orang banyak, serta setia membagikan keping demi keping insprasi bahwa semua orang punya potensi luar biasa.

Kekuatannya bukan pada keperkasaan atau keberanian menghadapi musuh. Kekuatannya terletak pada keikhlasan untuk membahagiakan orang lain di sekitarnya. Kekuatannya terletak pada beningnya hati sehingga menjadi sungai bagi banyak orang untuk menemukan kesejukan.

Melalui film seperti Maleficent dan Shrek, nuraniku basah oleh banyak inspirasi. Pahlawan adalah potensi yang melekat pada diri semua orang. Semua bisa mengaktualkan potensi itu sepanjang memiliki niat baik dan keinginan untuk membantu orang lain di sekitar kita.

Melalui film-film itu, aku juga menemukan definisi baru tentang cinta. Bahwa cinta bukanlah sesuatu yang diucapkan dengan mudah ketika bulan purnama tampak di kelamnya malam, atau diucapkan seorang pria saat menatap seorang wanita sambil berlutut dan memberikan sebuah cincin.

Cinta adalah sesuatu yang melampaui semua definisi. Cinta adalah kesediaan untuk membahagiakan seseorang, kesediaan menjadi pohon rindang tempat orang lain berteduh, serta keikhlasan untuk membasuh segala pedih dan luka yang menghinggapi orang lain. Cinta adalah sesuatu yang sukar dideskripsikan dalam kata, namun senantiasa berdenyut dalam setiap tindakan serta hal-hal kecil yang dilakukan seseorang pada sesamanya.



0 komentar:

Posting Komentar